Drama Strategi

1061 Words
Belum selesai berbicara, wanita tua itu meninggalkan lawan bicara. Pricilla hanya bisa menutup rapat mulutnya kembali. Dia bergegas menarik selimut, menutup seluruh tubuh, terkecuali kepala. Memejamkan mata setelah merasa silau dari sorot cahaya putih di atasnya. Keesokan harinya, Pricilla duduk di sebuah ruangan. Dia menikmati masakan ibunya, sembari memainkan ponsel. Gadis itu memikirkan strategi marketing yang akan diterapkan saat ini. Dia melihat peluang trik yang sedang naik. Melalui sebuah drama. Tidak bisa dipungkiri, daya tarik suatu drama sedang menyita perhatian sebagian besar warga. “Pris, hari ini kamu libur atau berangkat?” tanya wanita yang sedang menuangkan air minum dari teko. “Berangkat, kok. Tapi, jadwalnya agak siang,” jawab Pricilla tersenyum ke arah ibunya. Hari ini, hari yang menyenangkan. Masuk sekolah, lebih siang dari biasanya dan tidak dituntut dengan tugas yang membludak. Hanya membahas materi yang sudah lalu dengan begitu santai. Pricilla tidak menggunakannya dengan baik, pikirannya justru berpaling kepada strategi penjualan yang belum ada ujungnya. Tidak lama dari itu, Anara mendekat ke arahnya, ketika guru sedang keluar kelas. Anara memberikan sebuah ide, di mana menggunakan nama varian yang lebih unik. Misalkan, menggunakan kata-kata yang berbau dengan romantika. Pricilla memang tidak menyanggah, tapi bukan berarti menerima. Dia perlu memikirkan saran dari Anara, agar tidak terjadi permasalahan ke depannya. Pricilla tidak menginginkan hal itu. Jadi, dia harus memutuskan sesuatu di saat pikiran sudah tenang dan dipikirkan secara masak. Tidak lama kemudian, Anara kembali ke bangkunya. Guru telah hadir di depan kelas, membawa satu tumpuk buku yang lumayan tebal. “Tolong dibaca materinya, kemudian buat satu ringkasan,” kata guru dengan kemeja batik lengan panjang, rok hitam, dan kerudung cokelat. Satu kelas mengerjakan tugas itu dengan keadaan sepi dan tenteram. Pricilla pun merasakan kenyamanan yang ada di kelas. Sampai tidak terasa, waktu telah habis. Gadis itu meninggalkan kelas dengan membawa tas ranselnya. Pricilla naik taksi, kemudian melenggang masuk ke rumah setelah sampai. Menemui ibunya yang tengah membuat donat kering sesuai pesanan yang sudah masuk. Rupanya mulai saat ini, kehidupannya akan dipenuhi dengan drama donat yang tidak ada habisnya. Tapi, dia tetap mensyukuri hal itu. Di mana, dari hasil dagang dia bisa bertahan hidup. Syukur-syukur bisa mengembangkan sampai pesat dan beromset besar. “Ma, Pricilla mau mengubah nama varian. Menurut Mama bagaimana?” tanyanya meminta pendapat. Bagaimanapun, usaha yang dijalankan masih bersama dengan ibunya. Bahkan, modal saja dari wanita itu. “Kalau memang itu berguna, ya, silakan. Tapi, dipikirkan lagi. Apalagi, progres saat ini sudah cukup baik. Jangan sampai dengan perubahan malah memburuk dan membuang-buang modal. Kalau mau mengganti, harus punya filosofi yang jelas. Bukan hanya sekadar menarik saja.” Pricilla setuju dengan ibunya. Apalagi, membuat desain dan cetak kemasan tidak murah. Dia pasti akan membutuhkan suntikan dana yang lebih banyak lagi. Sedangkan, hasil keuntungan yang diperuntukkan untuk pengembangan kualitas produk sendiri belum sebanyak yang dianggarkan untuk mengganti semua itu. “Oke. Menurut Mama apa yang bisa kita lakukan agar bisa mengembangkan produk lagi, kecuali mengganti nama varian.” “Menggunakan strategi penjualan yang lebih menarik. Logikanya, ketika kita mengganti nama varian, tapi kita tidak punya trik penjualan yang konsisten, maka tidak akan memiliki pengaruh apa-apa dalam peningkatan penjualan. Sedangkan, ketika kita sudah mendapatkan trik yang tepat dan bisa meningkatkan hasil, kita bisa dengan mudah mengganti kemasan atau apa pun itu yang lebih menarik dan bagus, karena kita sudah menjangkau pasar produk kita.” Pricilla tidak mampu membuka mulutnya lebih jauh. Dia merasa tertampar akan pola pikir ibunya yang jauh lebih masuk akal. Kini, dia tahu pentingnya cara memutuskan dan memikirkan akan suatu hal. Tidak hanya melihat dari satu sisi, melainkan dua sisi sekaligus, yaitu kelebihan dan kelemahan. Pricilla mengambil ponselnya untuk mencari jurus jitu dalam trik penjualan. Namun, dia tidak mendapatkan trik yang bisa digunakan dalam mempromosikan produknya. Gadis itu menemukan sebuah video, di mana sebuah tutorial membuat sebuah makanan sembari mempromosikan makanan itu sendiri. Di mana orang yang ada di dalam video itu mengucapkan, resep boleh sama, boleh ditiru. Tapi, soal rasa tidak akan bisa disamakan, sebab beda tangan pasti rasa akan berbeda. Tidak lama kemudian, dia mendapatkan sebuah ide. Di mana dia bisa membuat sebuah video dengan drama. Menggunakan sebuah cerita yang sesuai dengan anak muda, mengalami fase cinta yang sedang diujung tanduk. Kemudian, pasangan itu memberikan sebuah donat kering untuk melunakkan hati wanitanya kembali. Tapi, Pricilla pun tidak tahu harus menggunakan jasa siapa dalam memerankannya. “Buat yang lebih sederhana saja dulu,” kata ibunya ketika dia mengajukan ide. Pricilla tidak bisa lagi menentang. Bahkan, ide-ide yang muncul tidak ada yang diterima. Gadis itu hanya bisa terdiam. Pikiran pun rasanya sudah malas untuk berpikir lagi. Mencari ide itu bukan hal gampang. Kemudian, tidak mendapatkan persetujuan. Tapi, Pricilla tidak bisa menyalahkan begitu saja dengan ibunya. Gadis itu harus bisa paham akan maksud dari penolakan itu. “Coba kamu cari lebih banyak referensi di aplikasi yang sering dimainkan oleh anak muda,” katanya. Gadis itu mengambil ponsel di atas meja. Dia melangkah masuk ke kamar, menutup pintu dengan rapat. Kemudian, merebahkan diri di atas kasur berwarna cokelat. Dia tidak melakukan apa yang disarankan oleh ibunya. Pricilla memilih tidur, karena merasa lelah. Di temani terik mentari yang berada di atas kepala manusia, dia didekap dalam kehangatan. Tapi, tidak lama kemudian seakan dilempar ke tebing. Pricilla terkejut dengan suara petir yang menyambar membuat Pricilla terbangun. Dia melihat cuaca di luar dari jendela dengan gorden yang terbuka. Mendung, gelap, dan tiba-tiba hujan turun sangat deras. Gadis itu memilih duduk dengan bersandar pada dinding. Dia mendekap tubuhnya sendiri untuk menenangkan diri dari suara petir yang menakutkan. Sampai akhirnya, dia tidak bisa lagi menahan rasa takutnya ketika angin kencang terlihat dari tarian pepohonan. “Ma, kenapa cuaca jadi begini?” tanya Pricilla memeluk ibunya di ruang tengah dengan erat. Tak terasa, air mata berhasil lolos begitu saja. Dia sangat takut dengan petir yang mengingatkan atas kejadian masa kecil. Ya, Pricilla kehilangan seorang teman kecil karena sambaran petir ketika dalam perjalanan pulang dari Bandung. “Gak usah menangis. Tidak akan ada apa-apa. Tenanglah, di sini ada Mama. Kita meminta sama Allah agar selalu dilindungi dari berbagai bahaya,” katanya mengusap air mata yang sudah membasahi pipi anaknya dengan lembut. “Ma, jangan pernah tinggalkan aku lagi.” “Tidak akan. Apa pun yang terjadi, kita harus bersama-sama. Sekalipun kita tidak punya satu perak pun.” Pricilla mengeratkan pelukannya. Tapi, tidak disangka ada sebuah kejadian di luar sana. Suara teriakan dari warga mulai terdengar begitu gemuruh. Ada apa?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD