Survival 3

1128 Words
Hari itu, langit berwarna kelabu. Angin berhembus pelan sedangkan langkah kaki kami menggema diantara dinding dan lantai yang dingin. Kereta api yang panjang nan tua menunggu kami di gerbong, seperti monster raksasa yang membuka mulutnya untuk membawa kami ke neraka. Tapi, ungkapan itu tidak salah sepenuhnya, karena kereta inilah yang akan mengantarku nantinya hingga mencapai distrik seratus satu. Dari Distrik 02, bukan hanya aku yang mendapatkan hukuman pengasingan ke distrik 101, tapi aku adalah satu-satunya narapidana wanita. Keberadaanku begitu mencolok, seperti binatang eksotis langka, semua orang menatapku dengan berbagai macam tatapan. Mungkin saja tatapan kasihan, cemoohan ataupun tak peduli. Lagipula semua orang yang ada di sini adalah orang dengan catatan kriminal. Aku menunduk untuk menyembunyikan wajahku, tanpa sengaja menyebabkan ikatan rambutku yang longgar terjatuh. Itu adalah satu-satunya ikat rambut yang aku miliki sekarang, jadi aku berhenti untuk mengambilnya. "Terus jalan!" Sipir yang berjalan di sampingku mendorong pundakku dengan kasar, bersyukurlah karena aku masih sempat menyeimbangkan diri agar tidak jatuh. Aku mendongak. "Ikat rambutku jatuh," ujarku pelan, tapi begitu melihat tatapan tajamnya, aku tidak bisa menahan getaran tubuhku. Saat itu aku tau aku tidak akan mendapatkan kesempatan untuk mengambil ikat rambut itu lagi. "Merepotkan." Aku mendengar sipir itu mengumpat pelan padaku, namun aku hanya bisa terus menunduk dan melanjutkan langkah ke kereta. Setelah mengurung diri di dinding Athena selama dua ratus tahun, satu-satunya kendaraan jarak jauh yang bisa umat manusia pertahankan adalah kereta api, sedang mobil dan motor hanya bisa jadi kendaraan mewah untuk para konglomerat. Ini bukan pertama kalinya aku naik kereta, tapi ini pertama kali aku sangat takut dengan kendaraan panjang itu. Bukan hanya tujuannya yang mengerikan, tapi penampilan kereta itu juga mengerikan. Kereta itu terlihat tua dan tak terawat, penuh karat dan rapuh, seolah bisa roboh kapan saja. Distrik dua dan distrik satu adalah distrik yang terletak di dinding terdalam benteng Athena, sedangkan distrik 101 adalah dinding terluar. Jadi jarak yang akan kereta pidana ini tempuh akan sangat jauh, mungkin saja memakan waktu beberapa bulan, belum lagi kereta api ini juga harus berhenti untuk menjemput narapidana lain di setiap distrik yang mereka lintasi. Melihat penampilannya yang siap tercerai-berai kapan saja membuatku takut. Decitan yang terdengar ketika aku naik cukup untuk membuatku merinding. Apakah kereta ini bisa bertahan hingga distrik 101? Sipir penjara hanya mengantar kami hingga semua narapidana naik ke atas kereta dan menutup pintu. Di dalam kereta, yang mengontrol kami adalah sejumlah pria dengan tubuh kekar. Hanya dengan melihat saja, siapapun bisa menebak bahwa lengan besar mereka bisa mematahkan tulang manusia dengan tangan kosong. Mengejutkannya, meski penampakan luar kereta api ini sangat tua, di bagian dalamnya jauh lebih bersih dan terawat. Gerbong tempat kami berdiri saat ini hanyalah gerbong kosong, jadi dengan lebih dari dua puluh narapidana, ruangan itu tidak sesak sama sekali. Aku mundur ke sudut, mencoba untuk membuat keberadaanku tidak disadari siapapun, rambut panjangku yang terurai berhasil menutupi setengah dari wajahku. Dengan begitu aku berharap tidak ada yang memberikan perhatian lebih padaku. "Tidak banyak peraturan yang harus kalian patuhi di dalam kereta ini, kalian hanya perlu memastikan untuk tidak membuat keributan." Pria yang memimpin penjaga kereta berbicara, dia memiliki suara bass yang khas dan otot paling besar dari penjaga lainnya. Dari sudut mataku, aku bisa melihat masing-masing dari mereka memegang tongkat listrik, yang seolah siap untuk menghukum siapapun yang melanggar satu peraturan yang baru saja pria itu katakan. Setelah itu, mereka menuntun kami ke gerbong lain. Bagian dalam kereta narapidana ini sudah di susun sedemikian rupa layaknya tempat tinggal. Karena lamanya perjalanan untuk mencapai distrik terluar, gerbang dengan banyak tempat duduk dan meja hanya dua gerbong di mana kantin berada, sedangkan gerbong lainnya disulap menjadi kamar untuk para narapidana. Saat ini, narapidana yang ada di dalam kereta selain kami yang dari distrik dua, hanya ada narapidana dari distrik satu. Tanpa ku sangka, narapidana wanita dari distrik satu cukup banyak. Saat kami melewati kantin, aku bisa melihat beberapa dari mereka duduk dan makan diantara narapidana pria. Aku tidak tau apakah harus senang atau waspada dengan banyaknya narapidana wanita. Jika kami bisa berhubungan baik, maka kehidupanku juga akan baik-baik saja, tapi yang aku takutkan adalah orang-orang dari distrik satu terkadang menganggap rendah orang dari distrik lain, jadi kasus perundungan kerap terjadi antar distrik jika bertemu dan kebanyakan pelakunya adalah orang dari distrik satu. Walaupun orang dari distrik dua sudah termasuk orang-orang kelas atas, tapi di hadapan penduduk distrik satu, mereka tetap setingkat lebih rendah. "Oii...Kau ikut denganku." Seseorang menepuk pundakku. Ketika aku menoleh, aku bertemu pandang dengan seorang wanita tinggi berambut cokelat dan bermata emerald. Meskipun dia seorang wanita, tapi otot-otot yang dia miliki tak kalah dari penjaga kereta lainnya. "Kemana?" tanyaku. "Tentu saja ke ruanganmu, jangan mengikuti mereka lagi, ruangan untuk narapidana wanita bukan ke arah sana." Huh? Aku kembali menatap ke depan dan melihat para penjaga hanya melirik tak peduli. Mereka tau aku salah arah, tapi tidak berniat memberitahuku. Aku berbalik untuk mengikuti wanita asing tadi, tapi tiba-tiba sesuatu menyentuh puncak kepalaku. Aku dengan cepat berbalik dan benda itu jatuh. Benda yang tergeletak di lantai adalah ikat rambut yang aku jatuhkan sebelum naik ke kereta. Aku dengan cepat mengalihkan pandanganku dan melihat punggung tegap seorang pria, dia memiliki bahu lebar dan rambut hitam pekat. Dari tempatku berdiri, aku sama sekali tidak bisa melihat wajahnya. Dia memungut ikat rambutku untukku. Aku ingin berterima kasih. "Oiii... Kau ikut atau tidak?" Suara tak sabar wanita itu kembali menarikku. Aku hanya menoleh sebentar tapi pria yang tadi sudah menghilang di balik pintu gerbong. Lupakan saja, aku akan mencarinya lagi nanti. Aku memungut ikat rambutku dan menggenggamnya dengan erat. Yang pria itu pungut mungkin hanya barang kecil dan tidak bernilai, tapi bagiku, ini adalah kebaikan pertama yang aku dapatkan setelah beberapa hari. Sepertinya aku benar-benar berjalan terlalu jauh dari gerbong tempat tahanan wanita tinggal, aku bahkan harus melewati kantin sekali lagi sebelum tiba di tempat tujuan. "Kenapa di sini sangat sepi?" Semua pintu kompertemen di gerbong tahanan wanita terbuka, dan aku bisa melihat bahwa ruangan di dalamnya kosong, bahkan tidak ada jejak terpakai sama sekali. "Karena tidak ada yang tinggal di sini." "Huh?" Aku jelas melihat banyak tahanan wanita di kantin tadi. "Apakah ruangan wanita dari setiap distrik berbeda?" "Tentu saja tidak, kereta ini tidak cukup panjang untuk itu." Wanita itu membuka salah satu pintu kompertemen lebar-lebar dan menyuruhku masuk. "Ini ruanganmu, tempat ini kosong karena para tahanan wanita dari distrik satu memilih untuk tinggal di ruangan teman mereka." Teman? Aku mengingat bahwa semua wanita di kantin setidaknya memiliki lima pria yang mengelilingi mereka, jadi teman yang dimaksud adalah mereka. Tinggal di ruangan teman pria memang lebih aman, dengan begitu mereka tidak perlu waspada akan serangan orang lain, tapi. Apakah mereka benar-benar hanya teman? "Oh, ya. Aku akan memberimu peringatan, karena kau terlihat tidak tau apa-apa. Jangan buka pintu sembarangan untuk siapapun dan jaga dirimu baik-baik." Bersambung ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD