Aku turun dari mobil dan masuk ke dalam kampus. Badanku pegal-pegal pagi ini karna Louis. Aku tidak akan lagi bercinta dengannya sebelum berangkat ke kampus. Itu tadi begitu tiba-tiba ketika Louis melewati kamarku yang lupa aku tutup dan sedang berganti baju, lalu dia melakukannya begitu saja. Tentu aku menolak pada awalnya, tapi siapa yang akan menolak ketika Louis mulai menempelkan celananya dengan celanaku dan menggesek tepat di bagian itu. Sial tidak harusnya aku mengingat hal itu.
Sampai di kelas aku langsung mengambil tempat di samping sahabatku, Marie.
"Kau terlihat kelelahan uh?" Ledeknya.
Aku menghela nafas. "Ya, aku melakukanputingtu yang berat tadi."
"Berat? Apa?" tanyanya terlihat bingung.
"Lupakan Marie," Kataku dan kebetulan saat itu juga dosen mafuckke kelas kami.
Kelas dimulai lalu kami mencatat apa yang diterangkan dosen. Tetapi di pertengahan seseorang masuk ke kelas dengan tergesa-gesa. Seisi kelas menatap Pria yang sekarang berdiri di depan kelas dan telat masuk sekitar setengah jam. Dia gila. Maksudku mana mungkin telat setengah jam dan kau masih memilih untuk masuk. Dosen wanita itu menatapnya dengan geram namun pada akhirnya tatapan itu berubah melembut. Awalnya aku menyangsikan hal itu, tetapi beberapa saat kemudian aku memutar bola mataku karna menyadari apa yang terjadi pada dosen yang katanya super killer ini dan juga mahasiswi yang berbisik-bisik di kelas.
Pria ini tampan. Aku akui sangat tampan. Dia mempunyai rambut hitam yang aku tebak pasti dia cat. Dengan wajah americannya.
"Maafkan aku. Aku benar-benar kesulitan mencari kelas dan harus menghadap dekan terlebih dahulu. Aku adalah mahasiswa pindahan," katanya dengan suara baritone yang merdu. Sial, bukan hanya ketampanannya tetapi suaranya pun dapat menghipnotis wanita.
"Oh bisa dimaklumi. Sebelumnya bisa kau perkenalkan namamu?" Pinta dosen killer itu dengan manis.
Dia menghadap ke arah kami dan ketanpatannya semakin terlihat jelas. Bagaimana rahang tegasnya dan alis tebalnya. "Aku, Zach." Hanya dua kata yang keluar dari mulutnya dan kemudian duduk. Dia benar-benar terlihat misterius. Dia duduk di belakangku membuat punggungku panas dan rasanya ingin menoleh ke belakang. Dan entah bagaimana aku membayangkan bagaimana jika dapat bercinta dengannya. Dibalik hoodie yang dia kenakan pasti dia memiliki badan yang bagus.
***
"Ah! Uh! Uh! Fast please fast!" Aku mendengar suara wanita ketika sedang cuci tangan di kamar mandi. Suara itu berasa dari salah satu bilik kamar mandi kampus ini.
"Shut your mouth and I will make u c*m," sahut sang pria yang seperti aku kenal.
Pintu bilik kamar mandi itu bergerak dan berbunyi karna sedang ada dua orang yang bercinta ada di sana. Beruntung saat itu hanya ada aku dan tidak begitu tertarik. Jadi aku membiarkan mereka dan sibuk mengoleskan lipstick di bibirku.
Brak! Pintu bilik tempat kedua orang bercinta itu tiba-tiba terbuka dan sang wanita kaget menatapku. Dia terlihat malu dan lalu buru-buru pergi keluar. Aku menjadi merasa tidak enak. Dan saat aku melihat sang prianya masih berada di depanku sambil menatapku. Lalu aku cukup kaget karna dia adalah Zach, murid baru yang sangat tampan itu.
"aku tak meyangka bahwa itu kau-" kataku kikuk.
Dia menaikan sleting celananya. "Aku tidak menginginkan itu sebenarnya di hari pertama kuliahku." Katanya santai.
"Lalu kenapa kau melakukannya?"
"Aku pria normal. Dia terus-terusan berusaha mendekatiku dan meremas punyaku ketika di kantin. Untung saja tidak ada yang melihat." Dia tertawa sinis.
Aku akui alasannya benar. "Ehm baiklah, terlihat bahwa gadis itu adalah bitch." Ujarku sambil mengedikan bahu.
"Aku harus segera keluar sebelum orang-orang mengira bahwa ada apa-apa diantara kita. Kita hanya berdua," katanya tidak enak.
Aku terkekeh mendengarnya. "Benarkah kau memikirkan itu?"
"Maksudnya?"
"Maksudku kau meniduri gadis yang bukan pacarmu dan sekarang kau merasa tidak enak hanya karna berdua denganku di toilet?"
Dia tersenyum sangat manis dan membuatku nyaris kehabisan nafas. "Aku memperlakukan seorang wanita seperti apa yang mereka inginkan. Aku permisi dulu."
Dan dia keluar dan saat itu aku tidak dapat berhenti menahan senyumku. Dia aneh, sangat manis, namun dibalik itu seperti ada kemisteriusan.
***
Sebuah mobil menjemputku dan aku masuk ke dalamnya. Louis tersenyum ketika melihatku masuk.
"Kemana Mom?" tanyaku.
"Masih ada pemotretan. Dia sibuk maka aku yang menjemputmu."
Aku mengangguk. "Lalu kau tidak sibuk?"
"Sama sibuknya, tetapi aku akan bertemu seseorang di starbuck dekat sini, jadi sekalian menjemputmu."
"Siapa? Seorang wanita?" Tanyaku meneliti.
Dia terkekeh. Aku dapat menikmati rahangnya bergerak dari samping. Sungguh ayahku ini benar-benar tampan. Rahangnya seperti pahatan. "Tentu saja bukan. Kau mengkhawatirkan aku akan mengkhianati Mom mu?"
"Hem, dia adalah mom ku. Aku tidak ingin dia sakit hati lagi. Kepergian dad pasti membuatnya benar-benar merasa terpuruk."
"Aku tidak akan pernah menyakitinya. Percayalah." Kata Louis sambil menggenggam tanganku lalu mencium punggung tanganku. "Dan juga tidak akan menyakitimu."
Kami berhenti di parkiran depan starbuck. "Apa aku boleh ikut ke dalam Louis? Aku juga ingin membeli minuman mungkin." tanyaku.
"Tentu, tapi aku tidak bisa mengajakmu berada dalam satu meja."
"Tentu saja aku mengerti." Kataku.
"Als, apa kau selalu memakai lipstick sepulang sekolah?" tanyanya sambil melihat wajahku.
Aku langsung menggigit bibirku kikuk. "Tidak sebenarnya. Tapi aku sedang mencoba lipstick baruku, rasanya strawberry sam seperti warnanya jadi aku mencobanya," jelasku.
Tiba-tiba wajah Louis langsung tersenyum menyeringai. "Benarkah strawberry?"
"Ehm ya, sepertinya. Tapi aku rasa itu seperti aroma atau hanya perasa. Jadi tidak benar-benar manis seperti strawberry," jelasku lagi.
"Biarku rasakan."
"A-apa?"
Saat itu Louis telah melumat bibirku. Sial, dia benar-benar good kisser dan aku membalasnya. Dia memegang kepalaku dan melumat bibirku. Dia mengecap bibirku mungkin ingin merasakan rasa yang aku katakana. Kemudian aku dapat merasakan dia tersenyum. Setelahnya lidahnya menerobos masuk ke dalam mulutku dan bertautan dengan lidahku. Kami saling bermain lidah di sana.
Aku terengah-engah dibuatnya. Lalu tangan Louis turun ke pinggulku dan mengangkatku. Aku mengikuti arah tangannya. Dia membawaku ke dalam pangkuannya. Aku duduk membuka ke dua kakiku di atas pahanya. Kami masih berciuman karna saling berhadapan. Louis memelukku dan tangannya bermain di pinggangku sementara aku melingkarkan tanganku di lehernya dan sekali-sekali meremas rambutnya.
Saat itu aku merasakan ada tonjolan besar di balik celananya dan tepat mengenai wilayahku karna aku mendudukinya. Aku menjadi tidak nyaman dan menggerakan pinggulku ke sana kemari.
"Oh s**t Als kau benar-benar membuatku gila," ujarnya dengan suara rapsy sambil mendesah.
Aku lalu terdiam.
"Jangan berhenti Als, goyangkan pinggulmu terus. Gesekan vaginamu ke penisku." Katanya sambil menggerakan pinggulnya. Dan akupun melakukannya.
Aku memakai rok dan ini membuat celana dalamku langsung bersentuhan dengan celananya. Dan celana dalam tipisku benar-benar membuat aku dapat merasakan bagaimana besarnya tonjolan ereksi Louis. Aku merasa tersiksa sekaligus nikmat membiarkan batangnya menusuk-nusuk dan bergesekan.
Louis melepaskan ciumannya dan kami saling terengah. Louis tesenyum kepadaku dan berbisik tepat di telingaku dengan suara rapsynya. "Celanamu dalammu basah sekali sayang."
Pipiku memerah dibuatnya.
"Tidak usah malu, itu berarti kau menikmatinya dan aku suka itu. Kau benar-benar anak manis. Aku harus membuka celanaku atau akan basah karna celana dalammu."
Louis membuka celananya dan menyembulkan keluar batang ereksinya. Aku menahan nafas melihat besarnya terekpos begitu saja.
"Tunggu apa lagi? Buka juga celanamu. Aku sudah tidak tahan masuk ke dalamnya."
Louis menyelipkan satu jarinya ke dalam celana dalamku. Lalu jarinya masuk ke dalam kewanitaanku. Menusuk ke dalamnya lalu mengocoknya. Aku mengerang nikmat.
"Kau benar-benar basah dan siap Als," kata Louis. Lalu tangan kanannya menurunkan celana dalamku.
Tetapi saat itu tiba-tiba handphonenya berbunyi. Louis menghentikan kegiatannya dan membiarkan aku masih duduk diatasnya dengan celana dalam. Tetapi bagaimanapun ereksinya ada kududuki hanya terhalang dengan celana dalam tipis.
"Halo? Ya aku segera kesana! Jangan banyak bicara! Tunggu saja! Aku ke sana sekarang!" Louis berbicara dengan seseorang di telepon dan lalu mematikannya. Wajahnya terlihat kesal dan marah. Aku rasa moodnya berubah buruk sekarang.
"Maaf Als, aku harus masuk sekarang ke dalam." Katanya dan membawaku kembali ke jok mobil sampingnya. Louis segera mengancingkan celananya. Aku benar-benar kurang dibuatnya, tetapi aku tahu Louis sedang ada hal penting. "Kau jadi ikut?"
Aku menggeleng. Aku benar-benar lemas sekarang dan tentunya basah. "Aku lebih baik di sini saja," kataku.
Louis mengangguk. "Aku ke dalam dulu. Tidak lama." Louis mencium keningku dan lalu masuk ke dalam starbuck.