Survival 35

1033 Words
Yeona berlatih sangat keras, menggunakan semua tenaganya dan menguras setiap tetes keringatnya. Pagi hingga malam, waktu yang dia miliki untuk beristirahat hanyalah saat makan siang dan saat makan malam sebelum tidur. Dan lagi, meski archery adalah latihan yang paling sedikit menggunakan tenaga dari seluruh tubuh, tapi latihan itulah yang tersulit. Terlebih, ketika gurunya adalah Qiu Shen yang sekedar memberi sedikit senyuman saja tidak pernah. Snap ... Meleset lagi. "Ulangi." Suara Qiu Shen dingin, berdiri tepat di belakang Yeona dan menekan pundaknya agar berada dalam posisi yang tepat. Yeona menggigit bibir dan memulai lagi. Pundaknya sudah sangat pegal hingga busur panah kayu yang tidak seberapa beratnya ini jadi sangat berat untuk Yeona. Lagi-lagi meleset, bahkan lebih jauh dari yang sebelumnya. Yeona menghela napas lelah. "Maaf." "Hn, istirahat dulu." Yeona menghela napas lagi dan melepaskan busurnya begitu saja, kemudian mencari tempat yang agak bersih untuk berbaring. Saat berlatih, Yeona merasa sangat lelah dan tak punya tenaga, namun saat beristirahat seperti ini, rasanya lelah itu kemudian bercampur dengan rasa sakit, seolah seluruh tubuhnya pernah dipukuli. Yeona mendongak begitu mendengar langkah kaki dan melihat Qiu Shen datang dengan dua gelas minuman penambah stamina. Begitu Qiu Shen duduk di sampingnya, satu gelas diletakkan di samping kepala Yeona begitu saja. Yeona menelan ludah mencium bau segar buah-buahan. Kebetulan sekali dia sedang sangat haus. "Apakah ini untukku?" tanyanya. Qiu Shen melirik. "Bukan, untuk tikus lapangan." 'Oke, berarti itu untukku.' Yeona bangkit dan meminumnya. Qiu Shen melepaskan gelasnya dan merogoh saku, di saat yang sama mengulurkan tangan ke arah Yeona. "Tanganmu." "Huh?" "Tangan." Yeona berkedip bingung, tapi masih mengganti pegangan minumannya ke kiri dan mengarahkan tangan kanannya ke Qiu Shen. Saat berlatih memanah, Yeona selalu memakai sarung tangan dari kulit, jadi jarinya tidak lecet sama sekali, tapi buku-buku jari Yeona agak membiru karena latihan tinjunya yang baru saja ditambahkan dalam jadwalnya beberapa hari yang lalu. Yeona hampir menarik tangannya kembali karena terkejut ketika melihat Qiu Shen memasang plester satu persatu di jarinya. "A-aku bisa memasangnya sendiri," kata Yeona, selagi berusaha menarik tangannya perlahan, meskipun berakhir dengan kegagalan. "Lalu kenapa tidak memasangnya sejak tadi?" Setelah selesai, Qiu Shen mengangkat kepalanya kembali dan menatap tangan kiri Yeona. "Satu lagi, kemari." "Biarkan aku memasang sisanya." Yeona benar-benar merasa canggung seperti ini, terlebih jantungnya tidak mau diajak bekerja sama dan terus berdetak kencang tanpa takut ketahuan. "Tangan kiri." Qiu Shen menekan suaranya dan akhirnya sekali lagi memasang lima plester ke jari-jari Yeona. Tak sampai di situ saja, tak lama kemudian Qiu Shen juga mengeluarkan satu pack koyo. Dan saat itu, Yeona membelalak sangat lebar dan langsung menyilangkan kedua tangannya di depan d*ada. "Qiu Shen, biar aku pasang sendiri." Kedua matanya terpejam. Qiu Shen tidak menanggapi dan masih mengulurkan tangan ke arahnya. Tapi yang terjadi selanjutnya adalah tamparan ringan di dahi gadis itu menggunakan kemasan koyo tersebut. "Lalu pasang sendiri." Kepala Yeona sedikit terdorong ke belakang, tapi sama sekali tidak merasa sakit. "Ya, terima kasih," sahutnya disertai lirikan diam-diam. Meskipun Yeona mengatakan ingin memasang koyonya sendiri, tapi sebenarnya dia sama sekali tidak bisa menyentuh punggungnya sendiri. Tapi Qiu Shen sudah beranjak untuk berlatih panah sendirian, menghujani target yang beberapa meter jauhnya seolah jarak itu bukan apa-apa. Posturnya tegak, garis ototnya halus, wajahnya datar dan tatapannya dingin. Seperti predator yang sedang mematai mangsanya di alam liar, menyiapkan kuku-kuku tajam sebelum menyergap dengan taring. Sangat tampan. Yeona membelalak dengan isi pikirannya sendiri dan mengalihkan tatapan dengan cepat. Ketika dia mulai merasa jantungnya berdetak kencang dan memompa darah terlalu banyak ke wajahnya, Yeona memukul kepalanya keras-keras. Tidak ada waktu untuk perasaan sentimental seperti itu! Tidak boleh! Yeona sadarlah! "Apa? Kau berubah jadi bodoh?" "Huh?" Yeona mendongak dan menyadari Qiu Shen menatapnya, mungkin bahkan menyaksikan dirinya memukuli kepalanya sendiri dengan bodohnya. "Jika sudah selesai, kemari dan lanjut latihan." "Oke." Keseharian Yeona yang sibuk terus berlanjut hingga waktu untuk misi yang ditentukan tersisa dua hari. Hari ini, mereka berkumpul di ruang rapat lagi, kali ini hanya dengan anggota guild baru dan beberapa anggota senior. "Hari ini pelatihan kalian berakhir, gunakan dua hari yang tersisa untuk beristirahat dan mengumpulkan stamina." Karen memberikan aba-aba kepada Ben dan Cathy untuk membagikan buku yang sejak tadi ada di tangan mereka. "Dan juga, pelajari semua monster yang ada di dalam buku ini." Yeona membuka lembaran pertama dan melihat gambar makhluk yang menyerupai manusia, namun dengan tubuh yang compang-camping hingga tengkoraknya terlihat, mata berwarna abu-abu dan kuku yang gelap. Zombie, mereka adalah monster pertama yang muncul di muka bumi, yang tercipta dari makhluk yang menguasai dunia saat itu, yakni manusia. "Semua monster yang ada di dalam buku adalah monster yang sudah para penyintas temui juga monster yang tercatat dalam sejarah setelah The Disaster Era, namun tidak menutup kemungkinan, kalian akan menemukan jenis monster baru. Jadi tetaplah berhati-hati." Saat rapat dibubarkan, Yeona juga beranjak, namun mendengar Karen memanggil namanya, jadi dia tetap tinggal. "Mengenai traumamu, bagaimana kau akan menanganinya?" tanya Karen, meskipun dia merasa punggungnya perih karena tatapan seseorang, dia sama sekali tidak mengurungkan niatnya untuk bertanya. Yeona tanpa sadar mencengkeram buku yang dia pegang dengan erat. "Aku akan berusaha untuk menyembuhkannya." "Caranya?" "Aku belum tahu." Yeona menunduk. "Tapi aku akan berusaha agar tidak merepotkan tim." Karen mengangguk. "Sudah seharusnya, misi ini juga adalah tes kedua untukmu, jika Kondisimu terbukti menjadi masalah, kau tidak bisa tetap di dalam guild." "Aku mengerti." Karen melirik Qiu Shen dan melihat pria itu sudah beranjak keluar ruangan. Namun, Karen selalu merasa diawasi. "Dan juga mengenai persenjataanmu." "Tenang saja, aku sudah menyediakan semuanya," ujar Yeona. "Bagus, tapi senjata api agak berisik, jadi jika tidak diperlukan, kau tidak boleh berada di garis depan. Aku akan menempatkanmu sebagai back up dalam tim, hanya perlu menembak jika keadaan memaksa." Yeona menggeleng. "Senjata apiku akan jadi back up, tapi aku bisa tetap bertarung bersama yang lain." Karen mengangkat alis. "Beberapa hari ini, aku sudah belajar Archery, meskipun belum begitu mahir, tapi aku sudah mendapatkan pengakuan dari guruku." "Archery?" Karen melirik dan bertemu pandang dengan Cathy yang telinga dan ekornya terus bergerak-gerak liar, sedangkan tubuh kecilnya melompat dengan penuh semangat. Yeona tidak tahu, bahwa di dalam guild, satu-satunya yang bisa disebut guru dalam Archery hanya Qiu Shen. "Baiklah, itu jauh lebih baik." Karen menepuk pundak gadis muda di hadapannya dan tersenyum. "Sampai jumpa dua hari kemudian." Bersambung ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD