Ini gila!
Nicholas juga merapalkan hal yang sama dalam hati. Ia tidak menyangka jika bisa melakukan sejauh ini dengan Serlin. Nic sudah siap hati jika akan di dorong dan di tampar dengan keras oleh Serlin. Tapi kenyataannya, gadis dihadapannya ini malah melenguh ketika Nicholas meremas-remas buah dadanya.
Semuanya sudah terlalu jauh, dan tentu saja Nicholas teringat oleh Arletta. Dengan segera, Nicholas menarik lembut bibirnya dari bibir Serlin, menyudahi ciuman panjang mereka dan menarik tangannya dari tubuh Serlin. Dahi mereka saling menempel dengan ritme napas terengah. Pipi Serlin langsung bersemu merah dan dia mengulum bibirnya, rasa lembab bekas ciuman Nicholas berbekas jelas di bibirnya yang sudah tak polos lagi.
Serlin menaikkan pandangan, menatap Nicholas dan kemudian, tawa Nicholas pecah membuat Serlin kebingungan.
"Apa yang lucu?" tanya Serlin kebingungan.
Nicholas masih tertawa, hingga Serlin bertanya dan tawanya sedikit mereda. "Ini bener-bener diluar ekspektasiku bisa cium kamu. That's really awkward, right?"
"Awkward gimana maksud kamu?"
"Ciumanmu itu, awkrawd banget. Aku masih nggak percaya kalau cium wanita sekaku ini." Nicholas kemudian mengusap wajahnya. "Pengalaman ciuman paling aneh."
Pengalaman ciuman paling aneh. Kata-kata itu seolah berdenging di kepala Serlin. Wajah Serlin sekarang merah padam, benar-benar malu karena ucapan Nicholas. Aneh katanya? Sedangkan Serlin menganggap barusan adalah pengalaman ciuman terhebatnya karena Nicholas bisa membuatnya seolah mabuk kepayang.
Air mata Serlin tanpa sadar menggenang di pelupuk matanya. Ia dengan cepat menutup kemejanya yang dibuka oleh Nicholas tadi dan mengancingnya kembali dengan asal-asalan. Selesai berucap begitu, Nicholas menatap Serlin yang langsung menunduk dan membenarkan kancing kemejanya lagi.
Namun rasa tak enak hati langsung menyerbunya ketika Nicholas melihat air mata Serlin menetes ke pipinya.
"Lin?" panggil Nicholas pelan.
Serlin langsung mengusap air matanya dengan cepat dan melangkah melewati Nicholas sambil menabrak bahunya. Dia langsung mengambil tas-nya dan melangkah menuju pintu depan.
"Serlin!" Nicholas langsung meraih tangannya.
Serlin masih menunduk, berusaha menarik tangannya dari cekalan Nicholas. "Aku mau pulang!"
"Maaf kalau aku salah ngomong." Kata Nicholas dan Serlin tetap diam. "Oke, kita pulang. Aku antar. Ini sudah malam, bahanya juga kalau kamu pulang naik taksi online sendirian."
Sherlin hanya memalingkan muka, tidak menjawab apapun lagi hingga sampai dirumahnya. Dia tidak sudi menatap wajah Nicholas lagi!
***
Ketikan Nicholas yang sedang mengerjakan skripsinya sontak terhenti ketika tiba-tiba Arletta merangkulnya dari belakang dan kemudian menyodorkan segelas kopi dihadapannya.
"Iced Americano Coffe Espresso with frape." Kata Arletta sambil mengecup pipi Nicholas. "Menu baru Detik Coffee, aku yang buat."
Nicholas tertawa sambil menggenggam tangan Arletta. "Kamu yang buat?"
"M-hm, diajarin Bian, sih." Jawabnya sambil menyengir.
Nicholas menyeruput kopi buatan Arletta. "Enak, tapi mungkin terlalu manis buat Americano."
Arletta mencibir sambil duduk diatas meja, disamping macbook Nicholas dengan kaki bersilang dan tangan bersedekap di depan d**a. "Aku sengaja buat agak manis. Soalnya aku nggak suka kopi pahit."
"Hm..." Nicholas bergeming, kemudian meletakkan kopinya dan menyeret kursi berodanya mendekati Arletta, lalu meletakkan kedua tangannya di samping kanan dan kiri Arletta. "Kalau kamu duduk disini, aku nggak bisa ngerjain skripsi."
"Kenapa nggak bisa? Tuh, tinggal kerjain aja."
Nicholas menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Skripsi bikin pusing. Kalau ada kamu diatas meja ini, aku bisa bikin kamu ikut pusing karena aku bisa turunin semua barang di meja ini dan bikin kamu berbaring disini."
Arletta menahan tawanya, sedangkan Nicholas sudah mengusap pahanya dengan sensual. Arletta kemudian memegang bahu Nicholas, menunduk dan mendekatkan wajahnya kearah wajah Nicholas. Hingga kemudian pintu terbuka dan Abian terbatuk keras.
"UHUK! MAAF NIH BOS." Abian mengintrupsi. "Kalau mau hokya-hokye bisa di hotel, kan situ banyak duit."
Disusul kemudian Kairav yang melongokkan kepalanya karena penasaran apa yang terjadi. Dia langsung menghela napas dan menggeser tubuh Abian, lalu masuk ke ruang kerja Detik Coffee.
"Hai, Let." Sapa Kairav ramah, lalu melirik Nicholas. "Hati-hati sama Nic, burungnya emang nggak bisa dijaga kalau lihat yang bening-bening."
"Eh, itu mulut, ya!" Nicholas langusng melemparkan bolpoin kearah Kairav.
Arletta hanya tersenyum-senyum canggung. "Tumben Kai kesini."
"Kita mau meeting. Bahas persiapan eventi disini dan bahas menu baru." Jawab Bian dan jawabannya itu seolah mengusir Arletta.
"Eum, yaudah deh, aku pamit sekalian." Kata Arletta sambil turun dari meja.
"Mau kemana?" tanya Nicholas sambil menahan pergelangan tangannya.
"Mau belanja." Arletta lalu balas mengusap tangan Nicholas. Lalu berbisik, "nanti mampir apart, ya?"
Nicholas mengangguk sambil tersenyum senang. Ia sudah tahu jadinya kalau diminta Arletta mampir ke apartemen. Kemudian Nicholas membiarkan Arletta pamit dengan kedua sahabatnya itu hingga pintu ruang kerja mereka kembali tertutup rapat dan Nicholas kembali menarik macbook-nya untuk pura-pura sibuk.
"Awas aja lo kalau sampe having s*x disini." Cibir Kairav.
"Apasih, orang gue lagi ngerjain skripsi juga." Elak Nicholas.
"Skripsweet sama Arletta, baru bener." Celetuk Kairav lagi.
Nicholas langsung melenguh kesal. "Kepala gue terlalu pening sama skripsi yang sudah acc judul dan buat bab 1 tapi tiba-tiba habis konsul disuruh ubah judul lagi, anjinc. Dan Arletta selalu bisa jadi penenang gue."
"Penenang lo cuma bercinta aja." Jawab Kairav, sedangkan Abian yang sedang membuka laporan keuangan di Ipadnya mengangguk-angguk mendengarkan perdebatan dua sahabatnya ini.
"Ya, mending lah gue tidur sama cewek, ada enaknya. Nah, elo, sama Raul. Apa enaknya coba having s*x yang sama-sama punya—"
"Weits!" Abian langsung menengahi mereka berdua, lalu melirik Kairav yang sudah duduk tegap hendak menghajar Nicholas yang tidak sadar karena menghadap macbook-nya. Abian lalu tertawa. "Udahlah, urusin aja urusan masing-masing."
Tapi bukan Nicholas namanya kalau tidak asal bicara. "Heran gue, bisa-bisanya lo sama Raul pacaran. Kalau fans lo diluar sana tahu kalau lo gay, wah, habis karir lo."
Abian langsung mengusap wajahnya dan melirik Kairav lagi. Bian kira Kai akan marah, tapi lelaki itu hanya menghela napas dan berbaring di sofa menatap langit-langit kantor mereka. Hal itu membuat Nicholas membalikkan kursinya, menaikkan salah satu alisnya, menatap heran Kairav yang tidak tersulut emosi karena ucapannya.
"Kenapa lo? Yang gue omongin bener, kan?" tanya Nic lagi.
"Mending lo diem daripada gue tonjok muka lo." Kata Kairav sambil menutup matanya dengan lengan. "Lo tuh anak komunikasi, tapi nggak punya attitude dalam berbicara. Kapan-kapan sebelum ngomong tuh dipikir, daripada bikin orang sakit hati."
"Lo emang sakit hati? Lo aja nggak punya hati." Celetuk Nicholas lagi.
"Mulut lo lama-lama gue lempar sandal nih, Nic." Kata Abian sambil menghela napas. "Udah, elah, berantem mulu lo berdua."
"Hati-hati karma." Kairav membuka matanya lagi, lalu menatap Nicholas. "Udah berapa cewek yang lo sakitin? Udah pernah disakitin cewek belum?"
Nicholas berdecak. "Lo nggak mikir betapa kacaunya gue waktu dulu tahu Arletta ternyata simpanan bokap gue?!"
"Arletta," Kairav mendengkus meremehkan. "Mungkin nanti ada yang lebih parah ngasih lo karma daripada Arletta. Inget aja, mulutmu harimaumu."
Nicholas sontak terdiam. Tiba-tiba saja teringat Serlin yang turun dari mobilnya tadi malam sambil membekap mulutnya dan terisak saat masuk kedalam rumahnya. Rasa bersalah itu kembali hadir dan kembali membuat Nicholas larut dalam pikirannya.
"Bulan ini, Detik Coffee rugi sepuluh juta."
"Kok bisa?!" Ucapan Abian barusan membuat Kairav dan Nicholas kembali masuk dalam urusan pekerjaan mereka.
***
Sepulang dari Detik Coffee dan membahas masalah kerugiaan sialan itu, yang ada di pikiran Nicholas kali ini adalah Serlin, Serlin dan Serlin—serta rasa bersalahnya. Nicholas akui bahwa dia adalah lelaki berengsek dan suka mencampakan wanita. Tapi jika wanita itu adalah Serlin dan wanita yang cenderung polos, maka Serlin berhasil jika membuat pikiran Nicholas kacau untuk sesaat.
Nyatanya rasa bersalahnya itu membuat Nicholas yang tidak ada urusan apapun sampai datang ke kampusnya dan menuju ke gedung hukum untuk bertemu Serlin. Bahkan Nic rela menghubungi Tante Fara—mama Serlin, untuk menanyakan Serlin ada dimana sore ini. Dan tante Fara berkata kalau Serlin masih ada kegiatan BEM di kampus sampai sore.
Nicholas sengaja memakirkan mobilnya dengan kaca mobil mengahadap ke pintu utama gedung Fakultas Hukum yang megah ini. Nic memangkukan dagunya pada setir mobil sambil mengetukkan jari telunjuknya beberapa kali ke setir mobil. Ia sudah seperti penguntit saja, menunggu Serlin dan menebak-nebak kapan Serlin akan keluar dari gedung.
Namun sepertinya dewi keberuntungan sedang berpihak pada Nic kali ini. Karena ia melihat gadis dengan rambut hitam kecokelatan itu keluar dari gedung fakutlas hukum bersama beberapa temannya sambil membawa map dalam dekapannya. Nicholas segera keluar dari mobil dan menghampiri Serlin, namun langkahnya melambat ketika menyadari siapa wanita cantik yang sedang merangkul lengan Serlin dengan akrab.
Namanya Tiara, mantan Nicholas dari fakultas hukum—yang kini menatap Nicholas dengan penuh tanda tanya. Karena setelah sekian lama tidak bertemu, mereka berdua akhirnya bertemu lagi.
"Ngapain lo disini?" tanya Tiara.
Nicholas hanya melirik Tiara acuh, kemudian melangkah menaiki beberapa anak tangga dihadapannya dan segera meraih pergelangan tangan Serlin, kemudian menariknya pelan.
"Ikut aku sekarang." Ucap Nic sambil menarik tangan Serlin yang terkesiap karena terkejut Nicholas tiba-tiba datang dan menarik tangannya.
"Apaansih!" Serlin berteriak protes. "Gue nggak mau!"
Teriakan itu sontak menarik perhatian beberapa mahasiswa yang masih ada di lantai satu gedung fakultas hukum.
"Lo apa-apaan sih, Nic?!" Tiara juga ikut tidak terima melihat Serlin asal ditarik seperti itu.
"Lo diem." Nicholas menatap Tiara dengan jengah. "Gue nggak ada urusan sama lo." Kemudian Nic kembali menatap Serlin. "Ikut aku sebentar, please. Ada yang mau aku jelasin."
"Gue nggak mau!" Serlin tetap berusaha melepaskan tangannya dari Nicholas.
Hingga kemudian tangan seorang pria menarik lepas tangan Serlin dari genggaman Nicholas. Pria itu menatap Nic dengan tajam. "Dia udah bilang kalau nggak mau, bro. Kuping lo budek?"
"Ren?" Serlin menatap kaget Reno—ketua BEM Hukum sekaligus partnernya dalam memimpin di kabinet BEM-nya saat ini. Ia lalu menatap Reno yang melindungi dihadapannya, menatap Nicholas dengan dongkol.
"Nicholas Pratama." Reno tersenyum mengejek. "Lo ada urusan apa sama wakil gue? Kalau ada urusan, lebih baik diomongin baik-baik, bukan asal tarik."
"Gue nggak mau ada masalah dan urusan sama lo." Nicholas balas menatap Reno dengan bengis. Lalu beralih menatap Serlin yang berdiri dibelakang punggung Reno. "Lin, ada yang mau aku omongin. Penting."
Serlin lalu menatap tajam Nicholas. "Udah nggak ada yang perlu kamu omongin lagi dan udah nggak ada yang penting sejak kejadian malam itu. Mending kamu pulang aja deh!" Lalu Serlin menarik tangan Reno dan Tiara mengikuti mereka.
Meninggalkan Nic yangterpaku di depan gedung fakultas begitu saja, semenjak Serlin mengungkittentang kejadian malam itu, berarti Nicholas membuat kesalahan besar yangmenyebabkan sakit hati Serlin semakin besar pula padanya.
---
Author Note
Jangan lupa klik love di bagian sinopsis untuk menambahkan cerita ini ke reading list kamu. Tolong tinggalkan komentar yang menyenangkan! xoxo