Teng! Teng! Teng!
Lonceng sudah dibunyikan oleh pak Sadikin, membuat semua siswa gegas bersiap untuk mengikuti upacara bendera di lapangan.
Namun, tetap berbeda dengan Ello dan ketiga temannya. Melihat teman sekelas yang sibuk memakai topi dan membenarkan dasi, mereka tetap santai duduk didalam kelas. Ikut keluar saat teman-temannya sudah berkumpul di lapangan. Tentu menuju rooftop, bukan di lapangan.
“Tumben lo beli mentol?” Zayn melirik Ello yang mengeluarkan sebungkus rokok dari saku celana.
Tak menjawab, Ello nyerobot korek ditangan Lexi, lalu menyalakan rokok yang sudah terselip dimulutnya.
Verso meraih rokok rasa mentol milik Ello. “Nyoba yang belum pernah ah,” ngomongnya.
“Eh, su! Gue masih penasaran deh. Mbak Tere siapa sih?” Lexi melirik Ello setelah kepulan asap keluar dari mulutnya.
“Iya, gue juga penasaran. Siapa dia?”
“Calon nyokap?” Verso menduga.
“Ato bokap lo malah dah nikah?” timpal Zayn.
Ello menatap wajah temannya satu per satu. Lalu mentonyor kepala mereka secara bergantian.
“Sok tau!” sembur Ello. Kembali menghisap rokoknya, detik kemudian kepulan asap menguar ke udara.
“Yee ... Siapa tau kan, lo udah punya ibu tiri.” Lexi beranjak, menatap kebawah, kearah lapangan yang sudah mulai dengan kegiatan upacara.
“Waktu SD dulu ya, impian gue selalu pengen jadi pemimpin upacara yang berdiri memimpin semua orang. Di perhatiin dan didengerin. Tapi pas udah gede gini kok sekalipun nggak pernah ikut upacara ya?” curhat Zayn tiba-tiba.
Ketiga temannya terkekeh.
“Ngenes banget ya nasib lo. Jomblo mulu, nggak ada yang merhatiin.”
“Nyoba kawin aja, nyet. Lo yang nangkring.” Usul Verso.
Zayn langsung nonyor kepala Verso. “Lambemu!”
Semua terkekeh. “Coba tanya Lexi. Kalo diatas, udah pasti itu jadi pemimpin.”
“Ngapa lo bawa-bawa gue, njiir!” Lexi tak terima namanya terseret.
“Di sini, lo yang udah pernah tanam cebong, Lex.” Balas Verso.
“Eh, iya. Gue mau nanya, lo pake ngumpet keselangkangan nggak, Lex?” tanya Zayn dengan wajah keponya.
Seketika itu Lexi mentonyor kepala Zayn sampai cowok itu oleng. “Astaga, nyebut lo, Zayn! Dosa itu!”
Kedua tangan, milik Zayn dan Verso mentonyor kepala Lexi bergantian.
“Gayaan dosa!”
“Lo kira nangkring jadi pemimpin nggak dosa apa! Kamvret lo!”
“Itu kebutuhan, Tukimin!” Lexi membela diri. “Menurut kitap nih ya, nangkring jadi pemimpin itu bisa membunuh beberapa setan. Apa lagi nangkringnya pas malam jumat.”
Zayn mencebik. “Itu kalo udah nikah, monyet! Kalo belom nikah, pen*s lo bisa di colek pakai api neraka.”
“Astagfirloh, bahasa lo kasar banget, ngab.” Verso menimpali.
“Lha, emang selain pen*s apaan?”
Ello beranjak. “Jijik! Kalian mau solo-soloan, hum? Gue cabut.”
“Tanam aja belom, udah cabut. Hahah ....”
Ello geleng kepala dengan senyum kecil. Lalu melangkah meninggalkan rooftop. Dia memang lebih banyak diam saat bersama teman-temannya. Berbeda jika dirumah, apa lagi dengan Tere. Entah apa penyebabnya.
**
Suamiku
[Pulang jam berapa, istriku?]
Tere mengeryit. Sejak kapan ada kontak yang tersimpan di ponsel dengan nama ‘suamiku’?
Tere memejam dalam, menahan kesal tentunya. Kapan Ello memasukkan nomornya disini? Gimana bocah itu bisa tau kunci pola diponselnya.
Sally menyenggol lengan Tere. “Gimana? Lo setuju nggak? Lumayan lho, kita bisa dapat 30% dari hasilnya. Ini belum termasuk bonus dari mereka.” Ucap Sally yang duduk disebelahnya, menyaksikan presentasi clien.
Tere tak lagi fokus, bayangan wajah nyebelin Ello terlintas dikepala. “Ambil aja. Lo urus semuanya.”
Kembali ia fokus dengan ponsel ditangan.
[Kamu kok bisa masukin nomormu di hapeku?] Send Suamiku.
Tere merasa geli membaca kata-kata suamiku. Tapi detik kemudian dia tertawa kecil. Membuat semua orang diruang meeting menatap kearahnya.
[Masukin yang lainnya aja bisa. Apa lagi Cuma nomor ponsel.]
[Eh, istriku, pulang nanti kita kencan dulu ya.]
Lagi, Tere tertawa kecil, tentu ngebayangin ekspresi Ello jika ngomong kek gini didepannya. Di sertai mata yang berkedip dengan senyum imut yang bikin pen nampol.
Kembali Sally menyikut lengan Tere. Membuat Tere menatap kearah semua orang yang sedang menatapnya.
“Eh, maaf ya.” Ucapnya. “Udah selesai, Sal?” bisiknya pada Sally.
“Udah.” Jawab sally dengan berbisik juga.
“Deal ya, kita kerja sama. Untuk uang muka, kami akan kirim sesuai tanggal yang akan ditentukan.” Lanjut Tere dengan kalem, tapi tegas.
Yudha berdiri, menundukkan sedikit badan dengan senyum yang mengembang. “Terima kasih banyak, bu Tere. Saya sangat senang bisa bekerja sama dengan Eldrax group.”
Tere membalas senyum itu. “Sama-sama, Pak.”
Mereka berjabat tangan untuk kerja sama yang telah disetujui.
**
Istriku
[Ogah! Aku udah tua, nggak butuh kencan.]
Ello tersenyum membaca pesan balasan dari Tere.
[Emang tanda tua apa sih? Giginya ompong? Ato ubanan?] Send istriku.
“Nyet, ke kelas.” Interupsi Lexi sambil menyikut lengan Ello.
Cepat Ello meneguk minuman hingga tandas. Lalu mengekor ketiga temannya menuju kelas.
“Siang, warga Talafana.” Seru Verso saat memasuki kelas.
Semuanya mencebik menatap keempat cowok yang beriritan masuk.
“Masuk kelas karna tau kalo sekarang jamnya kosong.” Celetuk Emili yang jadi bendahara di kelas.
Verso menjawil dagu gadis berambut ikal itu. “Si eneng pinter!”
“Iissh, najis, Ver!” Emili mengelap dagunya kasar.
“Basuh tuh, Em, pake kembang tuju turunan.”
“Tuju rupa, kamvret! Mana ada kembang tujuh turunan, anying!”
“Eh, ada murid baru ya?” Tatapan Zayn terarah ke kursi yang tepat berada disamping Ello.
Bahkan Ello tak menyadari itu. Ia fokus dengan ponselnya, scroll akun baru dengan beberapa foto yang lebih menarik dari pada murid baru pindahan dari Swedia disampingnya.
“Hey,”
Ello mengangkat kepala, menatap uluran tangan yang berada tepat didepannya.
“Kenalin, gue Raisa Guahanita Atmaja.” Gadis berambut coklat dengan segala kecantikan yang membuat teman prianya mengagumi. Tapi berbeda dengan Ello yang masih saja diam, bahkan tak menyambut uluran tangan itu.
“Ya.” Hanya itu yang keluar dari bibir manisnya.
Raisa terlihat membuang nafas kasar. Kembali duduk di mejanya tanpa beralih tatap ke Ello. Lexi yang satu bangku dengan Ello menahan tawa. Sudah sangat biasa Ello cuek dengan banyak wanita.
“Eh, betewe, mobil yang warna merah tadi punya lo bukan sih? Soalnya gue tadi pas di lampu merah sempet liat lo.” Kembali Raisa mencari obrolan.
From istriku.
[Umurku udah 24 tahun. Nggak cocok main kencan-kencanan]
Ello sibuk mengetik pesan balasan. [Ok, nggak jadi kencan. Tapi ntar malem kita main ular naga aja] send istriku.
“Lo masukin mobil ke benkel temen papa gue aja. Modifnya bagus banget lho, pelayanannya juga kelas VIP.” Masih terdengar celoteh Raisa yang membuat telinga Ello berdengung.
Ello merogoh tasnya, memasang headseat dikedua telinga agar tak lagi dengar ocehan Raisa.
“Iissh, dasar!” kesal Raisa, memukul meja pelan.
**
From Suamiku
[Gue didepan]
Cepat Tere ngetik pesan balasan [Bentar lagi] send Suamiku.
Tere kembali meletakkan ponsel keatas meja. Menyimpan beberapa file, lalu mematikan laptopnya. Menatap jam warna maroon yang melingkar dilengan kiri. Membenarkan sedikit dandanannya, lalu meraih tas, memasukkan ponsel dan melangkah keluar dari ruangannya.
“Sal, gue balik ya.” Pamitnya pada Sally yang masih fokus didepan layar.
Sally mengalihkan pandangan, menatap jam ditangannya. “Tumben, ini baru jam empat.”
Tere sedikit tersenyum. “Di jemput.”
Sally ikutan tersenyum. “Suami lo udah didepan?” Tere ngangguk. “Yaudah, gue ikut turun. Pen liat detail suami lo.”
“Yaudah, yuuk.”
“Bentar, gue save dulu.” Sally kembali dengan mouse dan segera mematikan komputernya.
Beberapa menit kemudian, Tere dan Sally keluar dari ruangan itu bersama. Tanpa sengaja tatapan Tere mengarah pada Bian yang duduk diatas meja Caudia.
“Sal, bukannya tadi gue acc lembur dua jam dibagian pemasaran ya?” tanyanya ke Sally yang juga perhatiin ruangan sebelah.
Sally ngangguk. “Lo cemburu, Re?”
“Ppckk,” Tere geleng kepala. “Rasanya masih sakit sih, tapi udah sedikit beda. Tapi gue nggak suka duit lembur yang nggak sedikit kebuang percuma. Mereka ini nggak kerja, tapi pacaran.” Menuding kearah Bian yang terlihat tertawa kecil sambil mencoel pipi Caudia. “Hampiri sono, Sal! Tarik SPL yang tadi gue acc. Nggak sudi, duit gue habis Cuma bayar orang pacaran.”
Sally tersenyum lebar. “Siip!”
Sally berjalan dengan elegan memasuki ruangan milik Bian. Ya, atasan dibagian pemasaran ini adalah Abiansyah Wicara—mantan kekasih Tere.
Melihat Sally masuk, Bian turun dari meja Caudia, sedikit mengulas senyum.
“Ada yang bisa saya bantu, bu Sally.” Sapa Bian dengan sok ramah.
Sally menautkan alis. “SPL bagian pemasaran ditarik ulang. Kalian nggak dapat ijin lembur dari Bu Dirut. So, pulang aja.” Tutur Sally.
Bian terlihat sangat terkejut. “Kok bisa? Kerjaan kita numpuk lho. Tadi aja habis masuk tiga perusahaan yang masih perlu kita periksa datanya.”
Sally mengedikkan kedua bahu. “Nggak tau sih, tapi Cuma amanat itu yang gue terima. Mending langsung absen pulang aja. Dari pada terus disini tapi nggak dibayar.” Sally tersenyum mengejek. “Dah ya, gue mau nganter bu Dirut pulang dulu.”
Bian terlihat sangat kesal dengan satu tangan yang terkepal. “b******k!” memicing saat melihat Sally yang menghampiri Tere, lalu berjalan barengan masuk kedalam lift. “Ternyata cemburu? Sampai ngebawa dalam kerjaan. Cckk, katanya profesional, ternyata ....” Biqn geleng kepala.
Caudia melingkarkan tangan dilengan cowok yang telah lama menjalin hubungan dengannya. “Yaudah sih, kita pulang aja. Ngapain juga kita tetep disini tapi nggak dibayar.”
“Yang lain udah kamu kasih tau?”
Caudia ngangguk. “Mereka juga siap-siap untuk pulang.”
“Nunggu mereka pulang, kita main bentar diruanganku.” Mengedipkan satu mata dengan senyum yang menggoda.
Caudia tersipu. “Iihh, ketagihan. Semalam kan udah.”
“Lagi kan nggak apa, sayang.”
Kedua manusia itu kembali masuk ke ruangan. Tentu untuk melanjutkan lembur ala mereka.
**
Sally mencengkram erat lengan Tere saat mereka sudah sampai di lobby.
“Lo kenapa sih, Sal. Sakit tauk!” memukul pelan tangan Sally.
“O-em-ji, Re. Suami lo imut banget. Iiih, pen cium.” Menghentakkan kaki dan begidik kegirangan. Keliatan banget kalo gemes sama Ello.
Tere menatap keluar gedung. Ello berdiri disamping pintu mobilnya dengan bersedekap. Tampilan ala bocahnya memang sangat melekat. Celana sobek dibagian lutut, kaos hitam yang berpadu jaket warna dongker. Rambut yang berwarna coklat dan sedikit panjang itu membuatnya terlihat lebih tampan dan sangat imut. Tanpa sadar Tere mengulas senyum. Ya, dia pun mengakui jika Ello memang sangat tampan. Merasa bersyukur mendapatkan suami sepertinya, bukan lelaki yang sudah beristri seperti di aplikasi online kala itu.
Ello tersenyum saat satpam membukakan pintu kaca, lalu terlihat Tere dan Sally yang melangkah keluar.
“Hati-hati, Bu Tere,” sapa pak Satpam.
“Iya, makasih, pak.” Balas Tere dengan sedikit senyuman.
Dua wanita ini kembali melangkah mendekati Ello.
“Nunggu lama ya?” sapa Tere saat sudah berdiri didepan Ello.
“Iya.” Jawabnya tanpa bohong.
“Iisshh,” desis Tere dengan sedikit senyum. “Eh, kenalin. Ini Sally, sahabatku, partner kerja juga.”
Sally tersenyum menatap cowok imut yang terlihat cool dimatanya. Lalu mengulurkan tangan ke Ello.
Ello menjabat tangan Sally. “Ello.” Sedikit melempar senyum, dan itu menambah keimutannya. Membuat Sally makin gemas.
“Astaga, beruntung banget sih Tere nikah sama kamu.” Ucap Sally dengan senyum penuh kagum.
Ello menautkan alis, tersenyum miring, lalu memasukkan kedua tangan ke saku celana. “Kenapa? Gue ganteng ya?”
Tanpa bohong, kepala Sally ngangguk cepat. Membuat Ello tertawa kecil. Lalu melirik Tere yang tersenyum melihat interaksi mereka.
“Mbak Sally juga cantik.” Puji ello, sengaja pen jahilin Tere.
“Aaa ... Makasih, dek.” Memegangi kedua pipi dengan senyum mengembang.
Tere menarik lengan Ello. “Iihh, masih kecil ngegombal. Ayo pulang.” Ajaknya, terlihat tak terima jika Ello memuji cewek lain.
Ello tertawa lirih, menuruti istrinya, membuka mobil dan masuk ke kursi kemudi.
Tere melambaikan tangan ke Sally saat mobil melaju meninggalkan gedung.
“Mbak,” panggil Ello tanpa menoleh sedikitpun.
“Hhmm.”
“Mbak Sally udah punya pacar belum?” tanyanya iseng.
Tere menoleh dengan mata melotot. “Jan macem-macem ya!” terlihat kalo nggak suka sama pertanyaan Ello.
Ello tersenyum, melirik Tere sekilas. “Kenapa? Gue kan Cuma nanya.”
"Ya ... nggak apa-apa sih. Cuma ... umm ...." Tere terlihat salah tingkah. Bingung nyari jawaban. Membuat Ello tertawa kecil. "Sally udah punya cowpk." jawabnya dengan nada kesal.
"Yaah ...." terdengar sangat kecewa. "Telat dong gue."
"iissh!" desis Tere dengan melirik Ello.
soory gaje, gw juga bingung. keknya g dapat feeln