KECUPAN

1029 Words
Satu bulan kemudian. Pagi ini Tony tiba di kantornya lebih cepat daripada biasanya, ia ingin segera bertemu dengan Perrie, entah mengapa kini ia lebih banyak memikirkan gadis itu ketimbang beberapa tawaran kerjasama yang diterima oleh nya satu bulan ini. Tony berhenti sejenak di depan pintu ruangannya ketika ia belum melihat keberadaan Perrie di meja kerja gadis itu. Ia lalu melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul delapan pagi, tanpa berpikir yang aneh-aneh ia segera memasuki ruang kerjanya. Satu setengah jam telah berlalu dan Tony belum juga melihat kehadiran Perrie yang memasuki ruang kerjanya untuk memberikan beberapa berkas yang perlu ia tanda tangani sedangkan saat ini sudah memasuki jam kerja. Tony bangkit dari kursinya namun pintu ruangannya diketuk oleh seseorang yang membuat ia tersenyum kala mengira orang tersebut adalah Perrie, Tony kembali duduk di kursinya dan mempersilahkan orang tersebut untuk masuk. "Pagi, Tuan," sapa Mark yang membuat senyum di wajah Tony memudar dan tergantikan oleh raut bingung. "Ya," jawab Tony masih linglung. "Saya ingin memberitahu bahwa hari ini Perrie tidak masuk bekerja dikarenakan sedang sakit, Tuan," ujar Mark, mendengar bahwa gadis yang mencuri hatinya itu tengah sakit membuat tubuh Tony membeku. "Baiklah," ucap Tony akhirnya yang membuat Mark pamit undur diri. Tony segera membuka smartphone miliknya, terdapat dua pesan yang dikirimkan oleh Perrie yang mengatakan bahwa gadis itu tidak bisa masuk untuk hari ini. Kau sakit apa? Ketik Tony lalu mengirim pesan tersebut. Ia menghela nafas dengan kasar lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi kerja nya. Ia tidak bersemangat hari ini tanpa kehadiran Perrie. Mungkin nanti sepulang dari kantor ia akan menjenguk gadis itu di apartemen nya. Waktu terus berlalu, tidak terasa jam telah menunjukkan pukul lima sore. Tony bergegas membereskan meja kerjanya lalu keluar dari ruangan seraya terburu-buru yang membuat Dannis mengernyitkan keningnya menatap tuan nya tersebut, Dannis segera berlari mengikuti Tony yang membuat pria itu menoleh ke arah Dannis tanpa menghentikan langkahnya. "Kita ke apartemen Perrie sekarang," kata Tony yang diangguki oleh Dannis bahkan pria itu berlari lebih dulu mendahului Tony. Tony membuka smartphone miliknya ketika sudah berada di dalam mobil, seharian ini Perrie tidak menjawab satu pun pesan dari nya yang membuat ia begitu cemas dengan kondisi gadis itu, terlebih lagi saat ini Perrie sudah tinggal seorang diri tanpa kedua orangtuanya. Setiba nya di loby apartemen, Tony kembali berlari memasuki lift, menekan angka lantai dimana Perrie tinggal sedangkan Dannis memarkirkan mobil milik Tony. Tony menekan bel apartemen milik Perrie setibanya ia keluar dari lift, butuh waktu beberapa menit hingga Perrie membukakan pintu apartemen tersebut. Perrie terkejut kala melihat Tony yang berdiri di hadapannya, karna terlalu pusing membuat ia tidak sempat mengintip siapa yang menekan bel pintu apartemen miliknya dari layar interkom. "Kau baik-baik saja?" Tanya Tony, raut cemas tidak bisa ia sembunyikan saat ini ketika melihat wajah Perrie yang begitu pucat, ia segera menempelkan punggung tangannya ke dahi gadis itu. "Kau demam, boleh aku masuk?" Tanya Tony yang diangguki oleh Perrie, ia tidak memiliki tenaga untuk menjawab pertanyaan dari pria itu. Tony menuntun Perrie memasuki apartemen lalu mendudukkan gadis itu di sofa ruang tamu. "Kau sudah makan? Sudah minum obat?" Tanya Tony yang dijawab dengan gelengan kepala dari Perrie. "Baik, berbaringlah di sini, aku akan membuatkan sup ayam untuk mu," ucap Tony lalu bangkit dari duduknya, ia menoleh mencari meja pantry dan setelah menemukannya ia bergegas ke arah sana sedangkan Perrie merebahkan tubuhnya pada sofa, tak lama setelah itu Perrie mendengar suara Tony yang sedang menelepon seseorang untuk membelikan obat demam. Lima menit kemudian bel apartemen berbunyi, Tony segera membukakan pintu dan mengambil obat penurun panas yang dibawakan oleh Dannis, setelah itu Dannis kembali pergi menunggu tuan nya tersebut di parkiran gedung. Sup ayam yang dimasak oleh Tony sudah matang, ia menyajikan sup tersebut ke dalam mangkuk lalu menghampiri Perrie yang tengah meringkuk di atas sofa, hati Tony teriris melihat pemandangan itu. Tony mengusap lembut surai milik Perrie, membangunkan gadis itu yang membuat Perrie mengerjapkan kedua matanya. "Makanlah sup nya selagi hangat, aku bantu," ucap Tony. "Kau tidak perlu repot-repot seperti ini," ucap Perrie dengan lirih yang masih bisa didengar oleh Tony. "Jangan membuat ku semakin kesal, Perrie. Kau seharian belum makan dan minum obat lalu kau bilang tidak usah repot-repot? Yang benar saja," ujar Tony panjang lebar. "Kau terlihat begitu mencemaskan ku," lanjut Perrie sedangkan Tony menyendok bubur yang ada di mangkuk. "Tentu saja aku cemas, kalau kau tidak masuk, siapa yang akan menghandle pekerjaan mu?" Tanya Tony dengan kesal lalu meniup sup yang ada di sendok sedangkan Perrie terkekeh mendengar gerutuan pria itu. "A," kata Tony seraya menyodorkan bubur ke arah Perrie. Perrie membuka mulutnya dengan perlahan lalu mengunyah sup buatan pria yang ada di hadapannya saat ini. Menit demi menit berlalu dengan keheningan, sesekali Perrie menatap langit kota Manhattan yang telah berubah menjadi hitam dari balik kaca balkon. "Setelah ini minum obatnya dan jika ada apa-apa panggil saja aku," ucap Tony memecah keheningan tanpa mengalihkan kegiatannya yang masih meniup sup. Perrie menatap pria itu. "Maksud mu?" Tanya Perrie. "Aku akan berjaga di pintu depan," jawab Tony lalu kembali menyodorkan bubur ke arah Perrie namun kali ini Perrie tidak membuka mulutnya. "Ada apa? Kau sudah kenyang?" Tanya Tony. "Kau tidak perlu berjaga di depan pintu, Tony. Aku baik-baik saja," ujar Perrie. "Diam lah atau ku cium," ancam Tony dengan kesal, ia begitu cemas dengan gadis itu tapi Perrie seolah tidak peduli dengan keadaan tubuhnya. "Memangnya kau berani?" Tanya Perrie yang membuat Tony membeku mendengar pertanyaan dari Perrie, melihat raut terkejut di wajah Tony membuat Perrie terkekeh, tidak mungkin pria itu berani menciumnya hingga, Cup Kecupan kecil terasa begitu hangat di pipi Perrie yang membuat gadis itu terdiam sedangkan Tony menatap Perrie dengan menantang. "Apa? Kau pikir aku takut?" Tanya Tony. "TONY!!!!!" pekik Perrie lalu memukul d**a bidang pria itu berulang kali dengan muka merah padam sedangkan Tony tertawa melihat tingkah Perrie saat ini. "Kau m***m!" Ucap Perrie. "Aku sepuluh tahun lebih tua darimu jika kau lupa," ucap Tony seraya terkekeh, kecupan seperti itu bukanlah hal yang tabu baginya namun harus ia akui bahwa ia merasa gugup mengecup wajah Perrie beberapa menit yang lalu. Perrie mendengus kesal mendengar fakta yang dilontarkan oleh Tony, pria itu mungkin saja sudah melakukan hal yang jauh lebih gila dibandingkan sebuah ciuman.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD