Tentang Kehilangan dan Saling Menguatkan

934 Words
‘Allah tahu yang terbaik, meski menyakitkan setiap manusia memang harus siap dengan kehilangan.’ Allah Jodohkan Kita ~Thierogiara *** Selepas beberapa kerjaan bisa di-handle oleh orang lain, Akram memutuskan untuk kembali ke rumah sakit, dari semua yang ada di muka bumi ini, kesehatan orang-orang terdekatnya adalah yang terpenting. Akram tak mau kehilangan momen menjaga Rani, Rani selalu ada di dalam masa sulit Akram dan laki-laki itu hanya ingin melakukan hal yang sama. Akram menutup pintu ruangan Rani, namun dia urung melangkah saat mendapati Haura baru sampai dengan seorang pria di sebelahnya. “Mau ke mana Om?” tanya Haura. “Mau pesan kopi,” jawab Akram. Haura mengangguk, Akram akhirnya melangkah dan sedikit menoleh, Haura tampak masuk ke ruangan Rani bersama seorang pria. Siapa? Karena memang Akram tak pernah kepo dengan urusan Haura, dia memutuskan untuk kembali melangkahkan kakinya. Selesai memesan kopi, Akram kembali ke kamara Rani dengan 3 gelas sterofoam berisi kopi, saat dia masuk Haura hanya berdua dengan Rani. “Mana temenmu?” tanya Akram. “Udah pulang,” jawab Haura. Mata Rani terpejam yang keduanya simpulkan kalau wanita itu sedang tertidur. Akram mengangguk. “Kalau memang serius, udah nggak usah lama-lama, sama-sama udah dewasa kan?” tanya Akram. Haura terkekeh. “Belum seserius itu Om,” kata Haura. “Ya makanya diseriusin, ngapain ngejalanin sesuatu kalau nggak tau mau dibawa ke mana,” kata Akram menyandarkan dirinya ke lemari kecil sebelah berankar Rani. “Om aja duluan,” kata Haura. “Kamu kan udah ada calon, kalau aku masih belum pasti.” Akram menyeruput kopinya, apa yang ia katakan malah menyentil hatinya sendiri. Haura semakin tertawa. “Belum seserius itu Om!” “Lah terus kamu mau terusn-terusan dibercandain? Harga diri seorang laki-laki itu ada dalam keseriusannya.” Sampai saat ini Akram hanya mampu menasihati tanpa pernah tahu caranya untuk benar-benar serius dengan perasaannya. Haura terdiam, dia tak menyangka keputusannya membawa teman laki-laki akan ditanggapi seserius ini oleh Akram, padahal Haura sangat yakin sebelumnya kalau Akram adalah orang yang tak peduli soal apa pun. “Tanya kepastian sama dia, kalau nggak tau jawabannya tinggalkan aja, kamu terlalu berharga buat dia,” kata Akram. Tugasnya adalah menjaga Haura, dia tak akan rela jika keponakannya itu dipermainkan. “Kok Om peduli banget?” tanya Haura. “Kalau bukan aku, siapa lagi yang jagain kamu?” *** Akram sudah kembali ke kantor karena di rumah sakit sudah ada Haura, dia sedang rapat dengan para manager yang bertugas di masing-masing gerai. Akram mematikan ponselnya sementara sampai rapat selesai, bukannya apa-apa, namun di dalam pekerjaan dia harus professional, meski dia adalah direktur utama, manager di sana ada yang lebih tua di sana, Akram hanya berusaha selalu menghargai mereka. Semua managernya presentasi tentang trobosan baru yang akan mereka lakukan di tempat masing-masing. Akram tentu saja tidak fokus, pikirannya masih berkelana di seputaran Rani, alhasil Akram tak mengomentari apa pun sampai rapat selesai, dia menyetujui semuanya, paling mereka yang presentasi yang saling berdebat, Akram hanya menyetujui keputusan final. Akram baru menghidupkan ponselnya setelah keluar dari ruangan, dia berjalan di lorong untuk kembali ke ruang pribadinya. Ada banyak panggilan dari Haura, hati Akram langsung berdesir, ketakutan seperti otomatis melingkupinya. Akram langsung menghubungi balik nomor Haura. “Om Bunda nggak sadarkan diri,” jelas Haura. Akram langsung panik. “Mana kunci mobil?” tanyanya pada sekretarisnya. “Lo mau nyetir sendiri?” tanya Deny yang merupakan skretaris Akram. “Iya gue harus cepet,” kata Akram yang tanpa menunggu persetujuan Denny langsung mengambil kunci dari tangan sekretarisnya itu kemudian berjalan cepat keluar dari gedung. *** Sampai di rumah sakit, dia melihat Haura terduduk di kursi depan ruang ICU sambil mengurut keningnya sendiri. “Ra...” Akram menegur Haura. Melihat Akram Haura malah menangis sesenggukan sedari tadi dia dihantui oleh rasa takut, takut kalau bundanya kenapa-napa. “Bunda Om...” kata Haura. “Bunda pasti baik-baik aja,” kata Akram, bagaimanapun mereka harus tetap berpikir positif saat ini, Akram tak mungkin membuat Haura semakin khawatir dan keadaan bertmabah buruk. Haura mennggelengkan kepalanya, dia menangis sesenggukan. Akram terpaksa menarik Haura ke dalam pelukannya agar gadis itu bisa tenang. Dia akhirnya melampaui batasannya, dia menyangi Haura namun selalu ada rasa yang aneh jika kulit mereka bersentuha. Persetan dengan semua itu, sekarang mereka berdua hanya harus saling menguatkan, di muka bumi ini mereka hanya berdua, tak siapa-siapa lagi yang bisa membantu mereka untuk bangkit dari keterpurukan, kecuali diri mereka sendiri. Akram membelai kepala Haura. “Semuanya akan baik-baik aja,” ujar Akram menenangkan. “Tapi aku takut banget Om,” kata Haura. “Ada aku di sini,” kata Akram, Haura tidak sendirian, ada Akram yang sudah berjanji dengan dirinya sendiri kalau dia akan menjaga Haura sebaik mungkin. *** Selepas salat magrib keadaan Rani dinyatakan stabil, Akram mengajak Haura makan di luar, mereka harus tetap hidup dan menjalani kehidupan karena pasti Rani dan suaminya yang sudah meninggal menginginkan hal yang sama. Akram menghela napasnya saat melihat Haura hanya mengaduk-aduk makanannya. “Di makan Ra,” bujuk Akram. “Nggak bisa Om susah banget ngunyahnya,” jawab Haura jujur, susah sekali rasanya harus menikmati hidup sementara bundanya terbaring tak berdaya di atas brankar rumah sakit. Akram menghela napasnya. “Bukan Cuma kamu kok yang sedih, aku juga, kita sama-sama terluka Ra, jadi tetaplah hidup karena kak Rani juga pasti menginginkan hal yang sama,” ungkap Akram. Haura hanya menggeleng mendengar itu. Akram langsung menarik piring gadis itu dan menyuapkan makanan ke mulut Haura. “Pelan-pelan,” pinta Akram. Haura membuka mulutnya namun hanya memakan sedikit sekali dari yang Akram suapkan. Ponsel Akram berdiring. “Iya sus?” tanya Akram. “Ibu meninggal.” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD