Transformation 1

1078 Words
Angin malam semakin dingin, begitupun tubuh Yeona. Dengan bibir yang agak membiru dan napas putus-putus yang samar, jika tidak diperhatikan dengan baik, orang akan menyangka bahwa gadis itu sudah mati. Tapi, semenjak Yeona tak sadarkan diri, Qiu Shen sudah memegang tangan gadis itu dan terus memastikan bahwa nadinya masih berdetak, sebelum menggendongnya kembali dan masuk ke hutan. Setelah berjalan selama beberapa saat, Qiu Shen berhenti di depan sebuah goa dan masuk. Mengelilingi tempat itu untuk memastikan tidak ada binatang buas sebelum akhirnya meletakkan Yeona di tempat yang jauh lebih bersih, tentunya sebelum itu Qiu Shen telah melapisi permukaan goa dengan jaketnya. Terkadang, beberapa hal yang tidak kita harapkan untuk datang menjadi sesuatu yang tidak bisa ditinggalkan dan Qiu Shen akhirnya mengalami itu. Semenjak bertemu Yeona dan berinteraksi dengannya, Qiu Shen tahu bahwa kebebasan tidak lagi menyertai namanya. Selamanya kehidupannya hanya akan berputar di sekeliling gadis ini. Tapi, Qiu Shen bahkan tidak punya alasan untuk marah, karena kekangan itu tercipta akibat dirinya sendiri. Bahkan, di saat ada kesempatan untuk melepaskan diri seperti ini, Qiu Shen tidak bisa lagi mengontrol dirinya sendiri. Atau mungkin tidak? Karena sepertinya memang dialah yang menolak melepaskan diri. 'Padahal dia seharusnya bisa hidup lebih nyaman jika tidak bertemu denganku.' Qiu Shen masih terus meraba pergelangan tangan Yeona ketika tiba-tiba suara geraman terdengar dari luar, dari bayangan yang terpantul memasuki mulut goa, Qiu Shen bisa menebak dengan jelas siapa itu. Tatapannya tiba-tiba menjadi datar seolah semua emosi yang dia tampakkan ketika sendirian tidak pernah ada. Qiu Shen melepaskan tangan Yeona dan keluar. Sesuai dugaan, yang berdiri tepat di depan goa adalah Zombie tingkat menengah dengan bola api di tangannya, yang bahkan dengan adanya anak panah menembus lehernya, dia masih bisa berdiri tegak. "Pergi," desis Qiu Shen, saat ini dia tidak membawa satupun peralatan bertarungnya, namun sama sekali tidak menunjukkan posisi siaga. Zombie itu menggeram, memiringkan kepala ke kiri dan ke kanan selagi mengangkat kedua tangannya. Tujuannya jelas, dia akan menyerang. Tapi, bahkan setelah beberapa saat, Zombie itu menyadari bahwa api di tangannya tidak bergerak, apalagi terlontar menyerang musuhnya. Konon, semakin tinggi level Zombie, maka mereka akan mulai mendapatkan kewarasan mereka sedikit demi sedikit, hanya saja tidak akan pernah menghapus kenyataan bahwa mereka bukanlah manusia. Sekarang, mata Zombie itu kebingungan, menatap api di tangannya bergantian dan sekali lagi mencoba untuk menyerang, namun masih tidak berhasil. Saat ini, mata gelap Qiu Shen tiba-tiba berubah warna, bersama dengan tekanan yang membuat Zombie itu perlahan membungkuk dan akhirnya berlutut. Suara tulang-tulang yang patah terdengar nyaring sedangkan dari kepala Zombie itu perlahan terlihat cahaya kemerahan. Zombie itu mendongak, dengan pupil yang mengecil karena matanya yang membelalak terlalu lebar, dia memaksakan suara keluar dari mulutnya, namun yang terdengar hanya geram-geraman tak jelas. Tapi di kepala Qiu Shen, dia mendengarnya bertanya. 'Kenapa kau di sini?' Kraaassshh ... Cahaya merah di kepala zombie itu tercabut dan melayang ke hadapan Qiu Shen dalam bentuk kristal nukleus merah yang jernih. Qiu Shen mengambil kristal nukleus itu dan mengamatinya dengan seksama. Zombie tingkat menengah yang mulai mendapatkan akal pikiran, Qiu Shen tidak menyangka akan menemukan satu di tempat ini. 'Apakah ini artinya para Zombie mulai menemukan posisi dinding Athena?' Hal ini tentu bukan berita baik untuk umat manusia yang telah hidup ratusan tahun dalam perlindungan dinding. Qiu Shen memasukkan kristal nukleus itu ke sakunya dan kembali ke dalam goa, namun menemukan Yeona sedang memeluk dirinya sendiri, meringkuk mencari kehangatan dari tubuhnya, selagi giginya mengeluarkan suara ketukan. Qiu Shen mendekat dan menyentuh dahi gadis itu dan menghela napas begitu merasakan suhu tubuhnya yang tinggi. Ini adalah tahap akhir Yeona melawan infeksi. Qiu Shen melepaskan atasannya, meletakkannya di atas tubuh Yeona kemudian menarik gadis itu ke dalam pelukannya. Saat itu, pupilnya berubah lagi menjadi vertikal dan berwarna biru, sekejap kemudian sosoknya telah berubah ke bentuk serigala berbulu hitam. "Onix." Yeona berbisik pelan, semakin mendekat dan semakin menenggelamkan tubuhnya pada kehangatan yang ditawarkan oleh Qiu Shen. *** Saat Yeona membuka mata, hal pertama yang menyambutnya adalah d*da bidang dan bahu yang lebar juga napas hangat yang terus menerus menabrak dahinya. Detak jantungnya berdetak dengan kencang, sesaat setelah mendapatkan kesadaran, dia telah mengingat beberapa hal yang terjadi sebelum dia kehilangan kesadaran, jadi satu-satunya pria yang bisa bertelanjang dadda di depannya saat ini hanya Qiu Shen. Yeona menelan ludah dan menurunkan pandangan, untungnya dia masih berpakaian lengkap dan Qiu Shen masih pakai celana. Tapi, ada apa dengan kaki dan tangan miliknya yang melingkari seseorang seperti gurita? 'Yeona tenang, tarik kedua tangan dan kakimu dengan perlahan, pastikan jangan membangun ... "Kalau sudah bangun, jangan pura-pura masih tidur." Yeona spontan menarik kedua tangan dan kakinya dari Qiu Shen detik ketika dia mendengar suara pria itu. "Maaf," bisiknya pelan dengan posisi memunggungi lawan bicaranya. "Berikan." Yeona melirik, tapi menarik pandangannya kembali begitu melihat Qiu Shen masih tidak berpakaian. "Apa?" "Bajuku," jawab Qiu Shen. "Bajumu?" Yeona menunduk dan akhirnya menyadari bahwa sejak tadi dia memeluk baju seseorang, pantas saja aroma tubuh Qiu Shen masih tercium jelas meski dia sudah melepaskan diri dari pria itu, ternyata inilah penyebabnya. "Mana?" Yeona memejamkan mata, wajahnya memerah antara malu dan kesal pada diri sendiri, bahkan tidak berani menoleh saat memberikan baju pria itu kembali. "Jika sudah merasa lebih baik, keluar dan cuci muka." Selesai berpakaian, Qiu Shen keluar dari goa dengan bibir yang sedikit terangkat. Begitu mendengar langkah pria itu semakin jauh, Yeona melampiaskan rasa malunya dengan berguling, menendang udara dan mengacak rambutnya sendiri. Butuh beberapa menit sebelum Yeona bisa menenangkan diri dan akhirnya mau keluar menyusul Qiu Shen. Saat itu, Qiu Shen sedang duduk membersihkan pedangnya. Tapi begitu melihat Yeona, dia mengoper sebotol air. "Cuci muka, lalu kita sarapan." Yeona mengangguk dan mencari tempat tersembunyi, sekaligus menyelesaikan panggilan alam. Begitu kembali, Yeona dan Qiu Shen sarapan roti kering yang memang mereka bawa dari dalam dinding sebagai perbekalan. Kemudian, mereka melanjutkan perjalanan untuk mencari rekan tim mereka. Tapi, karena kaki Yeona masih sakit, sebelum berangkat Qiu Shen berlutut di depan gadis itu dan menawarkan punggungnya. "Aku bisa jalan sendiri," ujar Yeona. "Terlalu lambat." "A-aku akan berusaha untuk ... Yeona menutup mulutnya saat Qiu Shen menoleh dan menatapnya dengan dingin. Itu adalah tatapan tidak ingin ditolak, jika tidak pria itu bisa saja menggendongnya dengan paksa, dan mungkin akan lebih memalukan untuk Yeona. Yeona tidak bisa membaca pikiran seseorang, tapi dengan karakter Qiu Shen dia bisa menebak banyak hal hanya dengan raut minim dan tatapan datarnya. Jadi, mau tak mau Yeona menurut untuk mengalungkan lengan dan kakinya ke punggung Qiu Shen dan digendong sepanjang perjalanan mencari Ben dan yang lain. Bersambung ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD