Di sebuah Universitas Trisakti, tengah menggelar sebuah acara wisuda. Hiruk pikuk para mahasiswa di selingi dengan senyuman bahagia.
Beberapa dari mereka tengah melakukan sesi foto bersama teman seangkatannya, secara bergantian.
Ada pula yang menerima hadiah berupa buket bunga dari keluarga, atau teman dekat mereka.
Momen dimana semua mahasiswa merasa bahagia, karena bisa berkumpul dengan keluarga di hari kelulusan mereka.
Tetapi di sudut lain, telihat seorang Wanita yang tengah duduk di atas rerumputan tanpa alas.
Dia adalah Mutiara Cantika, atau biasa di sapa Ara.
Netranya sibuk memerhatikan pemandangan di hadapannya. Meski bukan hal pertama dirinya merasa kesepian, namun tetap saja tetap merasa kesepian di sela sela kesibukannya.
Ara kini harus kembali menjalankan tugasnya sebagai seorang fotografer dadakan yang akan mengabadikan momen acara wisuda hari ini.
"Huft, seperti biasa. Mari jalani pekerjaan dengan penuh semangat!" Ara beranjak dari duduknya, ketika salah satu tim sudah memanggilnya.
Ara merupakan seorang pekerja paruh waktu, yang menggeluti beberapa pekerjaan seperti menjadi fotografer dadakan salah satunya.
Impiannya ialah bekerja sebagai pegawai kantoran. Namun nasib berkata lain, setelah lulus Kuliah, Ara justru harus bekerja serabutan demi membantu perekonomian keluarga.
Wanita berusia 32 tahun itu, hidup di keluarga sederhana. Hingga dirinya kesulitan untuk mencapai titik impiannya, karena tak ada suport dari keluarga maupun Dana!
22 tahun yang lalu, Ara di adopsi oleh orang tua angkatnya yang sekarang tinggal bersamanya.
Wanita itu bekerja keras demi agar bisa melunasi hutang-hutang Ayah angkatnya.
Selain menjadi fotografer, Ara juga menjalani pekerja paruh waktu di malam hari. Dalam satu hari, ia bisa melakukan 2 sampai 3 pekerjaan sekaligus.
Tanpa ia sadari, hal itu sudah menjadi sebuah kebiasaan sampai sekarang. Ara bisa kuliah hingga lulus S1 juga tak lain karena kerja kerasnya, yang membanting tulang siang dan malam.
Suatu hari, ia mendapat pekerjaan sebagai fotografer di acara Wisuda Universitas Ternama di Ibukota.
Kali ini, Ara bersama dengan 3 rekannya, yang berada satu tim dengannya mulai kembali menjalankan pekerjaannya.
Meski dari keluarga sederhana, namun hasil potret Ara sangat bagus seperti orang yang sudah profesional.
Hingga sebuah momen yang di tunggu-tunggu tiba. Yaitu penyerahan Map wisuda kepada para mahasiswa.
Ara dan teman-temannya pun bergegas, mendokumentasikan moment tersebut.
Namun saat sedang fokus dengan Kamera, Ara justru di buat mengernyitkan dahi ketika melihat salah satu Mahasiswa yang terlihat mengantuk.
Mahasiswa itu terlihat tak sopan, ketika menerima Map ijasah dan juga gordon.
"Cih, ogah banget gue ngefoto orang modelan gitu!" Batin Ara, melewatkan sesi Mahasiswa itu.
Namun tetap saja, rekan lainnya sudah memotret moment tersebut.
Ketika Mahasiswa itu baru saja akan turun dari panggung, tiba-tiba ia tak sengaja menyandung tripod yang di pakai teman Ara hingga terjatuh ke arah yang terduga.
Siapa sangka, Tripod yang masih terpasang kamera itu jatuh tepat mengenai kepala Ara.
Akibatnya, Ara jatuh tersungkur. Ia mengernyit merasa kesakitan, lalu tiba-tiba pandangannya buram.
***
Beberapa jam kemudian, Ara membuka matanya perlahan. Ia masih mengernyit dan memegangi kepalanya, karena masih merasakan sakit.
Menyadari langit-langit kamar yang begitu familiar, Wanita itu segera beranjak.
"Kenapa aku disini?" Ara terkejut, menyadari dirinya berada di rumah sakit.
Seketika, ia menyambar tas-nya untuk mengambil ponsel. Ia terkejut bukan main, ketika melihat jam sudah menunjukkan pukul 6 petang.
"Kerjaan gue!!!" Wanita itu mengemasi tas-nya dan beranjak dari brankar.
"Ngapain Lo?"
Suara asing terdengar dan membuat Ara menoleh ke arahnya. Kedua mata Ara membelalak, ketika melihat Mahasiwa tak sopan dan terlihat tengil, berdiri tak jauh darinya.
Ara bahkan kini mengingat, dirinya terjatuh gara-gara apa! Ia menatap sengit Mahasiswa tersebut.
"Lo yang ngapain?"
"Heh, kalau Lo ngga lebay tiba-tiba pingsan, Gue juga ngga akan mau ada disini!"
Baru saja bertemu, keduanya sudah saling berdebat tidak jelas.
Mahasiswa tersebut ialah Malvino saga, yang tak sengaja menjatuhkan kamera sekaligus mengenai kepala Ara hingga pingsan.
"Kalau Lo jalan dengan bener juga Gua ngga bakal ketimpa kamera segede itu! Lo pikir ngga sakit apa? Minta maaf aja nggak! Malah nyolot Lo? Dasar anak muda ngga sopan!" Cetus Ara sambil tangannya sibuk memunguti tas-nya.
Wanita itu lalu segera bergegas meninggalkan Malvin, di ruang IGD.
Rupanya saat Ara pingsan tadi, ia segera di bawa ke rumah sakit oleh Malvin sebagai rasa tanggung jawabnya.
Hal yang membuatnya mengantuk di tengah-tengah acara wisudanya ialau, karena dirinya sibuk mempelajari dunia bisnis.
Malvino Saga berhasil lulus di usia 22 tahun. Ia bahkan mendapatkan nilai terbaik di antara teman seangkatannya.
Meskipun terlihat konyol, bandel dan tak sopan namun Malvin adalah murid dengan nilai terbaik di Universitas.
Selain itu, ia juga cukup populer di kalangan Wanita karena ketampanan-nya. Namun, Malvin tak sesempurna itu, ia juga memiliki kekurangan.
Kekurangan Malvin yaitu, ia terkesan tidak sopan bagi para Dosen. Namun semua itu justru membuat Malvin menjadi idaman para Wanita di kampusnya.
Terlahir di keluarga kaya, tak berarti hidupnya bahagia. Di hari wisudanya, tidak ada satupun keluarganya yang datang untuk melihat keberhasilannya.
Pasalnya, kedua orang Tua Malvin sangat sibuk bekerja. Mereka sibuk mengurus bisnisnya, baik di dalam maupun di luar negeri.
Hingga sampai tadi dirinya membawa Ara ke rumah sakit karena merasa bersalah.
Namun kini rasa bersalah itu hilang karena Ara lari terbirit dari jangkauannya.
"Dasar Wanita tidak tau terimakasih!" Gerutu Malvin, membayar biaya administrasi.
***
Kini Ara baru saja kembali ke rumah, ia melihat dari sela pintu yang sedikit terbuka, jika Ibunya sedang menangis. Ara lalu mengetuk pintu, dan berpura-pura tidak tau.
"Bu, aku pulang!" Ucap Ara, mengetuk pintu lebih dulu sebelum masuk.
Ia sempat melihat, bahwa Ibunya menghapus air sebelum Ara melihat.
"Ibu ngapain disini?" Tanya Ara, berpura-pura tak tahu.
"Ibu lagi istirahat aja, Kok" Sahut Wanita parubaya, bernama Mariana.
Ara lalu duduk di samping Maria dan terlihat sedang mengeluarkan sesuatu dari tas-nya.
"Ini untuk Ibu, buat belanja keperluan Ibu" Tutur Ara memberikan sebuah amplop, yang tentunya berisi sejumlah uang.
Maria lalu membukanya, dan melihat isinya.
"Ini terlalu banyak, ambilah untuk keperluan kamu juga. Jangan kasih ke Ibu semua" Ujar Maria, menyodorkan kembali amplop tersebut.
"Nggak, Bu. Ini bayaran fotografer tadi, nggak banyak kok Bu. Aku bisa cari lagi nanti" Ara kembali meyakinkan Maria, bahwa uang tersebut untuk Maria.
Bayaran menjadi Fotografer bagi Ara lumayan banyak. Ia mendapatkan 500ribu, meski dirinya sempat mengalami cedera siang tadi.
"Makasih ya, Ra" Ucap Maria, menatap haru Putri angkatnya.
Meskipun Maria tidak mengatakan alasan dirinya menangis, namun Ara sangat paham bahwa Ayah angkatnya lah yang membuat Ibunya seperti ini.
"Kalau begitu aku masuk ya, Bu. Simpan uangnya baik- baik, jangan sampai ketahuan Ayah, Hehe" Celetuk Ara, terkekeh sambil beranjak dari duduknya.
"Ya, Ara. Terimakasih" Ucap Maria, sekali lagi.
Suami Maria, atau Ayah angkat Ara bernama Budi Anggoro. Keseharian Budi ialah berjudi dan bermabuk-mabukan.
Budi telah banyaj hutang, dan Ara-lah yang harus membayar hutanya.
Kini hari telah berganti. Ara harus kembali melakukan pekerjaan selanjutnya yaitu sebagai kasir di sebuah mini market di pinggiran kota.
Selama 3 jam kedepan, Ara akan menjaga kasir. Hal ini sudah ia lakukan selama 2 tahun terakhir.
"Terimaksih..." Ucap Ara setelah memberikan kembalian pada pembeli.
Ara lalu membuka ponselnya untuk melihat video reels di medsos. Terdengar suara pintu terbuka, yang menandakan ada pembeli yang masuk.
Ara masih tetap melihat ponselnya, sampai pembeli itu benar-benar datang ke meja kasir untuk membayar.
Tak lama kemudian, pembeli tersebut meletakkan barang belanjaannya di atas meja.
Sejenak Ara meletakkan ponselnya dan beranjak untuk menghitung belanjaan pembeli.
Namun Ara tiba-tiba menghentikan gerakan tangannya, saat melihat belanjaan di atas meja yang memperlihatkan 5 buah tisu magic.
Sontak Ara sedikit melirik kearah pembeli tersebut, yang sedang memerhatikan barang lain yang ia butuhkan.
"Wahh, anak jaman sekarang berani banget ya Beli tisu magic?" Ucap Ara dan membuat pembeli itu mengernyit.
Rupanya dia adalah Malvin, ia sedikit tak mengenali Ara karena mengenakan topi dan menggerai rambutnya.
"Apa sih?" Batin Malvin, tanpa menyadari siapa kasir tersebut.
"Ck, yaya... Masih muda tapi butuh tisu magic, Haha!" Gumam Ara, menertawakan Malvin.
"Ngomong apa, Lo?" Tanya Malvin menatap lekat wajah Ara ketika ia mengangkat wajahnya.
Sontak keduanya saling menatap untuk sejenak.
"Oh, Lo yang tadi siang kan? Cewek yang nggak tau terimakasih!" Akhirnya, Malvin menyadari siapa Ara.
"Ck, baru nyadar lo" Ara lalu mengemasi barang belanjaan Malvin kedalam plastik.
"Totalnya 30 ribu, Kakak. Mau Cash atau debit?" Ujar Ara, layaknya seorang kasir kepada pembeli.
"Berlagak Lo! Nih uangnya!" Dengan cepat, Malvin membuka dompetmya dan memberikan uang lembaran seratus ribuan.
Ara lalu mengambil beberapa uang untuk kembalian dan memberikannya pada Malvin.
"Silahkan kembaliannya!"
Malvin segera menerima kembaliannya, dan berlalu pergi dari tempat itu.
"Haha, kasihan sekali dia. Masih muda tapi harus pakai tisu magic! Apa bendanya tidak bisa bereaksi tanpa tisu magic?" Gumam Ara di bawah meja kasir, namun hal itu terdengar oleh Malvin yang kini baru membuka pintu mini market.
"Heh, ngomong apa Lo?"
Ara dibuat terkejut, karena rupanya Malvin belum pergi dan bahkan mendengar ucapannya.
"Nggak kok! Aku ngomong sendiri" Sambil menahan tawa, Ara mencoba berdalih.
"Alah, jelas-jelas Lo ngatain Gue di belakang. Asal Lo tau ya, Gue beli ini buat telinga Gue karena mau pasang tindik biar ngga sakit!" Tutur Malvin, menjelaskan.
Namun Ara justru terkekeh, membayangkan tisu magic di gunakan di telinga.
"Tindik ya tindik aja, kenapa bawa-bawa telinga sih. Ngga usah malu lah, udah sama-sama dewasa juga, Haha!" Ara tak kuat menahan tawanya.
"Main Lo kurang jauh ya? Tisu magic itu bisa jadi obat bius biar ngga sakit waktu di tindik. Lo aja yang otaknya m***m! Search google makanya, sebelum komen bodoh!"
Malvin tersenyum meremehkan, sebelum akhirnya pergi dari tempat itu.
Sementara Ara, ia segera membuka ponselnya dan mencari tau kebenarannya di Google.
Benar saja, selain untuk mencegah ej*kul*si dini, Tisu Magic juga berfungsi untuk mencegah rasa nyeri. Sehingga biasa di pakai untuk menindik telinga atau bagian lainnya.
"Sialan... Dia bener lagi!" Gumamnya, mengumpat setelah mengetahui kebenarannya.
Sudah 2x mereka bertemu untuk yang kedua kalinya.
"Siang jadi fotografer, malam di mini market! Lalu, dia kan baru saja pingsan tadi siang. Ck kenapa Gue mikirin? Bodoh amat lah!" Gumam Malvin, di dalam mobil-nya.
Kini Malvin kembali ke rumah temannya yang bernama Edo. Disana sudah ada 2 orang temannya lagi yang bernama Pandu dan juga Juan.
Rupanya mereka sudah merencanakannya sejak kemarin, bahwa mereka akan menindik telinga mereka.
"Gue udah dapet nih!" Ujar Malvin , meletkkan tisu tersebut di atas meja.
"Wih cakep. Siapa nih yang mau nyoba tindik duluan?" Tanya Edo, menawarkan.
"Gue dong!" Timpal Juan menyela.
"Eh gimana kalo Lo dulu Vin?" Tiba-tiba Edo melirik kepada Malvin.
"Kalian dulu aja deh! Gue mau ke toilet" Malvin lalu beranjak dan pergi je toilet lebih dulu.
Tak lama kemudian, Malvin kembali lagi. Ia melihat jika Juan sudah selesai di lubangi telinganya.
"Eh, cepet banget udah berlubang aja tuh telinga!" Ujar Malvin, duduk di samping Edo.
"Nah, sekarang tinggal lo sini Panca!"
"Gue ngga dulu deh, takut di marahin nyokap" Sergah Panca, menolak.
"Lo mah penakut. Yaudah, giliran Lo sini Vin" Kini Edo mengarah kepada Mavin.
"Eh, tapi punya gue satu aja yaa!" Katanya, sambil mengeluarkan percing yang akan ia pakai.
"Oke, Juan juga Satu kok" Jawab Edo, mulai mengoleskan tisu magic pada Malvin.
Tak butuh waktu lama untuk melubangi telinga Malvin. Ia bahkan tak merasakan sakit sama sekali, berkat tisu magic.
Kegunaan Tisu magic ialah mencegah rasa nyeri. Sehingga Malvin menamakannya sebagai obat bius.
Setelah menghabiskan waktu cukup lama, mereka akhirnya selesai melakukan tindik di telinganya.
Hanya saja, Panca sendiri yang enggan melakukannya. Malam ini, mereka berencana ke Bar untuk merayakan kelulusan mereka.
****
Pada pukul 11 malam, datanglah seorang 4 Pria ke sebuah Bar n Lounge.
Bukan pertama kalinya mereka datang ke tempat seperti ini. Dua di antara mereka duduk di meja yang sudah mereka pilih, sementara dua lainnya pergi memesan minuman.
Iringan musik Dj menambah semangat untuk mereka berempat. Terlebih Edo, ia berjoget nengikuti alunan musik.
Penampilan mereka malam ini benar-benar seperti berandalan.
"Vin, Lo paling keren di antara kita! Gimana kalo Lo minta nomor cewek itu?" Ujar Edo, menunjuk ke arah Gadis yang tak jauh dari mereka.
"Nggak! Gila kali Gue minta nomor orang ga di kenal" Sergah Malvin, menolak.
"Ah, cemen Lo. Sini biar Gue aja!" Kini Juan beranjak dari duduknya, dan berencana menghampiri Gadis incaran Edo.
Mereka bertiga lalu hanya menatap Juan dari tempat duduk masing-masing.
Benar saja, tak butuh waktu lama Juan kembali dengan wajah bangga.
"Woy, gue dapet nih!" Pria itu lalu memberikan ponselnya pada Edo, yang menunjukkan nomor Gadis itu.
"Itu sudah pasti. Lo kan tampan juga, Haha! Bisa nih, kita ajak main" Ucap Edo, tersenyum penuh tipu muslihat.
"Eh, kalian mau ikut nggak? Cewek kaya dia pasti gampang banget, di ajak ke oyo" Celetuk Edo, seolah terus merendahkan Gadis tadi.
Bersamaan dengan itu juga, seorang pelayan datang mengantarkan minuman alkohol pesanan mereka.
"Lo ngga boleh gitu, Do! Biarpun kita bandel, tapi jangan mainin ceweklah. Gue ngga setuju" Tutur Malvin, tak segan.
"Bener, Gue setuju sama Malvin" Timpal Panca, setuju dengan Malvin.
"Kalian cemen banget! Yaudah, biar Gue sama Juan aja. Kalian lihat aja, Cewek kayak dia pasti kesenengan, Haha"
Secara tak terduga, pelayan Wanita yang sedang mengantar minuman pada mereka, tiba-tiba menumpahkan sesuatu ke tubuh Edo.
Segelas air es pesanan Panca berhasil mengenai pakaian dan juga celana Edo.
"Sialan, gimana sih ngga becus banget!" Sentak Edo, seketika beranjak berdiri.
"Ma-maaf, tangan saya meleset karena gelap. Maafkan saya!" Tutur pelayan Wanita itu.
Sementara Malvin, ia seketika mendelik karena mengenali pemilik suara itu. Ia segera menoleh ke arahnya, dan benar saja.
Pelayan tersebut adalah Wanita yang ia temui di mini market dan juga di Kampusnya sebagai fotografer.
Siapa lagi dia, kalau bukan Ara.
Pria itu menatap kaget Ara, yang menunjukkan rasa bersalah karena telah menumpahkan minuman kepada Edo.
"Ah sialan! Ga guna Lo!!!" Edo pun kini beranjak dari duduknya, untuk pergi ke toilet.
Lalu, sambil menatap punggung Edo yang semakin tak terlihat, Ara tersenyum puas karena berhasil mengerjai Edo.
Hal itu pun di lihat oleh Malvin, dan membuatnya semakin terkejut. Malvin tentu tahu, bahwa Wanita itu sengaja melakukannya pada Edo.
"Sebagai sesama Wanita, dia pasti kesal mendengar Edo mengoceh dan merendahkan Wanita! Ck, dia memang pantas sih! Tapi, apa pekerjaan dia sebenarnya? Bukannya tadi dia ada di Mini market?" Batin Malvin dalam hati.
Pria itu lalu melihat Ara yang kembali melakukan pekerjaannya.
"Mau kemana Lo?" Tanya Juan, melihat Malvin beranjak dari duduknya.
"Toilet!" Sahutnya, singkat.
Rupanya, Malvin menuju ke meja bartender. Ia lalu memesan minuman, dan benar saja. Ara lah yang datang untuk melayani!
"Saya mau cocktail 1," Ucap Malvin, sambil menatap lekat Ara.
"Baik, Tuan" Tanpa menatap Malvin, Wanita itu pun menyiapkan pesanan.
Tak butuh waktu lama bagi Ara menyiapkan minuman untuk pembeli.
"Silahkan!"
Malvin tersenyum tipis, menatap Wanita itu, yang bahkan tak mau menatap tamu yang datang ke bar.
"Hei, nama Lo siapa?" Tanya Malvin, dan berhasil membuat Ara menatapnya.
Wanita itu mengernyit, mengenali sosok Pria di hadapannya.
"Lo lagi?"
Seakan tak percaya, dalam sehari mereka sudah bertemu 3x.
"Iya, ini Gue" Malvin lalu menyangga wajahnya, menatap Ara dengan lekat.
"Jadi, siapa nama Lo?" Tanya Malvin, sekali lagi.
Keduanya saling beradu pandang satu sama lain.
Apakah Malvin mulai tertarik pada Ara?
-NEXT----