Saat Yeona membuka mata, kegelapan yang familiar menyambutnya. Tekstur lembut sutra dan dinding-dinding tipis di sekelilingnya juga sangat familiar.
Dia mengulurkan tangan untuk merobek lapisan sutra di hadapannya dan berhadapan langsung dengan matahari yang tiba-tiba begitu terik menyerang matanya.
Angin yang kencang berhembus, merobek sisa sutra yang mengelilingi Yeona dan menerbangkannya, saat itulah Yeona bisa melihat sekelilingnya dengan lebih jelas.
Langit terbentang sangat luas, berwarna biru tanpa awan, sedangkan warna biru yang lebih gelap membentang tak kalah luasnya di bawah.
Lautan.
Di dalam Athena, tidak ada lautan, jadi bagi manusia zaman ini, lautan hanyalah sejarah dari masa lampau yang mungkin tidak akan pernah mereka saksikan seumur hidup.
"Tapi, kenapa aku di sini lagi?" Yeona berbisik pelan sembari menunduk, menatap tubuh polosnya yang sangat pucat.
Tempat ini adalah tempat Yeona terbangun pertama kali setelah tak sadarkan diri di dalam tubuh laba-laba albino.
Sebuah pulau kecil yang di dalamnya penuh dengan jaring laba-laba, dan tempat Yeona saat ini adalah puncak tertinggi pohon di pulau itu, duduk di atas jaring laba-laba yang kokoh.
"Bukankah aku sudah kembali ke Athena?" Yeona berupaya untuk bangkit dan menatap sekeliling, tapi yang bisa dia lihat hanyalah lautan dan langit tanpa batas.
"Apa yang kau harapkan?"
Yeona berbalik dengan waspada dan membelalakkan mata begitu melihat laba-laba albino besar tengah menatapnya dengan mata violet yang tajam.
Jantung Yeona berdetak dengan kencang, di kala kepanikan juga mulai melanda hatinya.
Apakah pertemuannya dengan Qiu Shen hanya mimpi?
"Tentu saja, lagipula kau akan selamanya menemaniku di sini."
"Tidak mungkin!"
"Yeona!"
Yeona tersentak dan membuka mata dengan napas memburu. Pandangan yang mengabur perlahan menampakkan sosok Qiu Shen yang khawatir.
"Kau mimpi buruk."
"Mimpi?" Yeona mencoba untuk memastikan, dan ketika dia melihat pria itu mengangguk, dia akhirnya menghela napas dengan keras.
Qiu Shen mengerutkan kening dan masih ingin bertanya ketika gadis itu tiba turun dari tempat tidur dan menariknya juga.
"Wyn keluar!" Yeona mengeluarkan suara penuh tekanan.
"Wyn?" Qiu Shen semakin bingung.
Tapi Yeona masih menatap penuh amarah ke tempat tidur. "Sebaiknya keluar sebelum aku benar-benar marah?"
Kemudian, dari bawah bantal tempat Yeona tadi berbaring keluar seekor laba-laba putih berbulu yang hanya seukuran ibu jari.
Tatapan Qiu Shen berubah seketika. Dengan gerakan yang sangat cepat, dia mengeluarkan pisau dan melemparnya ke tempat tidur.
"Qiu Shen!" Yeona berseru panik, selagi sibuk melindungi laba-laba itu dengan benangnya. Kemudian berlari cepat untuk menghalangi Qiu Shen yang sekali lagi hendak menyerang.
"Qiu Shen tenanglah, dia bukan laba-laba albino yang menyerangku."
Qiu Shen menatap tajam. "Hanya ada satu laba-laba albino di dunia."
"Aku tahu." Yeona menekan d**a pria itu agar mundur beberapa langkah dan berupaya menarik pisau dari tangannya. "Laba-laba yang menyerangku sudah mati, jadi dia laba-laba albino baru."
Qiu Shen menarik napas perlahan dan akhirnya sedikit lebih tenang. "Lalu kenapa membawanya pulang? Laba-laba albino hanya bisa lahir dari laba-laba albino juga, jadi dia anaknya kan?"
Yeona mengangguk pelan.
"Jadi?" Tatapan Qiu Shen kembali tajam.
Seumur hidup, satu-satunya makhluk yang bisa menyembunyikan diri dari pencariannya hanyalah laba-laba albino ini, dan parahnya lagi membawa Yeona menghilang selama dua tahun. Jadi Qiu Shen merasa sangat tidak aman jika makhluk itu masih berada di sekitar mereka.
Yeona menggigit bibir. "Dia mengikutiku tanpa sepengetahuanku."
"Lalu bunuh saja."
"Qiu Shen." Yeona memelas. "Dia sangat kecil dan tidak akan tumbuh sebesar ibunya karena aku menyerap semua kristal nukleus ibunya, jadi dia sama sekali tidak berbahaya."
"Tidak ada monster yang tidak berbahaya." Qiu Shen menarik lengannya dari genggaman Yeona, kemudian berbalik dan duduk ke sofa, bersedekap dengan wajah dingin.
Qiu Shen berkompromi, tapi bukan berarti dia tidak marah.
Yeona menghela napas pelan dan berbalik, menyipitkan mata pada laba-laba yang meringkuk di bawah benang-benang bajanya. 'Kau menggigitku.' desis Yeona dalam hati.
Laba-laba itu memanjat ke jaring dan menatap Yeona dengan mata bulat berwarna violetnya. 'Aku lapar.'
'Jika seperti itu, kau seharusnya membangunkan aku, jangan menggigit. Kau membuatku terkejut!"
'Tapi kau tidur nyenyak sekali.'
"Kau mengerti apa yang dia katakan?" tanya Qiu Shen.
Yeona menoleh. "Ya, sepertinya karena aku keluar dari kantong telur yang sama dengannya."
"Dia yang membuatmu mimpi buruk?"
Yeona perlahan bergeser dan melindungi Wyn dengan tubuhnya sebelum mengangguk. "Dia lapar."
"Apa kemampuannya?"
Yeona tidak ingin menjawab, tapi tatapan tajam Qiu Shen membuatnya tidak tahan untuk tidak menjawab. "Umm, selain hawa keberadaan yang tipis, dia ini sangat beracun."
Qiu Shen seketika sudah mengeluarkan pedang.
"Qiu Shen, tenanglah. Racunnya tidak mempan padaku, paling parah, dia hanya bisa membuatku mimpi buruk."
Qiu Shen tentu tidak akan tenang begitu saja.
'Yeona, aku lapar.' Wyn masih terus berputar di dalam kurungan, merengek-rengek seolah nyawanya tidak sedang terancam.
Yeona berbalik dan menatap dengan kesal. 'Ya sudah, keluar dan cari makan, tapi jangan membunuh orang.'
'Oke!'
Saat Wyn akhirnya pergi, Yeona menghampiri Qiu Shen yang masih betah berwajah kesal. "Dia menganggapku sebagai saudara, jadi percayalah, Wyn tidak akan melukaiku."
"Apa yang dia makan?" tanya Qiu Shen lagi. Dia tidak bisa mengerti bahasa laba-laba, tapi dia bisa mendengar semua ucapan Yeona.
"Dia makan serangga-serangga kecil."
"Lalu apa maksudmu memberitahunya jangan membunuh orang?"
"Umm, dia sedikit jahil dan suka menggigit hanya untuk membuat mimpi buruk dan halusinasi. Jadi aku memperigatinya agar hati-hati." Dia tersenyum manis ke depan wajah Qiu Shen. "Sekarang, waktunya kita makan malam juga."
Dari jendela, Yeona melihat matahari sudah tenggelam dan perutnya mulai keroncongan.
Qiu Shen masih kesal dan mendorong Yeona menjauh, tapi saat gadis itu beranjak ke dapur, dia mengekorinya.
***
Keesokan harinya, Yeona dan Qiu Shen tetap di dalam rumah untuk beristirahat dan menyusun rencana bagaimana agar Yeona bisa naik level dan menyembunyikan kristal nukleusnya.
"Seharusnya sama dengan cara Spem meningkatkan kekuatan, yaitu menyerap kristal nukleus."
"Menyerap kristal nukleus?" Yeona bergidik. Dia tiba-tiba terbayang bagaimana rasa sakit yang harus dia tanggung ketika menyerap kristal nukleus laba-laba albino dan tidak punya niat untuk mengulanginya lagi.
"Menyerap kristal nukleus untuk menaikkan level sama sekali tidak menyakitkan." Qiu Shen menyodorkan kristal nukleus warna merah besar ke hadapan Yeona. "Coba saja."
"Caranya? Dan ini kristal merah, bukankah aku seharusnya menyerap kristal yang warnanya sama dengan kristal nukleusku?"
"Tidak, elemen laba-laba albino netral. Jadi bisa menyerap kristal nukleus warna apa saja." Qiu Shen meletakkan kristal itu ke telapak tangan Yeona. "Pejamkan mata dan pusatkan energimu ke dalam kristal dengan hati-hati."
Yeona mengangguk mengerti.
Tapi pada percobaan pertama, Yeona gagal dan memecahkan kristalnya. "Maaf, padahal kristal itu sangat besar."
Qiu Shen tidak menjawab dan meletakkan kristal baru berwarna hijau. "Pelan-pelan saja, jangan mengeluarkan benang ...
Kristalnya pecak lagi.
"Maaf ...
Lalu percobaan ketiga hingga ke delapan, masih gagal. Untungnya pada percobaan ke sembilan, Yeona akhirnya berhasil.
Tapi Yeona sama sekali tidak bisa melompat dengan senang karena hatinya sakit melihat berapa banyak pecahan kristal tingkat tinggi yang tersebar di sekitarnya.
Tiba-tiba saja, dia ingat tentang cincin pemberian Onix yang penuh kristal nukleus. Jika saja dia masih memilikinya, dia pasti tidak akan se sayang ini merusak kristal dengan sia-sia.
Selain itu, Yeona juga penasaran. Di mana serigala itu?
Apakah selama dua tahun ini dia juga mencarinya.
Qiu Shen menatapnya diam-diam dan mengeluarkan cincin giok yang hampir tidak pernah dia lepaskan di lehernya. "Dia mencarimu."
"Apa? Eh! Kau menemukan cincinku!" Yeona meraih cincin itu dengan sangat senang, tapi saat mendongak matanya membelalak dengan lebar.
Sebab, tidak ada lagi sosok Qiu Shen di depannya, hanya serigala hitam besar yang menatapnya dengan mata biru yang menyala.
Bersambung ...