11. Keegoisan Vector Jade.

1653 Words
"Hik, hik, kenapa kau kejam sekali padaku?" ucapan Catalina melemah, masih dalam posisi memukul d**a pria di bawahnya, meski sudah sangat lelah. Catalina hanya bisa terisak pilu, sedang Vector hanya diam tanpa berucap sepatah kata pun. Catalina muak dengan pria di bawahnya yang sama sekali tak merespon apa pun yang dia ucapkan, yang mana justru menatapnya dengan tatapan bodoh. Dengan kasar gadis itu mengusap wajahnya yang basah terkena air mata. Tidak, Catalina tidak boleh lemah. Dalam hitungan detik, Catalina kembali memasang wajah datarnya lagi. meraih revolver yang sempat ia letakkan di sampingnya, dan mengarahkan benda tersebut ke arah kening Vector. "Bertanggung jawab-atau aku akan melenyapkanmu sekarang juga!" gertak gadis itu dengan kilatan kemarahan yang terpancar di wajahnya. Vector tersentak dengan kata-kata Catalina, memandang tajam wajah gadis yang menodongkan senjata kearahnya dengan tatapan penuh amarah menggebu. "Ck, kenapa kau begitu yakin jika itu anakku, hm?" Vector berdecak sembari menukikkan sebelah alisnya begitu mengejek. Catalina sudah hilang kesabaran, menyunggingkan sebelah bibirnya. Ia benar-benar muak dengan pria sialan yang sayangnya sangat tampan di bawahnya ini. DOR!! Satu tarikan peluru menembus bahu lebar pria tersebut. "Jalang sialan!" umpat Vector, menutup bahunya yang terasa panas bekas tembakan yang dilakukan Catalina, perlahan darah merembes keluar melalui sela-sela jemarinya. Memandang sengit ke arah gadis yang tersenyum mengerikan di hadapnnya tersebut. Dengan susah payah Vector mendorong tubuh Catalina dari atas tubuhnya, hingga membuat gadis itu sedikit memundurkan tubuhnya hendak jatuh. Vector meremas surainya, kepalanya terasa berputar karena ulah Catalina, di tambah bekas tembakan di bahunya yang terasa begitu ngilu. Namun itu bukan apa-apa bagi ketua Mafia seperti Vector, luka seperti itu hanya bagian kecil yang ia rasakan selama ini. Benar-benar tak berarti sama sekali. "Bertanggung jawablah Vector!" teriak Catalina sekali lagi, kini dia benar-benar menempelkan ujung senjata apinya di depan kening Vector, ia tidak pernah main-main dengan apa yang dia lakukan sekali pun harus membunuh ketua Mafia b******k di hadapannya ini. Vector menatap datar tanpa ada rasa takut sedikitpun pada gadis di hadapannya. "Apa maumu?" tanyanya begitu dingin. Meludah kasar di lantai samping Catalina. "Nikahi aku!" Vector terkekeh remeh sembari menggeleng, apa gadis itu bilang? Menikah? Ck, jangan bermimpi. Di dalam kamus seorang Vector tak ada kata menikah. Untuk apa menikah jika dia saja bisa keluar masuk ke dalam lubang kenikmatan semua gadis yang dia inginkan. "Kau berani memerintahku? Ingatlah ... kau hanya seorang jalang. Jangan bercanda, Catalina." Santai Vector yang mana semakin membuat Catalina tersulut emosi. Catalina menggenggam erat kepalan tangannya. Ia benar-benar emosi, tatapan Vector yang begitu meremehkan dirinya membuat hati Catalina terasa tercabik-cabik. Ia benci dengan pria ini, sangat membencinya. Dengan cepat gadis itu menarik surai pria di hadapannya hendak menghajarnya lagi, tetapi pria itu terlebih dahulu mengambil tindakan. Dengan cepat Vector mendorong tubuh Catalina hingga terlentang dengan berganti posisi, Vector berada di atas tubuh Catalina. Menatap tajam kedua bola mata berkaca-kaca gadis di bawahnya yang memandangnya penuh luka. "Berani sekali kau kepadaku, hm?" desis Vector. "Kau benar-benar b******n yang sesungguhnya, Vector." Ujar Catalina yang kini mulai meredupkan tatapan matanya, pancaran mata itu menyiratkan akan luka yang begitu mendalam. Membuat hati Vector berdesir, mendadak luluh. Ia berdiri dari atas tubuh Catalina dan berlalu menuju ke kamar mandi. Ingatlah! Pria itu belum sempat memakai sehelai benangpun di tubuhnya. Catalina terisak lirih, perlahan mendudukkan tubuhnya, menatap perut datarnya dan memberinya elusan lembut. "Maafkan aku, dua bulan aku mencoba menahannya untuk kita berdua. Nyatanya aku tidak bisa baby. Aku tidak sanggub melihat ayahmu bersama dengan gadis lain." senyuman lembut terukir di bilah bibir Catalina. Yah! Benar memang Catalina tengah mengandung tiga bulan, dan dia mengetahui jika dirinya hamil semenjak usia kandungannya masih menginjak satu bulan. Selama itu pula Catalina merahasiakan kendungannya dari siapa pun termasuk ayah dari bayi yang ia kandung-Vector. Tentunya karena gadis itu masih ragu dengan apa yang dia rasakan selama ini. Awalnya dia merasa jika akan baik-baik saja dengan keadaanya saat itu. Hidup sendirian dengan calon anaknya kelak. Tanpa ada campur tangan dari Vector, mengingat pria itu sudah memiliki Yura dalam hidupnya. Lagipula-Catalina juga tidak akan memiliki rasa lebih terhadap Vector. Namun dugaanya ternyata salah, seiring berjalannya waktu hatinya berkata lain. Nyatanya ia tertarik ke dalam zona pria sialan itu. Catalina baru menyadari hal itu, pada saat Vector menghilang di Jepang beberapa bulan yang lalu. Pada saat itu-Catalina sadar jika Vector bergitu berarti bagi kehidupannya. "Bersabarlah ... Mommy janji akan menyeret pria b******k itu untuk menikah denganku dan menjadi ayah untukmu." Catalina tersenyum sembari mengelus perutnya yang mulai terasa berisi. Alasan Catalina sakit beberapa bulan yang lalu, karena trimester pertama kandungannya yang masih sangat rentan, Catalina terlalu memikirkan tentang Vector dan membuatnya drob. Di tambah dia tidak menjaga asupan makannanya dengan teratur. Hal itu sempat membuat kandungan Catalina melemah. Hah! Catalina sengaja menyuap dokter pribadi Vector agar tidak membuka mulut pada siapapun tentang kehamilannya selama itu, terlebih pada sang tuan. Jika sampai dokter itu berani membuka mulutnya, maka Catalina bersumpah akan melenyapkan dokter tersebut. Tanpa Catalina ketahui, sosok pria yang sedari bersembunyi di dalam kamar mandi mendengarkan cicitan lirihnya, berlahan tanpa pria itu sadari-air mata mengalir membasahi wajah hancurnya. . Di bawah mansion milik Vector, terengar begitu riuh. Mereka berbisik-bisik sembari menengok ke arah lantai atas, sedari tadi mereka medengar bunyi orang tengah bertengkar dan juga bunyi tembakan senjata api. Mereka semua takut jika terjadi apa-apa pada tuannya, tetapi mereka tidak berani berbuat apa-apa selain hanya diam, atau kalau tidak-mereka sendiri yang nanti akan menjadi korban dari amukan sang tuan. Catalina tersenyum begitu manis, berjalan menuruni tangga dari lantai atas. "Bisa kalian bawakan aku s**u coklat dengan es krim bercampur buah-buahan. Bawakan ke kamarku, aku tidak mau makan di sana." Menunjuk ke arah ruang makan. Catalina kembali mejuju ke ruang kamarnya. Tak berapa lama Vector muncul dari balik pintu lift dengan penampilan kacaunya. Memanggil anak buahnya untuk mengobati dan mengeluarkan peluru yang bersarang di dalam bahunya. Salah satu anak buah Vector terkejut dengan penampilan sang tuan. "Apa yang terjadi pada Tuan?! Siapa yang berani melakukan semua ini pada ketua?!" paniknya, dengan cekatan mengambil peralatan medis. "Catalina." Singkat Vector dengan santainya, sembari mematik rokok, dan mengapitnya dengan bilah bibirnya yang membengkak. "Ck, beraninya dia, aku akan-" "Berani kalian bertindak dan menyentuh gadis itu, maka nyawa kalian yang akan menjadi gantinya." GLEGG!! Meraka tak berani berucap, mencari aman dengan diam lebih baik, mereka tidak ingin mati lebih cepat. Diam-diam Vector tersenyum lembut di balik wajahnya yang kacau, entah apa yang membuat pria itu sedikit merasa lega. . Catalina memakan makanan yang baru saja dibawakan pelayannya dengan sangat nikmat, menghabiskan hingga titik terkahir dan meneguk s**u coklat yang masih tersisa hingga tandas. "Kau sudah kenyang, hm?" menepuk kecil perutnya yang terasa mengeras. Sembari tersenyum lembut, seakan gemas dengan calon anak yang ada di dalam perutnya. CKLEK!! Suara pintu terbuka mengalihkan atensi Catalina, dengan cepat ia menoleh ke sumber suara dan ternyata itu adalah Vector, yang kini sudah sedikit manusiawi. Wajahnya tak lagi berlumuran darah hanya saja terdapat banyak perban di sana sini. "Ehem." Vector berdehem kecil berjalan ke arah tempat tidur Catalina. Mendudukkan tubuhnya di samping gadis yang kini terduduk berandar di headbad sembari membuang muka. Vector mendengus pelan. Menatap lembut ke arah gadis di hadapannya. "Apa benar anak yang ada di dalam kandunganmu itu anakku?" tanya pria itu dengan nada lembutnya. Catalina kembali tersulut emosi, meraih pisau yang ada di atas buah di sampingnya. Siap menghujam pria b******k di hadapannya ini. "Kau berani bertanya sekali lagi, maka aku akan melenyapkanmu!" Catalina hendak menancapkan benda tajam itu ke arah Vector, tetapi ia kalah cepat dengan pria tersebut. Vector dengan cepat menghalau pergerakan gadis tersebut dan membuang pisau dari tangan Catalina. Catalina mendengus kesal, kembali menyandar di kepala ranjang. "Bagaimana kau sangat yakin jika anak itu adalah anakku?" tanya Vector sekali lagi. dia hanya ingin memastikan apa benar jika anak yang di kandung Catalina adalah darah dagingnya. Catalina terkekeh pelan sembari menggeleng. "Memangnya aku pernah berhubungan dengan pria lain selain dirimu, hm? Bahkan kau sendiri yang selalu membunuh siapapun pria yang berani dekat denganku. Kau benar-benar egois, Vec." Vector menautkan kedua alisnya. "Bagaimana kau bisa tahu jika aku yang melakukan semua itu?" heran pria itu. Catalina bukan gadis bodoh yang tidak mengetahui apapun perilaku licik ketua Mafia ini. "Siapa lagi orang paling b******k yang mampu melakukan semua itu selain dirimu." "Memangnya kau tidak puas hanya dengan bermain denganku?" tanya Vector, dia tidak suka jika Catalina berhubungan dengan pria lain selain dengan dirinya. "Berkacalah Vec! Kau seenaknya sendiri bermain dengan Yura, apa kau pikir aku suka melihat semua itu, hah?!" marah Catalina. Sontak kata-kata yang diucapkan Catalina mampu membungkam mulut Vector. Ia tak menyangka jika Catalina akan berucap demikian padanya. Yang artinya gadis itu cemburu terhadapnya, seutas senyum cerah tergambar di bibir pria tersebut. "Kau tidak suka jika aku berhubungan dengan Yura? Kau cemburu?" tanya pria itu antusias. Catalina gelagapan, bisa-bisanya ia kelepasan berbicara seperti itu. Astaga! Dia sangat malu. "Tidak, jangan terlalu percaya diri." Catalina menyembunyikan wajahnya yang bersemu merah. Dengan cepat Vector menangkup kedua pipi Catalina, menatapnya begitu intens. "Kau menyukaiku? Sejak kapan?" Catalina melepas paksa kedua tangan Vector dari wajahnya dengan kasar. "Sudah aku bilang tidak, ya-tidak!" Namun pria itu tetap mendesak. "Apa yang kau rasakan saat melihat diriku dengan Yura?" Catalina medengus kesal mengingat saat Vector bergumul dengan Yura di depan matanya. "Aku tidak suka, aku marah saat melihat kalian bersama, hatiku sakit." Jujur Catalina. Vector mengatubkan bibirnya, ia benar-benar merasa sangat senang. "Dan juga, aku ingin kau bertanggung jawab dengan janin yang ada di dalam kandunganku." Lirih Catalina. Vector tersentak. "Aku tidak mau jika harus menikah denganmu, kenapa kau tidak membunuh janin-" BRAKK!! Catalina menendang dengan sekuat tenaga tubuh Vector di hadapannya, hingga pria itu tersungkur jatuh. Kedua mata gadis itu memancarkan kilatan api kemarahan. "Beraninya kau! Kau memang iblis Vic! Kenapa kau tega menyuruhku melenyapkan anak yang ada di dalam perutku?! Bukankah kau sendiri yang menginginkan keturunan? Lalu kau-ck, aku tidak habis pikir dengan otak gilamu itu!" marah Catalina, beranjak dari kamar tidurnya dan meraih kunci mobil. Keluar dari dalam kamar tersebut membiarkan Vector terdiam dalam kesepian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD