"Apa yang terjadi ? Mana tanggung jawabmu untuk menjaga putraku. Kau kehilangan dia ? Lelucon macam apa ini. Selama ini aku sudah bersabar mengikuti aturan kalian. Selama ini aku diam saja meski hati ini rasanya sudah putus asa. Dan sekarang bagaimana aku bisa menerima kenyataan ini. Aku belum pernah melihatnya langsung. Bahkan aku belum pernah mengucapkan begitu aku sangat menyayanginya! Anakku!!!" Elena histeris.
Samuel, Frans dan Brian diam tak berkutik. Ini memang salah mereka. Jujur mereka menyangka keberadaan Adam tidak diketahui siapa pun. Mereka menyangka kondisi ada dalam genggaman ternyata mereka salah. Di saat semua lengah di saat itulah apa yang mereka perjuangkan selama ini telah hilang.
"Nyonya, kami berjanji akan membawanya kembali," ucap Samuel.
Elena tak menyahut. Hanya suara tangisnya yang memenuhi ruangan. Tak tahan dengan aura derita yang dirasakan. Ketiganya memilih pamit dan menyusun rencana untuk menemukan dimana Adam.
"Cepat hubungi orang-orang kita. Dan aku sendiri akan menyelidiki Dr. Toni. Dia sangat mencurigakan. Aku tahu dia tidak jahat. Tapi bagaimana orang lain akan tahu keberadaannya jika tidak dibocorkan oleh seseorang. Siapa pun patut dicurigai," ucap Samuel.
"Baik." sahut Brian.
"Aku akan kesekolahnya," ucap Frans.
***
Di sebuah kawasan perkebunan. Villa tua berdiri dengan kokoh. Beberapa bayangan tampak hilir mudik. Sedangkan masyarakat sekitar tak ada yang mendekati kawasan itu. Selain terkenal angker. Siapapun yang sengaja ataupun tanpa sengaja memasuki villa mereka tidak akan pernah kembali. Karena itulah kawasan itu di sebut kawasan terlarang. Dan anehnya meski tak jelas siapa yang menghuni, villa tersebut sangat terawat.
"Tuan. Darah yang kami bawa tak berguna sama sekali. Dia menolak persembahan kami," ucap sebuah suara yang berasal dari dalam villa.
Lelaki bertudung yang dipanggil tuan itu bangkit dari kursinya.
"Ternyata benar dia istimewa. Hanya darah husus yang ia terima. Bagaimana dengan darah yang di klinik itu?" tanyanya.
"Maaf tuan, penjagaan di sana diperketat. Meski darah itu cocok kita tidak bisa membawanya."
"Hmm, begitu ya, lagi pula Ini aneh, harusnya pertama kali berubah Dia akan menghisap darah manusia jika tak ada yang menyuguhkan. Aku curiga dia sudah mengigit seseorang tanpa ada yang tahu."
Lelaki itu diam sejenak. Berjalan mondar mandir. Kemudian terhenti.
"Menyusuplah ke tempat dia sekolah. Jika kalian mencium darah manis beraroma vanila bawa dia kemari."
"Baik tuan."
Jauh di dalam. Di tempat terdingin dari villa itu, pemuda yang terbaring di atas batu membuka matanya.
"Gelap."
"Dimana ini."
"Uh, kepalaku pusing."
Ia memandang ke sekeliling. Merasa aneh dengan kegelapan ia berdiri tertatih menuju pintu besar. Satu-satunya pintu di ruangan itu. Namun pintu itu terkunci. Tenaganya tak cukup merusak pintu agar bisa dibuka dengan paksa. Kondisinya yang begitu lemah membuatnya kembali tak sadarkan diri.
***
Tiara menatap bangku Adam yang kosong dengan perasaan cemas. Sudah tiga hari ia tidak masuk ke sekolah. Apa dia baik-baik saja.
"Cieeee, lagi ada yang sedih nih," goda Rani.
"Apaan sih. Rese," sungut Tiara. Ia mengerucutkan bibirnya kesal.
"Daripada mikir gak jelas, kita samperin Hari yuk. Kali ja dia tahu sesuatu."
Tiara tak menyahut, namun ikut saja ketika Rani menarik tangannya. Jujur, ia malu jika ketahuan tiga hari ini susah tidur dan kehilangan selera makan karena memikirkan Adam.
"Eh, itu Hari. Loh, kalau gak salah itu kan om Frans. Yuk buruan."
Tiara langsung berlari mendekati keduanya tanpa menyadari kalau Rani tertinggal di belakang.
"Om, bagaimana kabar Adam? Mengapa tiga hari ini dia gak masuk?" tanya Tiara tanpa basa basi.
"Eh kalian. Adam sedang ke luar negeri. Ada acara penting. Om kemari meminta ijin sekaligus meminta guru privat nanti kalau Adam sudah pulang untuk mengejar ketertinggalannya."
Raut wajah Tiara langsung berubah mendengar penjelasan Frans.
"Tapi masih bisa dihubungi lewat line kan ?" tanya Rani.
"Sayangnya hp Adam tertinggal di rumahku. Nih mau kubalikin. Nih Om." Hari menyodorkan HP milik Adam.
"Makasih ya Hari," ucap Frans lalu pamit.
Tiara merasa Hampa seketika. Ia merasa minat belajarnya turun drastis.
"Jangan hawatir begitu. Nanti aku kabari jika dia mengabariku." Hari mencoba menghibur. Tiara mendelik tak suka. Menurutnya Hari sok tahu dan sok dekat dengan Adam. Dikejauhan tampak beberapa siswa memerhatikan ketiganya.
"Bukannya mereka yang sering kau lihat keluar masuk rumahnya," tegur pemuda berwajah pucat kepada teman sebelahnya.
"Iya benar. Salah satunya putra Dr.Toni." ucap pemuda yang kondisinya tak jauh berbeda. Berwajah pucat.
"Ternyata kalian di sini. Aku sudah menemukan siswa beraroma vanila. Dan aku yakin seratus persen pemuda itulah yang dimaksud. Hanya saja aku heran mengapa tidak ada bekas gigitan. Tapi tak salah lagi satu sekolah ini hanya dialah yang beraroma vanilla," ucap pemuda yang baru datang.
"Baguslah. Kita bereskan saja dia. Ayo jangan buang-buang waktu di sini."
Mereka bertiga bergerak menjauhi Tiara dan teman-temannya. Di sebuah lapangan tampak siswa sedang asyik bermain bola. Dan salah satu dari mereka. Melalui udara yang berhembus dan keringat di tubuhnya. Aroma vanila menguar memenuhi pernafasan ketiga vampir yang sedang berburu tersebut. Dengan satu aba-aba. Mereka bertiga serempak menangkap pemuda tersebut dengan paksa. Sempat terjadi perlawanan. Namun kekuatan manusia tak mampu melawan ketiga vampir tersebut. Tak butuh waktu lama pemuda itu dibawa pergi secepat kekuatan cahaya. Dan para siswa yang melihatnya shock dengan kejadian tersebut. Sedangkan para siswi berteriak.
Kondisi yang tiba-tiba gaduh menarik banyak perhatian. Termasuk para guru. Para siswa dan Frans yang terhenti saat membuka pintu mobilnya di parkiran. Instingnya berkata ada vampir lain tak jauh dari keberadaannya. Dan benar saja. Sekelebatan bayangan melintas. Namun ia tak mau gegabah mengejar. Salah langkah identitasnya bisa diketahui masyarakat. Ada banyak CCTV yang mungkin dipasang di beberapa tempat.
"Apa yang terjadi ?" tanyanya melihat seorang guru yang berlarian membawa sekardus air mineral.
"Ah. Itu maaf kami tidak bisa menceritakannya," ucapnya buru-buru. Frans mafhum. Ia mengerti kondisi intern sekolah tidak mungkin diberitahukan secara sembarangan kepada orang luar. Frans memutuskan akan mencari tahu sendiri. Dan itu bisa ia tanyakan kepada teman-teman Adam yang kebetulan sudah terlihat di depannya. Tampaknya sebagian siswa di pulangkan secara mendadak.
"Apa yang terjadi ?" tanya Frans pada Hari.
"Loh. Om belum pulang?"
"Iya. Tadi urung karena mendengar teriakan dari sekolah."
"Katanya ada siswa yang menyerang siswa lain dan membawanya pergi. Dan anehnya siswa itu membawanya setengah terbang. Ah tidak, lari cepat. Ah bukan..... menghilang. Aduh maaf om. Siswa yang melihat kejadian itu shock. Dan kejadiannya cepat sekali," terang Hari kebingungan.
"Lalu, berarti kan tinggal lihat siapa siswa yang tidak ada di sekolah saat ini bakalan ketahuan siapa penculik itu."
"Justru itu om. Yang tidak ada hanya Jayadi cornelis. Siswa yang diculik itu. Sedangkan para penculiknya di duga orang luar yang menyamar sebagai siswa."
Frans terdiam. Dia yakin ketiga orang itu adalah vampir. Tapi apa untungnya menculik seorang siswa. Di sekolah ternama dan menonjol seperti ini. Bukankah justru membuat mereka ketahuan kalau mereka hanya menyamar. Sekolah ini adalah sekolah terbaik. Bahkan dalam hal keamanan dan tanggapan dalam setiap masalah yang terjadi. Seperti saat ini. Mereka hanya butuh lima belas menit. Untuk mencari informasi. Menentukan sikap kemudian mengambil keputusan. Lalu mengapa mereka gegabah melakukan ini. Apakah ada hubungannya dengan Adam. Tapi mengapa harus menculik siswa segala. Apa hubungan semuanya.
"Oh ya. Kamu kenal dengan siswa yang diculik itu."
"Tidak begitu kenal sih Om. Tapi mungkin Adam kayaknya kenal. Soalnya saya pernah lihat Adam berbicara dengannya tempo hari. Mereka terlihat akrab." Ucap Hari. Ya ia pernah melihat Adam menemui siswa tersebut. Dan dari senyum siswa itu dan tanggapan Adam. Jelas sekali mereka akrab.
Deg.
Frans merasakan sebuah firasat. Ia harus segera pulang.