Transformation 12

1120 Words
"Yeona, kenapa kau tidak membiarkanku memperkenalkan diri?" tanya Mila. Saat ini mereka sedang beristirahat setelah meninggalkan hulu sungai, beberapa anggota makan siang, beberapa lagi tidur. Yeona dan Mila adalah opsi pertama. "Gadis itu mungkin terlihat malang, tapi kita juga tidak boleh lengah." Yeona menyandarkan punggungnya ke pohon selagi mengunyah roti kering. "Setidaknya tunggu hingga keadaannya lebih baik baru kita bisa memperkenalkan diri." Mila mengangguk-angguk. "Karena itukah kau baru memberitahuku nama aslimu setelah kita bertemu lagi di ibukota?" "Kurang lebih." Dua hari kemudian, mereka masih menyusuri hutan dan bahkan beberapa kali bertemu tim dari guild lain. Tapi sama seperti mereka, tidak ada satupun yang menemukan petunjuk berarti mengenai keberadaan mutan yang sedang mereka cari itu, apalagi menemukannya. Hingga akhirnya tim mereka sepakat untuk pulang saja, karena menjelajahi daerah yang belum terjamah tidak menguntungkan untuk formasi tim mereka saat ini yang mayoritas penyintas tak berpengalaman. Tapi, di tengah jalan, mereka justru berhadapan dengan monster kelinci, salah satu monster paling merepotkan bagi penyintas. Ukuran tubuh mereka tidak banyak berubah, tapi gigi dan kuku tajam juga kelincahan lompatan mereka sangat merepotkan. Terlebih mereka biasanya kemana-mana selalu berkelompok. Untungnya, sama seperti bison, kelinci adalah binatang yang tidak bisa memanjat, jadi untuk menghindari mereka, semua orang harus memanjat pohon dan memastikan pohon itu cukup tinggi dan tidak bisa dilompati si kelinci. Untungnya, setelah beberapa bulan berlatih, Yeona sudah mahir memanjat, sedangkan Mila memang sudah bisa sejak awal. Hingga akhirnya sekelompok monster kelinci itu pergi, semua orang menghela napas pelan. "Homi terluka," ujar Ralph. Sebagai pemimpin tim, Homi memang memastikan semua anggota timnya naik ke atas pohon dulu sebelum dia memanjat juga, tapi dia tetaplah seorang penyintas baru, pengalamannya tidak sebanyak para senior, jadi kakinya sekarang terluka. Sebagai orang yang biasanya menangani masalah medis, Mila menghampiri Homi dan mulai mengobatinya. Saat itu, Yeona tiba-tiba melihat segerombolan binatang hitam mengerubungi sebuah pohon, bergerak-gerak dan terlihat begitu padat. Yeona menyipitkan mata. "Makhluk apa itu?" tanyanya, sambil mengarahkan telunjuknya ke pohon besar yang tak jauh dari sana. Yang tidak dia sangka adalah, ketika semua orang mengikuti arah telunjuknya. Wajah Raya dan Iyan terlihat syok dan pucat. "Tidak baik, kita harus cepat-cepat pergi dari sini." Iyan memungut barang-barang yang baru saja dia letakkan dan menyuruh Mila untuk menyelesaikan perawatannya saat itu juga. "Ada apa?" Ralph sama seperti Yeona, tidak mengerti apa-apa. "Itu Black Butterfly, salah satu serangga yang berubah menjadi karnivora setelah bermutasi." Black Butterfly, Yeona pernah membacanya, hanya saja tidak menyangka bahwa ukurannya sama sekali tidak berbeda dari kupu-kupu biasa, terlihat begitu biasa jika saja warnanya bukan hitam pekat tanpa motif. Menurut keterangan buku panduan. Tingkat bahaya kupu-kupu ini jauh lebih tinggi daripada kelinci. Karena mereka lebih kecil, bisa terbang, berkelompok dan ganas. "Jangan membuat banyak suara." Iyan membantu Homi naik ke punggung Ralph. "Mereka itu cukup sensitif dan ... "Ahh!" Belum selesai Iyan berbicara, salah satu teman Raya sudah berteriak. Dan begitu semua orang menoleh padanya, entah sejak kapan tubuh gadis itu sudah tenggelam dikerumuni kupu-kupu. "Pergi dari sini, cepat!" Raya berlari lebih dulu, diikuti oleh Iyan, kemudian Yeona yang sedang menarik tangan Mila. Sedangkan korban si kupu-kupu, dalam sekejap sudah berubah menjadi tulang-belulang. "Cari sungai atau danau!" Hampir sama dengan lebah, saat ingin menghindari kupu-kupu kanibal, mereka harus menyembunyikan diri di dalam air. Kupu-kupu mengejar dengan cepat dan memakan korban lagi, yang tepat berada di belakang Mila saat itu. Mirisnya kematian teman mereka itu justru menyebabkan perhatian si monster teralihkan sejenak dan memberi yang lain waktu untuk melakukan diri lebih jauh. Tapi sepertinya, dewi keberuntungan sedang tidak berpihak pada mereka, karena setelah beberapa saat lari, sungai maupun danau yang mereka harapkan tak kunjung terlihat. Yeona masih sanggup berlari, tapi Mila tidak. Sejak tadi napasnya sudah ngos-ngosan, kerongkongannya kering dan kakinya sakit. Dia hanya memaksakan diri untuk tetap lari karena Yeona yang terus menoleh untuk menunggunya. Tapi pada akhirnya Mila kehabisan tenaga dan tersandung akar kayu, bersamaan dengan kupu-kupu yang mulai terlihat di belakang. "Mila!" Mila tidak berani menoleh, hanya menatap Yeona dengan mata memerah dan raut ketakutan. 'Aku tidak mau mati!' batin Mila nyaring, tapi saat menatap Yeona, dia memaksakan senyum dan berteriak, "lari!" Kupu-kupu menyusul dengan cepat dan menutupi menutup pandangan Mila, tapi alih-alih rasa sakit, dia justru merasa pelukan erat. Yeona memang lari sesuai permintaan Mila, tapi bukan lari meninggalkannya, melainkan kembali untuk melindunginya. Mila balas memeluk dengan wajah yang masih terkejut, tapi begitu melihat kupu-kupu hitam sudah sepenuhnya menutupi mereka, dia jadi waspada. Tapi anehnya, tidak satupun dari kupu-kupu itu yang langsung menyerang. Makhluk itu hanya terbang mengelilingi keduanya seperti tornado sebelum pergi bersama pasukannya begitu saja. Yeona juga menyadari keanehan itu dan tiba-tiba ingat tentang lebah dan bison yang juga tidak menyerangnya di misi sebelumnya. Tapi, saat itu Onix meninggalkan bekas di lehernya, sedangkan saat ini tidak ada. "Mereka meninggalkan kita begitu saja?" Mila bertanya tak percaya, pasalnya dua anggota tim sebelumnya, langsung digerogoti begitu rombongan kupu-kupu itu mencapai mereka. Yeona menoleh dan hanya berhasil melihat barisan terakhir kupu-kupu itu sebelum menghilang sepenuhnya di balik pepohonan. "Ya, mereka meninggalkan kita begitu saja," jawabnya pelan. "Kupikir aku akan mati." Mila menepuk dadanya dan menghela napas. "Tapi tadi itu sangat berbahaya, bagaimana kalau mereka menyerang?" Yeona tersenyum tipis. "Bukankah aku seharusnya dapat ucapan terima kasih?" "Oh, terima kasih." "Oke." Yeona kemudian berjongkok ke hadapan gadis itu. "Naik, kita harus menyusul yang lain." Mila ingin menolak, tapi saat ini kakinya yang terkilir tidak bisa digunakan berjalan dulu. "Maaf merepotkan," cicitnya pelan sebelum naik. Butuh setengah jam perjalanan sebelum Yeona akhirnya menemukan sungai, yang kemudian dia telusuri hingga mereka bertemu anggota timnya tak begitu jauh dari sana. "Kalian masih hidup?" Raya langsung mengajukan pertanyaan itu begitu melihat mereka. "Ya." Yeona menjawab seadanya dan menurunkan Mila. Raya mengerutkan kening tidak senang, padahal dia pikir dua orang menyebalkan ini akhirnya mati. "Mereka tidak ditandai kan?" Salah satu teman Raya berbisik. Saat itu, mata Raya berbinar cerah. Dia benar-benar hampir lupa, bahwa salah satu karakter merepotkan Black Butterfly adalah kemampuan mereka menandai mangsa yang pernah lepas dari mereka. Dan tidak ada jalan untuk menghilangkan tanda itu kecuali mati atau kembali secepatnya ke dinding untuk mendapatkan perawatan. Raya menghampiri Iyan dan berbisik pelan ke telinga pria itu. Iyan awalnya mengerutkan kening, memandang ragu ke arah Mila dan Yeona sebelum menghampiri mereka. "Mila, Yeona. Apakah kalian berkontak langsung dengan salah satu kupu-kupu itu?" tanyanya. Yeona dan Mila saling memandang tidak mengerti sebelum menjawab, "tidak." Secara bersamaan. Iyan ragu-ragu. Pasalnya Black Butterfly adalah monster yang sangat rakus, rasanya sangat tidak masuk akal, orang yang tertangkap oleh mereka bisa kembali hidup-hidup. "Iyan, jangan goyah. Ini mengenai keselamatan kita semua." Raya mendekat. "Jika salah satu dari mereka ditandai, maka para monster itu akan kembali untuk mencarinya. Kita bisa dirugikan saat itu terjadi." Saat itulah Yeona sadar bahwa masalah ini adalah upaya Raya untuk menyingkirkannya. Bersambung ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD