Survival 1

1032 Words
"Dengan ini, kami menyatakan terdakwa Nona Yeona Thalassa, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah atas tindak pidana pembunuhan terhadap korban William Thalassa, dan sebagai hukuman atas perbuatannya, terdakwa akan diasingkan ke distrik 101 seumur hidup!" Tok ... Tok ... Tok Aku memejamkan mata dan mendengarkan ketukan palu yang menentukan takdirku. Hatiku membeku, seluruh tubuhku terasa begitu dingin sedangkan rasa sakit yang aku rasakan dari penghianatan orang-orang di sekitarku sudah tidak terasa lagi. Rasanya begitu miris, aku duduk di sini dengan pakaian kebesaran para tahanan alih-alih menghadiri pemakan satu-satunya kerabat yang aku miliki. Ya, korban yang hakim katakan aku bunuh adalah ayahku sendiri, satu-satunya keluarga tersayang yang aku miliki. Selain kehilangan pria terhebatku, aku juga harus menanggung hukuman yang sama sekali tidak aku lakukan. Menjadi pembunuh ayahku sendiri, miris bukan? Bagaimanapun air mataku selama beberapa hari ini seolah mengering. Sesedih dan seputus asa apapun aku saat ini, air mataku menolak untuk mengalir lagi. Tanpa kata, aku tetap duduk di sana, menunggu pria-pria berseragam-yang katanya penegak hukum namun sama sekali tidak bisa menegakkan keadilan untukku- itu datang dan membawaku keluar dari ruang sidang. Orang-orang di sekitarku berteriak dan mengumpat, mengataiku anak tidak tau diuntung yang membunuh ayahnya sendiri hanya demi harta, beberapa bahkan berusaha untuk menyerangku. Tapi untungnya pak polisi di sekitarku masih cukup baik hati untuk menghalau itu semua. Tapi kemarahan massa tidak akan semudah itu dilerai. Beberapa orang yang merasa tidak puas karena tidak bisa menyentuhku mulai melemparkan barang bawaan mereka ke arahku. Lipstik, cermin, korek api, bahkan kerikil juga batu, dan mereka masih merasa kurang puas. Plok ... Plok Aku menunduk, melihat lendir kekuningan jatuh dari rambut hitam panjangku sedangkan bau amis telur mentah memenuhi Indra penciumanku. Aku tiba-tiba ingin tertawa, dan aku benar-benar melakukannya, tawaku sangat rendah dan pelan, tapi masih mengundang tatapan aneh dari dua polisi di sampingku. Bukannya apa, aku hanya merasa lucu. beberapa minggu yang lalu, orang-orang ini masih menunduk hormat padaku, mencoba segala cara untuk menyenangkan ku, tapi sekarang mereka berlomba-lomba untuk melempar paling banyak barang ke arahku. Hati manusia memang sangat mudah berubah, terlebih terhadap sesuatu bernama harta dan jabatan. Saat aku berdiri di ketinggian, mereka akan berlomba-lomba meminta tali dariku, namun ketika aku jatuh, mereka tidak akan segan mendorongku jatuh lebih dalam. Aku mendongak, diantara rambut lengket dan darah, aku menemukan wajah-wajah yang aku kenali di kerumunan. Meraka adalah adik tiri dan mantan tunanganku. Semua musibah yang aku alami ini, penyebabnya adalah mereka, bahkan pembunuhan ayahku pasti ada hubungannya dengan mereka. Aku menghentikan langkahku, menatap ke arah mereka dengan semua kemarahan yang aku pendam. "Jalan!" Salah satu polisi mendorong pundakku dengan kasar, tapi aku bergeming. "Aku melihat keluargaku di sana, ini mungkin terakhir kalinya aku melihat mereka, jadi tolong biarkan aku mengucapkan beberapa kata." Aku mendongak, memperlihatkan wajah paling menyedihkan yang aku bisa. Tapi dengan darah dan lendir telur mentah di wajahku, penampilanku pasti cukup menyeramkan. Tapi untungnya, beberapa poin baik dari wajahku mungkin masih membuat dua polisi itu kasihan dan memberiku izin. "Lima menit saja." Aku mengangguk dan menghampiri dua sosok itu. "Kakak..." Aku melihat bibir Jennie bergerak memanggilku, tapi rasa senang ketika dia memanggilku dulu sudah tidak ada lagi, hanya ada kemarahan tanpa batas dan juga dendam. Jennie adalah adik tiriku. Karena ayah melihatku begitu kesepian setelah ibu meninggal, ayah memutuskan untuk menikahi ibu Jennie yang juga merupakan guru bahasa di sekolahku dulu dengan harapan aku bisa tumbuh di dalam keluarga yang lengkap dan bahagia. Dan aku benar-benar bahagia. Aku menyukai Jennie yang imut dan ibu guru yang lembut. Selama sepuluh tahun hidupku itu, aku menganggap mereka layaknya keluarga kandungku sendiri. Tapi ternyata semua tawa mereka hanya topeng. Pada akhirnya, ketulusanku dan ayah kalah dari harta yang menggoda. Mereka menginginkan harta kami jadi membunuh ayahku dan menjadikanku kriminalnya. Yang membuatku lebih terkejut adalah, tunanganku bahkan telah menjalin hubungan dengan Jennie lebih dari satu tahun dan aku baru mengetahuinya setelah mereka mengakuinya di hadapanku kemarin. Owen menarik Jennie yang terlihat ketakutan ke balik punggungnya. "Yeona, jangan menyalahkan Jennie, dia tidak tahu apa-apa. Aku yang menyukainya lebih dulu, dan sebagai kompensasi, aku akan berusaha keras untuk menemukan pembunuh paman William secepatnya, aku tahu kau tidak melakukannya." "Kompensasi?" Aku tertawa pelan mendengarnya. "Nyawa ayahku tidak sepadan dengan kompensasi apapun!" Aku beralih menatap Jennie. "Lagi pula aku tahu siapa yang melakukannya, tidak perlu mencari." Wajah ketakutan Jennie membuatku senang. Jadi aku bertanya, "Bukan begitu Jennie?" "Ka-kakak apa maksudmu?" Karakter Jennie sejak dulu selalu lemah, mudah sakit dan menangis, hingga membuat siapapun yang melihatnya memiliki dorongan untuk melindunginya, dan wajah itu pula yang telah menipuku selama lebih dari sepuluh tahun. "Jangan berpura-pura!" Aku tidak menahan nada suaraku. "Jennie beritahu ibumu, jika dia ingin membunuh, dia seharusnya membunuhku juga atau aku akan kembali dan membalas dendam, karena aku tidak akan melepaskan kalian begitu saja!" Rasa kecewa dan dikhianati membuatku begitu benci, hingga memiliki dorongan untuk mencabik-cabik wajah wanita yang dulunya aku sayangi sepenuh hati ini. "Yeona hentikan! Kenapa kau berkata seolah bibi Cheryl yang melakukan pembunuhan!" Owen menyalak padaku. "Aku tau kau merasa tidak adil, tapi jangan menuduh sembarangan seperti itu. Yang membelamu mati-matian di persidangan adalah bibi Cheryl." "Diam!" Teriakku kepada Owen. "Apa yang kau tahu? Penghianat sepertimu yang telah dibutakan, hanya bisa melihat iblis sebagai dewi, kau tidak tahu apa-apa dan tidak berhak untuk berkomentar!" Semua kemarahan membuncah di dalam hatiku dan membuat kata-kataku mengalir dengan sangat cepat. "Kompensasi? Puih! Jangan berpura-pura ingin memberikan kompensasi ketika kau sedang memeluk seorang pembunuh di lenganmu. Pada akhirnya kau sama saja!" "Hentikan!" Jennie menutup telinganya, terlihat begitu syok dan akhirnya jatuh pingsan di pelukan Owen. "Waktu lima menit habis." Dua polisi yang sejak tadi hanya melihat akhirnya menarikku menjauh dan menuntunku naik ke atas bus. Aku terus melihat ke arah Owen dan Jennie bahkan ketika aku sudah duduk di salah satu kursi. Melihat Owen yang terlihat begitu khawatir menggendong Jennie keluar dari jarak pandangku. Aku membuang muka, menutup kaca jendela dan menunduk. Melihat pergelangan tanganku yang dulunya hanya akan dilingkari oleh perhiasan dan jam tangan termahal, kini hanya memiliki sepasang borgol perak polos yang di beberapa sisinya mulai berkarat. Aku, Yeona Thalassa. Delapan belas tahun, putri tunggal pengusaha terkaya di distrik 02 kini menjadi seorang tahanan, yang akan berjalan ke dalam neraka dunia bernama Distrik 101. Bersambung ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD