bc

Believe Me

book_age18+
1.9K
FOLLOW
5.5K
READ
others
goodgirl
independent
drama
mxb
city
slice of life
naive
like
intro-logo
Blurb

Setiap hubungan asmara pasti mengalami pasang surut, ada saat bahagia ada saat terluka, ada saat hangat ada saat dingin. Begitu pula yang Felly rasakan akhir-akhir ini, dia merasa ada yang berubah meski tidak terlalu signifikan tentang tunangannya yang bernama Reza. Reza seolah tidak lagi peduli dan memberikan perhatian pada Felly, hal yang membuat Felly curiga pada kekasihnya itu. Apakah Reza menyimpan rahasia yang tidak Felly ketahui?

chap-preview
Free preview
Part 1
FELLY Aku pernah bahagia tapi itu dulu, ketika kita masih seiring sejalan melewati hari dan menatap masa depan. Tapi sekarang? Aku seolah hanya menjadi bayangan semu untukmu. Terkadang aku menghakimi diriku sendiri yang terlalu dibutakan oleh cinta. Hingga aku tak peduli dengan perubahan sikap dinginnya padaku karena aku percaya dia tak mungkin mengkhianatiku. Bahkan aku rela mengubah sisi ceria yang selalu menghiasi hariku hanya untuk mengimbangi sikapnya yang dewasa. Dan aku tentu saja tak mau terlihat kekanakan sebagai tunangannya. Apa semua orang yang kukenal memprotesku? Tentu saja. Kecuali dia yang tampak biasa biasa saja. Apa yang salah dari semua ini? Apa aku salah memilih dia sebagai lelaki yang pantas mendampingiku? Atau justru dia yang baru sadar, kalau aku tidak layak menjadi kekasihnya? Ah, Reza Ardhiyasa Ryder.... Kenapa kamu membuatku gila? ***** Aku bersandar pada senderan kursi cafe milik Doni––teman dekat waktu kuliahku dulu. Menunggu seorang pria tampan yang setiap hari tak pernah absen lunch denganku di sini. Meski dia selalu telat datang dan beralasan yang berbeda setiap harinya. Mataku mengedar ke setiap penjuru Cafe yang mulai ramai. Gemerecik air hujan yang turun begitu terdengar merdu di telingaku. Ini memang desember tak heran hujan terus mengguyur kota ini sedari pagi. Aku menghela napas, mulai jengah. Aku menyangga daguku di kepalan tangan kiriku, tiba-tiba fokusku terarah pada cincin berlian yang melekat di jari manisku. Kuusap cincin itu berkali-kali dengan senyum ketir tersungging dibibirku. Mengingat kejadian di mana kekasihku menyematkannya dengan lembut. Setetes air mata meluncur begitu saja dari pelupukku. Entah kenapa aku lebih bahagia dulu dibanding sekarang. Sikap pria yang kini menjadi tunanganku berubah drastis. Dulu disela kesibukannya sebagai CEO, dia tak pernah absen menghubungiku, meskipun hanya sekedar bertanya hal tak penting seperti lagi ngapain? Sudah makan belum? Kerjaan gimana? Selamat tidur. Sungguh aku sangat merindukan masa itu, merindukan perhatian sepenuhnya dari dia. Berbeda dengan sekarang, sikapnya berubah 180 derajat, terkesan cuek dan dingin. Komunikasi pun hanya sesekali, alasannya selalu sibuk dan banyak kerjaan. Hahhh! Kapan nikah? Nanti laki lo diembat orang lain. Secara tampangnya itu bule tampan biar kata KW. Lo gak takut apa? Ucapan sadis Angel sukses menempati posisi tranding topic di hatiku. Ck, siapa juga yang tidak mau menikah di saat sang pujaan hati telah meminang? Kurasa fase manusia setelah sukses di dunia remajanya maka impian mereka adalah menikah dan membina keluarga yang Sakinah, mawaddah, Warahmah. Apalagi usiaku menginjak angka 25 tahun beberapa bulan lagi. Terkadang aku iri melihat teman-teman dan sahabatku yang begitu lengket dengan suaminya. Bahkan banyak dari mereka yang sudah memiliki momongan. "Mungkin dia udah punya yang baru, sampai dia jarang ngasih perhatian ke lo." "Ssttt... Doni apaan sih lo. Denger Fel, mungkin dia emang benar-benar sibuk kerja buat tabungan masa depannya bareng lo. Jadi sebagai calon istri yang baik lo harus berpikir positif dan percaya padanya." Entah siapa yang harus ku percaya disini. Perkataan Doni teman kuliahku atau perkataan Annisa sahabat terbaikku sedari kecil. Ucapan Doni memang sering aku jumpai ketika banyak wanita yang mengeluh karena sikap pasangannya mulai berubah, dan alasannya karena perselingkuhan. Tapi apa tunanganku juga semacam itu? Aku menggelengkan kepalaku mencoba menghapus pikiran negatifku itu. Dan benar kata Annisa aku harus percaya pada dia. "Siang, Sipit. Maaf menunggu lama," suara sapaan berat itu sudah sangat familiar di telingaku. Kepalaku mendongak dan memberikan senyum termanisku untuk menyambutnya. Sebuah kecupan mendarat di keningku. Reza Ardhiyasa Ryder, pria tampan yang kumaksud, tunanganku yang sangat kucintai. Reza hanya tersenyum padaku, sebelum membuka jas abu-abu kerjanya dan ia sampirkan di kepala kursi, kemeja hitam dia lipat sebatas siku kemudian duduk di hadapanku. Telunjuknya dia acungkan isyarat memanggil pelayan, tak lama kemudian salah seorang pelayan datang dengan buku menu-nya. "Sirloin steak 2 dan lemon tea 2." Pelayan itu mengangguk dan berlalu pergi. Kebetulan makanan favorite-ku sama dengannya. Berbicara masalah panggilan 'sipit', Reza selalu bilang itu panggilan kesayangan darinya buatku, biar terkesan unik dan berbeda. Ck, padahal mataku tak terlalu sipit hanya semi sipit. Aku juga agak risih kalau harus memanggilnya dengan sebutan sayang, ayang, babe, darling, honey. Seperti yang selalu Tirta ucapkan pada Annisa atau pun Bisma pada Angel. Big No! Aku tak berpikir sampai ke situ. Tanganku gatal melihat peluh yang memenuhi dahinya, aku mengambil beberapa tissue dari dalam tas yang ku taruh disamping kursi. Ku ulurkan untuk mengelap keringatnya. "Capek?" tanyaku masih dengan tangan berada di dahinya. Reza menghela napas berat, seakan membenarkan ucapanku. Reza menyentuh pergelangan tanganku dan ia turunkan dari dahinya. "Sedikit. Ada sedikit masalah di kantor. Ditambah hujan dan macet sebelum kesini," jawabnya terlihat lesu. Aku mengangguk paham. Tak butuh waktu lama, pelayan datang dan meletakkan pesanan kami di atas meja. "Makasih," kataku sopan, dan dibalas dengan anggukan kepala serta senyum dari sang pelayan kemudian berlalu meninggalkan kami. Menunggunya selama 30 menit membuat perutku keroncongan, dengan segera aku melahap makanan favoritku ini. "Pelan-pelan Sipit jangan terburu-buru," gumam Reza, mungkin geli melihat cara makanku yang tergesa, aku hanya tersenyum malu. Aku meraih Lemon tea, dan menyedotnya, mataku menatap Reza yang sedang tenang melahap makanannya. "Emm.. Za?!" s**t kenapa jadi gugup begini sih. Rileks Felly !! "Iya. Ada apa? Ada masalah? kok gugup gitu? Akhir-akhir ini kamu juga sering melamun." Reza dengan santainya mengucapkan serentetan kata tanpa menoleh sedikit pun kearahku. Oh Tuhan keterlaluan. Kucoba menarik napas panjang, menetralkan amarah yang bergejolak hanya karena perkataan Reza tadi. Melamun? Ck, apa dia benar benar tak sadar kalau yang ada dilamunan ku itu dia REZA ARDHIYASA RYDER. "Gak ada masalah kok," jawabku sesantai mungkin. "Papa dan Mama ngundang kamu dinner di rumah malam ini. Mereka mau berangkat ke Jepang besok dan bakal menetap di sana. Aku gak maksa kok, kalau kamu sibuk gak papa," lirihku seraya menggigit bibir bawahku. Reza mendongak lalu beralih dengan menyedot lemon tea sebelum pandangannya terpusat padaku. "Aku akan datang," jawabnya singkat dan datar. Tapi entah kenapa hatiku berbunga-bunga dengan jawabannya tadi. "Serius?" Reza mengangguk "Makasih." "Sama-sama, Sipit." Lagi Reza hanya tersenyum kecil, tangannya terulur mengacak-acak rambutku pelan. Dan mungkin saat ini wajahku telah berubah merah hanya karena perhatian kecil yang dia tunjukan meski sikap datarnya masih sangat kentara. Kulihat dia melirik ke arlojinya. "Aku harus balik ke kantor nih masih banyak berkas yang harus aku tanda tangani." Reza bangkit berdiri merapikan kembali kemejanya dan meraih jas lalu memakainya. "Kamu gak papa pulang sendiri?" Aku menggeleng. Bagiku pulang sendiri sudah menjadi hal biasa selama beberapa bulan ini. Bedanya hari ini aku gak bawa mobil. Terpaksa naik taksi. "Hati-hati kalau udah sampai hubungin aku," ucapnya sesaat sebelum dia mencium keningku. Kemudian menyimpan beberapa uang diatas meja. Yeah, setiap hari dia selalu mentraktirku. Sebelum akhirnya meninggalkanku sendiri yang masih mencerna sikap yang ditunjukannya hari ini, masih terkesan datar tapi setidaknya ini menjadi awal kembalinya sikap Reza yang dulu. "Ck, Romantis banget." Kulihat Doni––pemilik cafe ini duduk di sampingku dengan kedua tangan dilipat di d**a. "Jadi udah baikan nih?" godanya terkesan mengejek. Annoying!! Aku mendengus, memutar bola mata kesal. "Siapa juga yang lagi marahan. Sok tahu lo." Dan tanggapannya hanya tertawa terbahak-bahak. Benar-benar minta di hajar nih orang. "Syukurlah, biar lo gak galau terus," ucapnya dengan menaik turunkan alisnya. Sebenarnya aku tak pernah curhat secara detail pada Doni, kecuali pada Annisa yang jelas-jelas sudah ku percaya. Namun karena setiap hari aku berkunjung ke cafe dia bersama Reza, dengan berbagai ekspresi yang ku perlihatkan membuat Doni sedikit tahu banyak mengenai aku dan Reza, biarlah ku yakin Doni bisa dipercaya. Aku menyodorkan uang dari Reza lebih dekat dengan Doni, lalu bangkit "Gue pulang," kataku datar, mendekatinya lalu menoyor kepala Doni cukup keras hingga membuatnya meringis. Dan aku tak menghiraukannya, berjalan tanpa dosa dan kuyakin dia sedang mengumpat di belakang sana. Terserah saja. *****

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
13.5K
bc

My Secret Little Wife

read
98.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
102.4K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook