Anora berguling ke kiri, berguling lagi ke kanan. Ia tidak bisa tidur, ia resah. Dipandanginya berulang kali handphonenya yang sengaja ia matikan itu dengan wajah yang lesu dan gusar. Tak ada gairah seperti sebelumnya, seperti ketika ia memikirkan pendapatan yang banyak kala bukunya cetak dan terjual ribuan kopi. Tapi harapan itu terkikis perlahan sesaat setelah ia mengingat-ingat bagaimana perjalanan hidupnya selama ini.
Anora bangkit dari posisinya, meraih ponsel Tania dan berselancar di sana. Ceritanya masih jadi trending topik di KBM dan berulang kali nama akun facebooknya di tag. Anora menghela napas berat, tuntutan netijen tentang kelanjutan cerita dan kegeramannya pada Anora sepertinya tak berhenti sama sekali, bahkan tak berjeda sama sekali. Ia bingung harus melakukan apa?
Ada inbox masuk tiba-tiba dan Anora kaget ketika menyadari siapa pengirim inbox tersebut.
"Assalammualaikum mbak Tania, kenal saya kan? Saya Mira istri keduanya Hadi. Saya tahu saya lancang malam-malam menginbox mbak Tania, tapi pikiran saya tak bisa tenang ketika saya membaca apa yang tengah viral sekarang karena sedikit banyak saya terlibat di dalamnya. Maksud saya jelaskan mbak? saya ingin menanyakan kabar teh Anora, saya yakin dia mengontak anda karena saya hubungi pun tidak bisa, bagaimana kabarnya? apakah di baik-baik saja? Bolehlah dibantu saya untuk berkomunikasi dengan mbak Anora, agar beban saya bisa terangkat sedikit..." Anora tak menyangka, Mira mencarinya sampai meninggalkan pesan pada Tania...
Belum selesai keheranan Anora, satu komentar di postingan bab 1 diarynya membuat matanya membulat semakin jelas.
'Saya ingin mengklarifikasi, saya istri kedua dari suami mbak Anora di pernikahannya yang ke dua. Saya pelakor dan sebenarnya bukan mbak Anora yang menggugat cerai meski ia melayangkan gugatan cerai pada suami saya, melainkan suami saya yang menjatuhkan talaq pada mbak Anora. Tolong para netijen yang budiman, bijaklah dalam berkomentar dan simpanlah kata-kata yang belum tentu pasti kebenarannya. Di sini saya bukannya membela mbak Anora, tetapi sedikit memberi penjelasan mengapa mbak Anora sampai melayangkan gugatan cerainya kepada para suaminya. Melihat kondisi saya, sudah pasti kalian bisa menarik kesimpulan kalian sendiri...'miramira_27
Anora menutup matanya dan menghela napas berat sekali. Tak menyangka Mira akan membuaka alasan perceraiannya dengan suaminya yang kedua. Padahal bukan itu yang Anora harapkan. Anora melempar handphone Tania asal di kasur dan terkejut ketika Tania yang tidur pulas di sebelahnya tiba-tiba berteriak dengan mata tertutup lalu kembali terlelap. Hampir saja jantung Tania copot. Baru selesai Tania mengelus dadanya, ia kembali dikagetkan dengan suara ponsel Tania yang keras dan nyaring sekali berikut lengkap dengan ringtone yang terasa seram.
'Andre memanggil...' Anora mengerutkan keningnya heran. Di reject panggilan tersebut, namun panggilan itu kembali lagi mencoba menghubungi nomer Tania. Anora menghela napas kesal.
"Tan.. Tan... bangun tan, ada telepon masuk..." kata Tania seraya menggoyangkan tubuh Tania. Tania bergerak malas. "Tan.. Tan, bangun, ada telepon masuk..." kata Anora lagi, kali ini lebih kencang tapi tetap saja Anora tak berhasil membangunkannya. Akhirnya dengan berat hati Anora mengangkat telepon Andre.
"Halo..."
"Buruan keluar dari rumah sekarang!" tiba-tiba saja Andre memberi perintah yang cukup keras, sehingga Anora harus menjauhkan ponselnya dari telinganya.
"Lo apa-apaan sih Ndre!"
"Buruan!"
"Lo tuh ngigau!"
"Dok dok dok!" suara bunyi ketukan pintu yang keras dan nyaring terdengar, membuat Anora sedikit berjingkat kaget dari posisinya. Saat Anora menempelkan kembali ponsel ke telinganya, suara ketuka pintu itu kembali terdengar dan kali ini lebih keras.
"Ra! ra! buruan keluar! bawa Tania lewat pintu belakang!" kata Andre khawatir dan cemas.
"Ada apaan, Ndre?" tanya Anora panik.
"Gue gak bisa ngejelasin sekarang! gue lagi di jalan! Pokoknya kalian berdua keluar sekarang juga!" perintah Andre.
Suara ketukan pintu yang semakin nyaring memaksa Anora yang ketakutan membangunkan Tania paksa dengan menyiram wajah gadis itu dengan segelas air. Tania gelagapan dibuatnya dan ketika ia ingin protes apa yang dilakukan Anora padanya suara ketuka itu semakin keras dan ia ketakutan lalu mengerti keadaan.
"Ayo!" ajak Tania pada Anora seraya menyeret gadis itu turun dari ranjang.
"Ada apaan sih Tan?"
"Kita keluar dulu, Ra!"
Mereka berdua keluar dari kamar dengan langkah yang mengendap-endap. Mereka bisa melihat beberapa pria dengan tubuh besar sedang berdiri di luar pintu rumah Tania, menunggu dibukakan pintu. Anora yang bingung sempat kaget dengan apa yang dilihatnya, ia berulang lali menoleh ke arah Tania yang erat memegang tangannya.
"Eh, kita balik ke kamar! mereka pasti sudah di pintu belakang juga!"
"Lalu kita keluar lewat mana?"
"Jendela kamar!"
Tanpa banyak berkomentar, Anora menuruti saja apa yang dikatakan oleh Tania.
Mereka berhasil keluar meski tanpa alas kaki dan baju lain. Mereka hanya memegang ponsel dan beberapa uang di dompet serta baju yang menempel di tubuh mereka. Anora dan Tania masih bersembunyi di dekat rumah Tania, tepatnya di taman dengan berjongkok. Tania sibuk memainkan ponselnya, menjawab pesan-pesan yang diterima dengan gusar dan pucat. Anora bisa melihat bahwa Tania juga gemetaran.
"Bentar lagi Andre datang..." kata Tania
"Sebenarnya ada apa sih, Tan?" tanya Anora cemas. Tania menoleh sebentar ke arah Anora namun tak menjawab apa-apa selain hanya memandangnya ambigu.
Sebuah mobil melintas di depan taman. Anora dan Tania bergegas ke arah mobil. Saat mereka lari pelan-pelan, tanpa sadar Anora menginjak kaleng yang menimbulkan bunyi bising, otomatis beberapa pria yang masih setia menunggu di depan rumah Tania menoleh dan melihat Anora dan Tania dengan wajah yang sudah merah padam karena menahan amarah. Para pria itu berteriak memanggil nama Tania dan mengejar Anora dan Tania yang berlari menuju mobil.
Andre langsung menancap gas mobilnya saat Anora dan Tania sudah duduk di kursi belakang mobilnya. Baik Andre, Tania dan Anora masih bisa melihat para pria itu berlari mengejar mobil yang mereka tumpangi. Mereka menarik napas lega meski masih was was kalau saja para pria itu berhasil menangkap mereka.
"Mereka siapa, Tan?" tanya Anora penasaran. Tania diam dan beralih melirik Andre dari balik spion yang juga membalas tatapannya.
"Lo pasti nunggak lagi! belum bayar, kan?" tanya Tania pada Andre dingin. Andre diam, bingung harus menjawab pertanyaan Tania bagaimana karena ada Anora.
"Bayar apa?" tanya Anora semakin bingung.
"Noh, tanya aja sama dia!" kata Tania kesal.
"Bayar apa, Ndre! dan siapa para pria itu di depan rumah Tania!"
"Gak bayar apa-apa kok, Ra!"
"Kalian pada gak mau ngomong ada apa ke gue yang sebenarnya?" tanya Anora jengkel.
"Bukan hak gue buat buka suara!" seru Tania jutek seraya mengarahkan wajahnya ke arah luar. "Gue mau ke rumah nyokap saja!"
"Oke!" jawab Andre singkat.
"Eh dasar makhluk gak peka! kalo gua ngomong gitu itu artinya gue gak mau di rumah nyokap situasi malam-malam gini! bisa dibunuh ntar gue!" seru Tania kesal.
"Gue semakin gak ngerti!
"Lo tanya dia! itu kenapa gue males ketemu sama dia, Ra!" seru Tania kesal dengan mata berkaca-kaca.
"Lo kenapa mau nangis gitu, Tan?" suara Anora melemah. Ia takut salah ucap.
"Gue capek sembunyi terus, Ndre!" kata Tania dengan tangis yang udah pecah
"Tan... cukup... Gue lagi berusaha selesaikan ini semua..." kata Andre dengan suara lemah yang berat sekali.
"Kalian sembunyika sesuatu dari gue, kan? pasti ada kaitannya dengan gue, kan?" tanya Anora yang peka dan bisa membaca situasi. Tania memandang teman terbaiknya itu dengan tatapan kesal dan tak tega sekaligus. Tapi ia sudah tak tahan.
"Nyokap lo..."
"Tan!" seru Andre memberi peringatan.
"Nyokap lo ninggalin hutang dua milyar sebelum meninggal, Ra! Dan semuanya itu Andre yang berusaha bayar!"
Andre langsung menepikan mobilnya dan menatap Tania tajam dengan wajah yang sudah merah padam, sedangkan Anora shock mendengar apa yang baru saja Tania katakan.