Nindya tentu saja bingung. “Lo?” “Saya antar Ibu ke kantornya.” Nindya pasrah diajak Dindin ke luar dari ruang rapat, menuju sebuah lift. “Terus nanti pulangnya kapan, Pak?” tanya Nindya cemas. “Nanti setelah urusan Ibu dan pak Tirta selesai. Saya nanti menunggu di lobi bawah.” Pintu lift sudah terbuka dan Dindin mengarahkan Nindya untuk memasuki sebuah ruangan. “Nindya!” seru Tirta senang, dia duduk di kursi kerjanya dengan gaya santainya. Nindya ragu mendekat, karena di ruangan itu tidak ada orang selain dirinya dan Tirta. “Sini, Nin. Ngapain kamu berdiri di situ.” Nindya menelan ludahnya, melihat keadaan kantor luas Tirta. Pandangannya tertuju ke sofa besar empuk. Rasanya ingin sekali duduk dan rebah di sana, karena berada di dalam kantor Tirta seperti di dunia lain yang membu