Malam ini Tony hanya bisa terduduk lesu di sofa ruang tamu seraya memandangi smartphone miliknya yang ia harap ada sebuah notif pesan dari Perrie. Dua hari telah berlalu dan gadis itu sama sekali belum membalas pesan darinya, bahkan pekerjaannya dibantu oleh pegawai senior bernama Pevita Eileen.
Deru mobil terdengar di halaman mansion yang membuat Tony melirik untuk sesaat ke arah pintu masuk, ia melipat kedua lengannya di depan d**a dan menyilangkan kaki di atas meja namun beberapa saat kemudian keningnya berkerut kala melihat kehadiran Mark.
"Selamat malam, Tuan," sapa Mark seraya tersenyum, melihat kehadiran Mark membuat Tony menurunkan kakinya dari atas meja.
"Duduklah, ada apa Mark?" Tanya Tony, tidak biasanya bawahan nya itu datang berkunjung.
"Saya ingin menyerahkan surat pengunduran diri dan uang royalti yang dibayarkan oleh Perrie, Tuan," jawab Mark yang membuat Tony melepaskan tautan lengannya di depan d**a lalu menegakkan tubuhnya.
"Pengunduran diri?" Tanya Tony.
"Benar, Tuan," jawab Mark.
"Ada apa? Kenapa mendadak seperti ini? Dia masih sakit?" Tanya Tony bertubi-tubi lalu membuka map yang diberikan oleh Mark, di mana sebuah surat pengunduran diri dan juga selembar cek dengan nominal ratusan ribu dollar tertera di sana. Pantas saja Mark memberikan pegawai senior untuk menggantikan Perrie selama dua hari ini.
"Saya tidak tahu, Tuan," jawab Mark. Dengan perasaan cemas dan kesal akhirnya Tony menghubungi gadis itu. Tak lama kemudian panggilan itu terangkat yang membuat Tony terdiam untuk beberapa saat.
"Ada apa kau menghubungi putriku? Aku sudah memberitahu pihak HRD bahwa Perrie mengundurkan diri," ujar pria dari seberang telfon yang tak lain adalah Vinic.
"Apa alasannya?" Tanya Tony dengan tatapan kosong.
"Aku tidak mengijinkan putriku untuk kembali bekerja jika berujung sakit seperti ini, kau tenang saja, aku sudah membayar denda pinalti nya," jawab Vinic lalu mematikan sambungan telepon tersebut. Tubuh Tony terasa lemas setelah mendengar perkataan dari Vinic, sedangkan Mark pamit untuk undur diri.
Menit demi menit telah berlalu dan Tony masih termenung di tempatnya. Otaknya memikirkan apa alasan Perrie mengundurkan diri hingga ia kembali teringat dengan tatapan Vinic malam itu ketika mereka bertemu, pria paruh baya itu terlihat tidak menyukai nya, apakah Vinic tahu bahwa ia menyukai Perrie? Dan jika memang benar begitu apakah pria itu memberikan sinyal bahwa ia tidak merestui Tony untuk menjalin hubungan dengan Perrie?
Tony segera bangkit dari duduknya lalu memanggil Dannis, ia hendak menemui Willy untuk menanyakan sesuatu. Ketika di perjalanan Tony menghubungi sahabat nya tersebut.
"Kau di mana?" Tanya Tony.
"Aku di apartemen," jawab Willy.
"Baiklah tunggu di sana dan jangan kemana-mana, aku akan menemui mu," ujar Tony lalu mematikan sambungan telepon tersebut sebelum Willy kembali berucap.
Tidak membutuhkan waktu lama bagi Tony untuk tiba di apartemen milik sahabatnya tersebut.
"Ada apa? Wajahmu terlihat begitu serius," tanya Willy ketika Tony memasuki apartemen miliknya.
"Aku butuh bantuan mu," jawab Tony saat mereka sudah duduk di sofa ruang tamu.
"Bantuan apa?" Tanya Willy kembali.
"Mencari tahu data seseorang," jawab Tony, ia mendatangi sahabatnya tersebut untuk mencari tahu data pribadi tentang Vinic. Willy memanglah seorang hacker dan Tony yakin Willy bisa membantunya untuk saat ini.
"Siapa?" Tanya Willy.
"Kau masih ingat dengan gadis yang menemani ku ke pesta pernikahan mu?" Tanya Tony yang diangguki oleh Willy.
"Aku menyukai gadis itu," lanjut Tony sedangkan Willy mengerutkan keningnya.
"Bukankah dia kekasih mu?" Tanya Willy.
"Bukan, dia sekretaris ku, aku putus dengan kekasih ku sehari sebelum pesta pernikahan mu," jawab Tony yang membuat Willy hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Kau ingin mencari tahu tentang gadis itu?" Tanya Willy.
"Tidak, aku ingin mencari tahu tentang ayah dari gadis yang kusukai itu, sepertinya dia tidak suka jika aku menjalin hubungan dengan putrinya," jawab Tony. Mendengar penuturan dari Tony membuat Willy segera mengambil laptop miliknya dan mencari identitas milik pria bernama Vinic Abraham, selagi ia mencari, adiknya Blake datang dan menyapa mereka.
"Hi, Tony," sapa Blake yang membuat Tony mengalihkan tatapannya dari laptop ke arah Blake.
"Oh, hi, Blake. Kau sudah pulang?" Tanya Tony basa basi lalu kembali menatap ke arah laptop.
"Ya, aku tiba dua hari yang lalu," jawab Blake lalu ikit melihat ke arah laptop yang tengah digunakan oleh sang kakak.
"Vinic Abraham? Aku kenal pria itu," ucap Blake yang membuat Tony dan Willy menoleh ke arah pria itu.
"Kau mengenalnya?" Tanya Tony tidak percaya.
"Ya, dia adik dari pengusaha kaya di Los Angeles, kau mencari tahu tentangnya? Ada apa? Ah, tapi aku sarankan jangan mengusiknya," ujar Blake panjang lebar.
"Kenapa?" Tanya Tony sedangkan Blake duduk di sampingnya setelah menenggak minuman bersoda yang ia bawa.
"Dua bersaudara itu berbahaya," jawab Blake kembali mengingat alasan ia mengenal seorang Vinic Abraham.
"Bisa kau ceritakan?" Kata Tony yang membuat Blake menatap pria itu dengan tidak yakin hingga akhirnya ia bercerita.
"Dia dan kakaknya pengusaha terkenal di Los Angeles, tapi hanya beberapa orang yang tau sisi gelap mereka," ucap Blake mulai bercerita yang membuat Willy segera menaruh laptop yang sejak tadi ada di pangkuannya lalu ikut mendengarkan cerita dari sang adik.
"Kakaknya, Brian Abraham adalah seorang psychopath yang tidak segan-segan membunuh lawan bisnisnya dan aku dengar Vinic Abraham tidak jauh berbeda dari sang kakak, bahkan keponakan nya adalah bandar narkoba di Los Angeles, hanya saja tikus-tikus di sana sangat senang dengan suapan," lanjut Blake bercerita panjang lebar.
"Keponakan? Maksud mu pria yang bernama Arthur?" Tanya Tony ketika mengingat bahwa kekasih adiknya tersebut adalah sepupu dari Perrie.
"Ya, Arthur Abraham," jawab Blake yang membuat Tony tercengang, pantas saja adiknya berpacaran dengan pria itu, mereka sama-sama seorang bandar.
"Bagaimana kau mengenal dia?" Tanya Willy kepada sang adik.
"Dosen ku hampir saja dibunuh olehnya saat ia tertangkap basah menipu pria itu, dari situlah dosen ku memberitahu tentang sisi gelap Abraham bersaudara tersebut," jawab Blake.
Tony termenung untuk sesaat sedangkan Willy menatap ke arah pria itu. "Bagaimana? Ku masih mau melanjutkan ini semua?" Tanya Willy.
"Melanjutkan apa?" Tanya Blake yang membuat Willy mengusap wajah adiknya tersebut.
"Kau ingin tahu saja, mana spaghetti yang kau janjikan?" Tanya Willy yang membuat mereka berdebat sedangkan Tony masih termenung memikirkan langkah apa yang akan ia ambil setelah ini.