Survival 23

1362 Words
Yeona kembali ke lantai bawah, membuka kantong kresek yang berisi hasil belanjaannya kemarin di mini market dan sarapan hanya dengan roti tawar serta s**u keledai. Dia juga mandi dan berganti pakaian sebelum keluar rumah. Karena kejadian dengan mutan babi kemarin, Yeona masih belum berani membeli bahan mentah, terlebih daging sebelum dia tahu di mana tempat terpercaya untuk membelinya. Sekarang ini, Yeona hanya akan makan makanan instan dan mengumpulkannya sebagai bahan persediaan, tapi karena tidak ingin terlalu menarik perhatian, Yeona harus membelinya sedikit demi sedikit setiap hari. Untungnya, rumah yang Yeona beli langsung tersedia dengan perabotan yang super lengkap, jadi perlengkapan yang harus Yeona beli bukan lagi alat-alat yang berat. Selain itu, setelah menjelajahi keseluruhan rumah, Yeona akhirnya memilih untuk tinggal di basemen, selain karena Yeona merasa aman di sana, Yeona juga bisa memasak apapun tanpa ada kecemasan kalau-kalau orang lewat akan mencium aroma makanannya, sebab dia berencana untuk tetap membuat rumah itu tanpak seperti tak berpenghuni. Setelah selesai dengan semua persediaan dan tempat tinggal, barulah Yeona keluar dari lingkungan perumahan untuk mencari informasi yang lebih detail tentang kehidupan di kota itu. Menurut penuturan Iris, untuk bertahan hidup di distrik yang penuh bahaya itu ada dua pilihan. Tetap di dalam dinding dan bekerja serabutan, hidup seadanya dan tetap transparan tanpa menyinggung siapapun, sedangkan pilihan lain adalah masuk ke dalam guild atau membentuk guild. Dengan begitu, mereka akan mendapatkan rekan satu tim yang bisa berjuang bersama mereka. Opsi pertama lebih banyak dipilih oleh manusia biasa yang tidak memiliki kekuatan apa-apa, sedang opsi kedua untuk mereka yang mau menerima tantangan dan mengejar kekuatan, karena guild biasanya secara rutin keluar dari dinding Athena, entah untuk melatih kemampuan atau hanya sekedar menerima misi yang menawarkan hadiah tertentu. Yeona saat ini, berdiri di depan gedung terbesar di pusat kota, yang merupakan tempat penyedia informasi terbesar distrik seratus satu dan juga merangkap sebagai markas besar para narapidana. Tapi, karena narapidana baru tiba kemarin, gedung itu sangat ramai, bising dan sesak, jadi Yeona mengurungkan niatnya untuk masuk hari ini dan memilih untuk ke toko membeli pakaian dan selimut. Butuh beberapa hari hingga gedung pusat informasi itu akhirnya bisa lebih lenggang. Yeona menarik tudung jubahnya dan masuk, mengambil arah yang berlawanan dari kebanyakan orang dan menghampiri meja resepsionis yang menyediakan pekerjaan dalam distrik. "Aku ingin mencari pekerjaan," kata Yeona begitu dia tiba. Yang duduk di balik meja adalah wanita paruh baya yang senyumnya sangat mahal, mengunyah permen karet dan bersikap sangat acuh tak acuh. "Pekerjaan apa?" Yeona mengerutkan kening. "Pekerjaan apa saja yang tersedia untuk wanita?" "Prostitusi." " ... " "Tidak mau?" Wanita paruh baya itu mengangkat alis. "Pekerjaan itu adalah pekerjaan dengan bayaran paling tinggi." Yeona menarik napas dan mengehembuskann perlahan. "Yang lain." Wanita itu memutar mata dan berdecih sebelum membuka daftar di komputernya. "Ada penari tiang, penari telanjang, pelayan diskotik, panti pijat, perawat ... "Stop." Yeona memegangi kepalanya. "Tolong rekomendasikan pekerjaan yang lebih normal." "Semua pekerjaan yang aku sebutkan normal dan juga pekerjaan paling populer untuk wanita." Pekerjaan yang normal dan paling populer? Yeona merasa miris mendengarnya. "Lalu berikan aku pekerjaan yang tidak normal." Saat Yeona mengatakan itu, semua petugas resepsionis menoleh padanya dengan tatapan aneh sebelum kembali menekuni pekerjaan mereka. "Kenapa? Apakah tidak ada?" Wanita yang melayani Yeona kembali menatap komputer. "Ada petugas kebersihan, tukang kebun, penjaga tanaman herbal ... "Apa yang dilakukan penjaga tanaman herbal?" Wanita itu meledakkan permen karetnya dan menjawab. "Menjaga dan merawat tanaman herbal tentu saja." "Jam kerja?" "Lima jam per hari." "Berapa banyak pekerja dalam satu perkebunan?" "Paling banyak empat pekerja, dengan sistem shifting." Artinya, tidak ada teman kerja saat dia shift. Ini adalah pekerjaan paling cocok bagi Yeona, karena semakin sedikit orang yang berinteraksi dengannya, maka semakin sedikit orang yang mengenalnya. "Aku mau pekerjaan ini." Petugas resepsionis itu hampir menelan permen karetnya dan terbatuk. "Pekerjaan ini memiliki bayaran paling rendah" Yeona menggeleng dan mengulurkan tangan kirinya. "Tidak apa-apa, aku mau pekerjaan ini. Tolong hubungi aku jika pekerjaannya sudah tersedia." Kartu identitas juga seperti alat komunikasi untuk para narapidana, tapi tidak bisa digunakan oleh sesama narapidana, melainkan alat komunikasi untuk pemerintah dan instansi tertentu, misalnya pekerjaan seperti ini. Melihat Yeona benar-benar serius, petugas resepsionis itu tidak peduli lagi. "Tidak perlu menunggu, spot kosong untuk pekerjaan ini sangat banyak. Aku akan mengirimkan alamat tempat kerjamu ke chip IDmu." Dia menscan pergelangan tangan kiri Yeona dan mengetik sesuatu dengan cepat di komputer. "Kau bisa mulai bekerja besok pagi pukul delapan pagi hingga pukul satu siang." Yeona mengangguk sebelum akhirnya berbalik pergi. Di perjalanan, Yeona melihat cahaya kebiruan menyala di pergelangan tangannya, saat dia memeriksa dan menekan cahaya itu, sebuah layar transparan yang hanya bisa dilihat olehnya muncul, di dalamnya terdapat pesan dari resepsionis tadi tentang tempat kerja dan detail lain yang belum dia jelaskan. Melihat teknologi ini, Yeona cukup kagum, karena chip ID distrik terluar Athena ternyata tidak begitu tertinggal dari distrik dalam. Yeona akhirnya beranjak pulang, namun setibanya di gerbang, dia bertemu lagi dengan rombongan yang pernah dia lihat di depan rumahnya, Yeona menebak itu adalah anggota guild tempat Qiu Shen bergabung. Yeona memelankan langkahnya dan tetap berjalan di belakang kelompok itu sejauh mungkin. Tapi sosok paling mencolok diantara mereka menoleh. Qiu Shen, menatap ke belakang dan menyipitkan mata, menyebabkan langkah Yeona terhenti untuk sesaat. Di saat jantung Yeona berdetak sangat kencang dan mulai berpikir bahwa pria itu mungkin saja mengenalnya, Qiu Shen berbalik kembali dan lanjut berjalan tanpa menoleh lagi. Yeona menghela napas lega dan semakin membuka jarak. Untungnya, beberapa saat kemudian kelompok itu masuk ke pekarangan salah satu rumah. Rumah itu hanya dipisahkan oleh taman dengan rumah Yeona, jadi melalui jendela lantai dua rumahnya, Yeona bisa melihat orang di lantai dua rumah itu menggunakan teropong jika tirai jendela mereka terbuka. Setelah beberapa hari pengamatan diam-diam, Yeona menyimpulkan bahwa guild itu memiliki setidaknya lebih dari dua puluh anggota, beberapa tinggal di rumah seberang sedang beberapa lagi hanya datang setiap pagi. Yeona juga sudah mulai terbiasa dengan kehidupan mengendap-endapnya, juga mulai terbiasa dengan pekerjaannya yang hanya merawat kebun tanaman herbal. Hanya saja, karena setiap hari terus melihat Qiu Shen, Yeona mulai tidak bisa mengabaikannya, terlebih saat pria itu akan duduk sepanjang hari hingga tertidur di sofa lantai dua. Suatu pagi, saat Yeona melintasi basecamp guild itu, dia menghentikan langkah salah satu anggota average yang menurut pengamatan Yeona paling ramah pada orang lain. "Ada yang bisa aku bantu?" Pria itu terlihat waspada karena penampilan Yeona yang wajahnya sama sekali tidak kelihatan. "Umm, aku ingin menitipkan sesuatu." Yeona menyodorkan kantong kertas berisi dua bungkus roti dan sekotak s**u keledai. "Bisakah kau memberikan ini pada Qiu Shen?" "Qiu Shen?" Pria itu mengerutkan kening. "Kau siapa?" "Hanya kenalan." Yeona menyodorkannya lagi hingga pria itu menerimanya. "Terima kasih." Dia membungkuk dan berjalan cepat meninggalkan tempat itu. Pria itu menatap punggung Yeona hingga menghilang di tikungan taman dan menunduk pada kantong kertas yang dia bawa, mulai bertanya-tanya apakah harus memberikannya pada anggota paling cuek dan dingin di guild mereka atau membuangnya saja. "Iyan, ada apa?" Iyan menoleh dan bertemu pandang dengan ketua guildnya. "Karen, selamat pagi. Ini ada seorang gadis yang menitipkan sesuatu untuk Qiu Shen, apakah menurutmu aku harus memberikannya atau tidak." "Qiu Shen? Seorang gadis?" Dia mengangkat alis. "Apakah dia memberitahu identitas dan penampilannya?" Iyan menggeleng. "Tidak, dia menutup seluruh tubuhnya dengan jubah dan hanya mengatakan seorang kenalan saat aku bertanya dia siapa." Karen mengangguk. "Berikan padaku." Dia menyambar kantong kertas itu dan membawanya masuk. Karen membalas semua sapaan anggota Guildnya dan naik ke lantai dua. Seperti biasa, di salah satu sofa, Qiu Shen sedang berbaring berbantalkan lengannya, tak peduli dengan cahaya matahari yang menyorot langsung ke wajahnya. Karen mendekat dan menutupi wajah Qiu Shen dari cahaya matahari dengan bayangannya. "Kau sudah bangun?" Qiu Shen membuka mata perlahan, melihat dari matanya yang tanpa kantuk, pria itu seharusnya sudah bangun sejak tadi. "Ini untukmu." Karen meletakkan kantong kertas itu ke meja. "Bangun dan sarapan." Qiu Shen melirik kantong itu dan mengerutkan kening. "Dari?" Karen mendengus, berbalik dan menutup tirai jendela. "Aku yang membawanya ke hadapanmu, dan kau masih bertanya itu dari siapa?" Dia mengibaskan rambutnya dan keluar dari ruangan. Qiu Shen masih mematai kantong kertas itu sebelum bangkit dan meraih isi yang ada di dalamnya, mendekatkan sebungkus roti ke hidungnya dan menghela napas. "Bau yang familiar," bisiknya. Bersambung ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD