Bab 9. Pertahanan Yang Robek

1010 Words
Cindy menggeleng cepat dan tidak mau menuruti Sebastian sama sekali. Pria gila yang sekarang menjadi bosnya itu tetap menatap tajam pada Cindy. Setelah tanpa rasa malu memintanya melepaskan pakaian, Sebastian masih berlaku kasar. Ia menarik ujung blazer Sofie sampai terlepas. “Ahk, jangan!” pekik Sofie karena blazernya dipaksa lepas oleh Sebastian yang menariknya dengan kasar. Lefrant Emir hanya diam saja menyaksikan bos sekaligus sahabatnya itu tengah menyiksa Cindy. “Ini akibatnya jika kamu gak mau nurut!” bentak Sebastian. Ia menyentakkan blazer yang masih terpasang di tubuh Cindy dengan rasa kesal yang luar biasa. Sebastian terengah karena emosi yang menumpuk untuk Cindy. Sedangkan Cindy menahan keras isak tangisnya meski tak bisa. Sebastian begitu menakutkan sampai Cindy tidak mau melihatnya. “Apa sih maumu?” Sebastian kembali membentak. Ia sudah kesal setengah mati karena Cindy hanya menyakiti perasaannya. “Lepaskan saya, Pak. Saya gak tahu apa pun.” Cindy menangis pelan serta memohon. Kulitnya sudah sakit serta perih karena gesekan keras dari blazer yang ditarik paksa tersebut. Sebastian masih belum berhenti. Ia sudah kadung kesal dan marah. Selama ini Cindy terus menolaknya. Padahal ia berusaha keras membuat Cindy menyerah. Wanita itu bisa membuat Sebastian gila karena sikap dan penolakannya yang sangat keras. “Bohong, kamu pembohong paling licik yang pernah aku kenal.” Sebastian dengan cepat menggeram seraya mengatai Cindy. Cindy menaikkan pandangannya pada Sebastian. “Saya gak kenal siapa Anda, Pak!” sahut Cindy bersikeras masih menangis dan tidak mau melihat pada Sebastian. Sebastian melirik pada Lefrant Emir lalu mengangguk. Lefrant paham kode Sebastian yang memintanya keluar dari ruangan tersebut. Lefrant bahkan mengunci ruangan tersebut dari luar. Cindy yang makin ketakutan menoleh cepat ke belakang untuk melihat. Ia makin ketakutan karena sekarang hanya berdua saja dengan Sebastian. Pikiran buruk langsung menyeruak. Ia tidak akan selamat. Saat Cindy berbalik, Sebastian sudah melepaskan dasinya. Begitu cepat ia melakukannya sampai ia melingkarkan dasi itu pada telapak tangannya seraya melihat tajam pada Cindy. Perasaan Cindy langsung tidak enak. Ia seperti tahu jika kejadian malam itu akan terulang lagi. Cindy cepat berdiri dari kursinya dan mundur ke belakang. Matanya terus menatap Sebastian yang berjalan mendekatinya. Satu persatu langkah keduanya jadi makin dekat dan hal itu membuat Cindy makin pucat. Ia berlari ke arah pintu lalu menarik-nariknya seraya berteriak. “Tolong. Buka pintunya! Tolong aku!” teriak Cindy menggedor pintu seraya berusaha membuka pintu yang terkunci tersebut. Dari luar, Efrant hanya melihat sekilas pada pintu yang digedor Cindy tanpa peduli lalu kembali ke pekerjaannya. Ia sedang menyusun dokumen yang akan diperiksa oleh Sebastian. “Tolong, tolong aku! ahh!” Sebastian menarik keras Cindy ke arahnya lalu mendorongnya ke sebuah matras. Terdapat sebuah tempat tidur di ruangan rahasia itu, seperti ruangan khusus untuk beristirahat. Dengan kejam, Sebastian menarik tali pinggangnya lalu mengikatnya pada pergelangan tangan Cindy. Cindy melawan dengan blazer yang sepenuhnya terbuka karena tak bisa dipegang lagi. “Jangan, Pak. Tolong jangan lakukan ini!” “Kamu sudah menandatangani kontrak, Cindy. Apa pun yang aku lakukan sama kamu akan dihitung sebagai bayaran untuk melunasi utang suami kamu yang b******k itu!” pungkas Sebastian lantas menyumpal mulut Cindy dengan dasinya. Cindy berontak dan menangis. Bagaimana caranya ia bisa diperlakukan sangat terhina seperti ini? “Kamu akan menikmatinya, aku jamin.” Sebastian makin sarkas mengejek. Ia membuka pengait celana lalu beberapa kancing di kemejanya. Cindy hanya bisa berteriak lewat gumaman tak jelas karena mulutnya dibekap. “Huff, aku kangen banget sama ini.” Sebastian menyentuh paha Cindy lalu naik dan dengan kurang ajar memasukkan tangannya ke dalam pakaian dalamnya. Cindy memejamkan matanya erat-erat karena tidak ada yang bisa dilakukannya sekarang. Sebastian mendudukinya meski tidak menimpakan berat tubuhnya karena ia sedang mengurung Cindy dengan kedua pahanya. Cindy ingin menggeliat keluar tapi tidak bisa. Sebastian terus mendorongnya menekan ke atas ranjang. Dengan lembut salah satu jari tengah Sebastian meraba belahan tengah kewanitaan Cindy lalu mendekat pada wajahnya. “Huff, sangat lembut dan menggairahkan.” Sebastian makin mengejek Cindy yang tidak mau melihatnya. Cindy terus membuang muka dan hal itu membuat Sebastian makin kesal. “Lihat aku!” perintahnya seraya menggeram rendah. Cindy masih keras tak mau membuka matanya sama sekali. “Semakin kamu menolak, semakin lama aku akan menyiksamu.” Sebastian kembali menambahkan ancamannya. Cindy terengah dan perlahan membuka matanya. Lalu jari itu semakin masuk ke dalam sedikit berputar mempermainkan kehangatan dan basahnya liang cinta milik Cindy. Cindy tak sadar langsung melenguh meski suaranya tertahan dari balik bekapan mulutnya. Namun, Sebastian bisa melihatnya dengan jelas. Ia menyeringai puas. “Ya, seperti itu, Sayang. Lebih kencang, ayo,” ucap Sebastian mendesah makin menggoda Cindy yang tersiksa di antara kesadaran dan kenikmatan. Rasanya seperti direngut paksa dan Cindy membencinya. Sialnya, tubuhnya malah seperti mengikuti ritme gerakan jari Sebastian yang semakin liar. Cindy menggelengkan kepalanya sedangkan Sebastian terus memberikan pijatan lembut pada bagian tengah hingga rasanya makin tegang. “Apa Melvin tidak pernah memberikan kenikmatan seperti ini padamu?” Sebastian terus mengolok keberadaan Melvin pada Cindy yang mencoba meronta tapi tak bisa. Tenaganya tersedot ke atas dan itu makin menyulitkannya. “Auw, apa ini? kamu mau keluar, Sayang? Apa itu yang kamu inginkan?” Sebastian mendesah pelan sekaligus mengejek Cindy. Cindy menatap tajam pada Sebastian yang dengan kurang ajarnya menyentuh bagian paling sensitif di tubuhnya. Tiba-tiba tubuh Cindy seperti bergetar dan jemari Sebastian bisa merasakan puncak tersebut akan segera datang. “Of course,” dia sedikit berbisik. Setelah membuat seperti gerakan memutar menggunakan dua jari lalu membelainya sekali dan cukup dalam, Sebastian mengeluarkan jemarinya. Di depan Cindy, Sebastian memasukkan kedua jemarinya itu ke dalam mulutnya seperti sedang mengecap sesuatu yang enak. “Hhmm, rasanya gak jelek.” Sebastian berujar lalu mengedipkan matanya. Ia sedang membuat Cindy kehilangan martabatnya.. Cindy menggeleng cepat seraya terengah menatap Sebastian yang dengan sengaja menegakkan posisinya lalu menurunkan sedikit celananya. Pandangan tajam Sebastian membuat Cindy harus bersiap pada hal buruk yang akan terjadi padanya lagi. “Sekarang bagian yang paling aku suka,” ujarnya mengisyaratkan sesuatu yang dibenci Cindy. Cindy menggeleng cepat tanda menolak. Tetapi, ia harus cepat memalingkan wajahnya dengan mata terpejam erat-erat saat milik Sebastian kembali menjamah liang yang sama seperti saat dua jarinya sedetik lalu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD