(36:6)+6

3356 Words
Jangan pernah menggunakan kelebihanmu untuk sesuatu yang pada akhirnya akan menghancurkan dirimu sendiri. -          Anders Bratajaya –   “Pris, kamu punya idenya belum?” tanya Anara sembari menyeruput teh manisnya. “Gila, enggak sih kepala sekolah memberikan hukuman itu?” “Antara gila dan enggak.” Anders menjawab pertanyaan Anara dengan santai. Tapi, tangannya tidak berhenti menari di atas kertas berwarna putih itu. Saat ini geng luoji sedang berada di warung Pak Rahmat. Warung yang mereka tempat tongkrongan. Hampir setiap hari mereka datang untuk melariskan barang dagangan Pak Rahmat. Geng luoji tidak sama dengan geng lainnya yang ada di ibu kota, ia selalu membayar makanan yang mereka pesan. “Terus sekarang kita mau mulai dari mana?” tanya Agnetha, “Angka pertamanya berapa?” Anara melirik sekilas Agnetha. Ia merasa pembicaraan Agnetha benar, kode itu harus segera dibuat supaya tidak menjadi beban ketika ujian nanti. Tapi, semuanya butuh persiapan dan rencana yang matang. Kode yang diminta sekolah bukanlah sembarang kode yang seperti kita pakai untuk sandi layar ponsel. “Ra, kenapa?” tanya Agnetha yang peka terhadap lirikan Anara. “Kamu punya ide?” Anara menggeleng cepat. Tangannya terangkat seakan-akan mengatakan tidak tahu. Di saat semuanya memikirkan tentang kode rahasia, Anders masih terlihat sibuk dengan kertas putihnya. Anara menatap Kim, Davin, dan Raynar bergantian seakan bertanya apa yang dikerjakan oleh Anders, tapi mereka sama-sama tidak mengerti. Anara melakukan hal yang sama kepada Pricilla—yang duduknya berdekatan dengan Anders—tapi Pricilla juga tidak mengerti dengan coret-coretan Anders di kertas itu. “Anders, kamu lagi apa, sih? Kita kan harusnya sibuk sama kode itu, kamu malah asyik sama kertasmu,” tutur Pricilla. “Sorry, aku lagi mengerjakan soal online.” Anders menutup bolpoin. “Ya, sudah sekarang dibahas, yuk.” Dari tadi juga sudah membahasa, Anders saja yang tidak memedulikan. Ya, soal online untuk persiapan ujian memang penting, tapi kode ini juga penting demi keselamatan bersama. “Aku punya ide .... “ Anders mengambil ponsel dari dalam tasnya. “Kita bikin peraturan terlebih dulu.” “Buat apa?” tanya Agenetha, “Apa iya, peraturan sangat dibutuhkan?” “Bisa jelaskan, kenapa harus ada peraturan?” tanya Kim. “Oke, peraturan ini yang akan membuat kita bisa fokus pada tujuan. Nah, tujuan kita kan kode yang diminta sekolah, kan? Padahal kita tahu kalau kode itu tidak sembarangan. Jadi, kita harus merencanakan dengan matang. Langkah awal ya ini, peraturan untuk kita.” Pricilla menganggukkan kepalanya sembari membenarkan posisi jaket denimnya yang sedikit terbuka. “Oke, aku paham. Aku ada usul, salah satu peraturan dari aku adalah kita tidak boleh terlalu banyak bercanda supaya cepat kelar.” Pricilla memberikan kertas ke Anara. “Ra, kamu catat dulu semua usulan. Nanti di akhir baru disimpulkan.” Agnetha melihat Davin yang sedang membersihkan sweater-nya kotor karena terkena noda makanannya. Agnetha berjalan mendekat ke Davin, hal itu membuat mata teman-temannya mengikuti gerak-geriknya. “Astaga, Tha, Davin bisa sendiri.” Agnetha mengelap kotoran itu dengan tisu dan tidak memedulikan omongan Anders yang sedang bermain gitar. “Tha, mending memikirkan tentang kode bukan malah asyik mengejar cowok tidak punya adab.” “Wah, jahat mulutmu, Ders. Maksudmu apa cowok tidak punya adab?” Davin masih tetap setia dengan sweater-nya yang kotor. “Kamu kan suka godain cewek terus kalau sudah dapat kamu pacarin abis itu ditinggalin. Tha, mending buang rasa kamu sama Davin.” Anara masih setia menuliskan aturan pertama dari Pricilla. “Sudah, sekarang aku mau ngasih ide cemerlangku. Kita buat kode itu dari hasil pemikiran kita masing-masing yang nantinya diputuskan bersama.” Anders menaruh gitarnya lalu kembali mengambil kertasnya yang digunakan untuk menuliskan soal-soal yang ada di aplikasi bimbel online terpercaya nomor 1 di Indonesia itu. Ia menyibukkan dirinya dengan berkutat bersama angka-angka matematika. “Ada yang mau nyumbang aturan lagi ga?” tanya Anara. “Ra, kalau saran dari aku sih, kita buat angka-angka itu unik. Terus, jangan ada di antara kita yang absen ketika mengerjakan ini.” Kim memberikan sarannya.  Soal nomor 14 Budi mendapatkan nilai 4 jika ia berhasil menjawab dengan benar. Apabila ia menjawab salah, maka nilainya -1 dan jika tidak menjawab nilainya 0. Budi mampu menjawab seluruh soal. Tapi, ia hanya mampu menjawab dengan benar sebanyak 3 soal dari 15 soal yang ada. Berapakah nilai yang didapatkan Budi? “Huft, soalnya terlalu mudah. Anak SD aja bisa jawab,” Anders berbicara sendiri. Anggota geng bebas mengernyitkan dahinya menatap nanar kelakuan Anders yang jabatannya adalah ketua, tapi dia sendiri malah asyik dengan dunianya. Padahal, aturan yang dibuat untuk pembuatan kode belum selesai pada keputusan. “Anders, kamu ... Sumbang ide gih.” Anara merasa kesal dengan sikap Anders hari ini. “Loh, tadi kan sudah memberikan sumbangan, kan?” Anders menggaruk tengkuknya. “Kalau sumbangan uang, maaf kaga punya duit.” Anara menghela napasnya kasar. Bagaimana bisa ketua geng luoji malah mengerjakan soal matematika dan sesekali memainkan gitarnya ketika mereka sedang pusing memikirkan hukuman mereka? Cuek, keras kepala, mau menang sendiri, sih, boleh-boleh saja. Tapi, seharusnya tahu waktu dan suasana. “Anders, ini itu masalah penting. Kamu malah sibuk sama duniamu sendiri.” Pricilla mengingatkan. Raynar menatap Pricilla serius lalu sorot matanya beralih ke Anders. “Anders, please hargai semua yang ada di sini.” Raynar mengatakannya dengan logat Jawa kentalnya. “Oke!” Anders mengalah daripada harus lengser dari jabatannya saat ini. “Tapi, kasih waktu 2 menit, aku mau mengerjakan satu soal lagi.” “Hadeh .... “ Mereka kompak. Memang, Anders pencinta dunia hitung-menghitung dan bermain gitar. Baginya, hal itu mampu mengalihkan pikirannya pada masalah-masalah yang dihadapinya. Bisa dibilang, sebagai pelipur lara di hatinya. “Pris, kenapa?” tanya Anara yang melihat Pricilla sedikit murung. “Tidak ada apa-apa, aku cuma teringat Papa yang juga suka matematika dulu.” “Pris, kamu tidak boleh bersikap semena-mena sama mama. Siapa tahu dia tidak salah atau malah kamu yang salah paham. Apalagi, kamu yang terlalu kekeh dengan apa pun yang kamu yakini, ya, itu baik sih, tapi kalau berujung tidak baik kaya gini, siapa yang rugi?” tanya Raynar, “ Pris, coba kamu tanya tentang kebenaran yang membuat keluarga kamu hancur itu karena apa, tanyalah baik-baik sama mama kamu.” Raynar benar, apa mungkin selama ini Pricilla salah paham dengan mamanya? Kalau dipikir, seseorang yang pergi meninggalkan dan tidak ingin merawat anaknya, dialah yang bersalah. Tapi, itu ... Kebanyakan yang menjadi alur cerita di sinetron. “Pris, kamu harus mencari kebenarannya,” batinnya, “Yok, lanjut bahas. Kenapa malah jadi ke masalah pribadi sih?” Soal nomor 15 2, 4, 6, x ,y Tentukan nilai x dan y pada barisan aritmatika di atas! “Sebentar ... 2 menit, oke?” Anders meminta izin. Tadi, dia belum sempat mengerjakan karena terfokus pada obrolan temannya. Dia memang tipe orang yang cuek, tapi dia akab menjadi seseorang yang peka jika terjadi sesuatu dengan sahabatnya. Dua menit kemudian, Anders telah selesai mengerjakan soal yang katanya soal nomor 15 itu. Kini, mereka melakukan diskusi sampai akhirnya sudah terkumpulkan beberapa pendapat yang akan menjadi peraturan di geng luoji selama pembuatan kode. “Oke, kita ambil kesimpulan dan keputusannya nanti, saja, sekarang kalian boleh melakukan hal yang menyenangkan hati kalian ... Seperti Agnetha yang mencoba merayu Davin. Duh, Tha jaga harga diri dong,” canda Raynar. Kenapa tidak langsung diputuskan? Bagi mereka sesuatu yang terburu-buru tidak baik. Jika mereka melakukan sesuatu dengan terburu-buru, apalagi mengambil keputusan yang sifatnya untuk kebersamaan, akan memberikan dampak yang negatif. Bisa jadi, jika mereka melakukan secara tanpa pikiran yang bersih, proses pembuatan kode akan menjadi ambyar berantakan dan tidak membuahkan hasil. Kini, mereka sibuk dengan dunianya masing-masing. Ada yang sedang bercerita ria, ada yang sedang vc dengan orang lain, ada yang bermain gitar, ada yang memainkan ponselnya sembarang. “Gawat ... Uangnya menipis. Hanya ada saldo seratus ribu rupiah. Kita harus melakukan aksinya segera.” Pricilla melihatkan saldo rekeningnya. “Tapi, hari ini hari Minggu ... Apa kita mencari korban di jalanan?” saran Kim. “Jangan dulu, lebih baik besok saja, seperti biasanya. Takutnya, kalau kita melakukan aksinya di jalanan, anak-anak itu melihat kita, terus malah tidak mau kita bantu,” sanggah Anders. “Aku setuju!” Pricilla mematikan ponselnya. “Lalu kalau kita mencari korban di jalanan, kurang aman. Takutnya, tiba-tiba ada polisi ... Kita yang akan kena imbasnya.” “Maka dari itu, segala sesuatunya harus dengan pemikiran yang matang. Kita tidak bisa secara asal melakukan sesuatu tanpa adanya rencana sebelumnya.” Kim menambahkan. “Mengingat, kita masih punya tugas besar untuk menyelesaikan hukuman dari sekolah, jadi kita jangan melakukan aksi yang akan menambah beban kita. Tujuan kita memang membantu, tapi apa iya, kita malah menyusahkan diri kita sendiri?” Agnetha mengeluarkan unek-uneknya. “Iya, lebih baik kita menunggu waktu yang tepat untuk menambah tabungan itu. Ya, aku pikir lebih baik sekarang kita menyelesaikan rencana kita yang tadi. Untuk uang, kita pikirkan besok lagi. Kita harus bijak menyikapi segala masalah. Salah satu cara, ya, menyelesaikannya satu per satu,” tutur Anara yang memang benar sepenuhnya. Suatu masalah tidak bisa dicampur adukkan penyelesaiannya atau malah akan menjadikan masalah itu semakin rumit. “Nah itu yang aku maksud ... Aku mau lanjut mengerjakan soalnya dulu, ya,” kata Anders. “Hei, kamu tidak capek apa? Otakmu itu perlu istirahat Anders!” Kim mengingatkan. Raynar menatap Anders dengan miris melihat kegigihannya dalam dunia matematika. Lain halnya dengan Raynar yang kurang menyukai matematika, tapi bukan berarti Raynar tidak pandai matematika. Raynar juga jago dalam matematika, hanya saja dia tidak menyukai guru dan beberapa materinya. “Walaupun aku nakal, tapi aku maulah jadi anak cerdas. Biar nanti anak-anakku juga cerdas.” Teman-temannya menarik napasnya. “Mang Rahmat, saya minta gula satu kilo, ya?” ucap pembeli yang menjadi pelanggan Pak Rahmat. “Iya, neng.” Pak Rahmat membungkuskan gula itu ke dalam kantong keresek berwarna hitam. “Hai, cantik ... Siapa namamu?” goda Davin kepada pembeli itu. “E-eh, saya Citra,” jawabnya kikuk lalu berlalu pergi meninggalkan warung. “Davin, apa-apaan, sih.” Agnetha mengerucutkan bibirnya cemburu. Davin menatap Agnetha seakan mengatakan ‘kita itu sahabat, Tha, kemarin juga sudah jelas kan kalau aku menolakmu.’ Agnetha paham dengan tatapan dari Davin, ia memutuskan untuk menundukkan kepalanya karena malu ditertawakan oleh teman-temannya dan Pak Rahmat. Soal 16 Selesaikan operasi hitung di bawah ini! (2^2) × 4 : 4 – 3 + ( 2 × 5) “Anders, kita mau merundingkan keputusannya kapan?” tanya Anara. Anders masih sibuk dengan angka-angka yang ada di layar kaca ponselnya. Ia tidak memperhatikan ucapan Anara. Apalagi, menjawabnya. Huh, kebiasaan Anders kalau sudah berkutat dengan angka akan susah diajak berbicara. “Anders!” bentak Raynar. “Iya, ada apa?” “Ayo kita buat keputusan. Sudah siang juga.” “Ra, sini kertas catatannya.” Anders mengambil kertas itu dari uluran tangan Anara. Anders membaca catatan itu dengan teliti. Bahkan, hampir menghabiskan waktu lima belas menit. Bagaimana tidak lama kalau saran yang diajukan ada lima puluh pendapat dari seluruh anggota geng luoji. “Oke, aku putuskan, kalian mengkritik.” Anders mengubah posisi duduknya menjadi terlihat lebih serius. “Peraturan yang pertama, Kita harus tepat waktu dan tidak ada absen ketika pembuatan kode. Kalau ada yang absen, akan ada sanksi tersendiri yaitu mencari dana tambahan minimal dua ratus ribu. Ini aku tarik dari beberapa opsi yang ada, bagaimana?” Mereka menganggukkan kepalanya mengerti. “Kedua, seluruh anggota harus memberikan partisipasinya dalam membuat kode. Kalau tidak, akan ada sanksi tersendiri yaitu mentraktir makanan.” Anders menarik napasnya lalu melihat seluruh anggota satu persatu. Dia hanya ingin seluruh masukan dari teman-temannya terpakai tanpa ada kata terbuang sia-sia. “Ketiga, batas waktu dari kita adalah 2 bulan sebelum ujian walaupun diberi 4 bulan dari sekolah. Tapi, kalau kita menyelesaikan dalam waktu 4 bulan, artinya kita tidak akan ada waktu untuk fokus pada ujian.” Anders meletakkan kertas itu di meja lagi. Ia membuang napas lagi, ia merasa lega rencana pertamanya sudah selesai. Tinggal pada pengaplikasiannya. “Sekarang, waktunya kita belajar. Kita harus punya masa depan yang cerah. Kita harus membuktikan kalau kita bisa menjadi murid yang teladan dan cerdas, walaupun kita dikenal sebagai preman SMA Go Publik.” Anders meneruskan mengerjakan soal-soal latihannya. Soal 17 ²log 24  - ²log 15 + ²log 30 - ²log 6 Kerjakan logaritma di atas! Anders menulis  soal-soal yang ada di layar ponselnya ke kertas lalu mencoba menyelesaikan soal-soal itu dengan cepat. Bahkan, tanpa menghitung pun dia sudah mengetahui jawabannya. Sama sekali tidak ada coretan perhitungannya di kertas miliknya, hanya ada soal-soal yang memang ia salin di kertas sedangkan jawabannya langsung di jawab di aplikasi itu. “Anders, ajari Agnetha tentang logaritma itu dong!” pinta Agnetha yang merasa tidak bisa dengan penyelesaian soal yang sedang dikerjakan Anders. Tadinya, Agnetha malas untuk belajar karena dirinya tidak paham dengan materinya, tapi dia melihat Anders yang sedang mengerjakan tentang logaritma tanpa sengaja ketika mau pindah tempat duduk di sebelah Pricilla. “Ajari bagian mana?” tanyanya cuek tanpa melihat Agnetha sedikit pun. “Tentang logaritma, itu soal yang nomor 17 yang kamu tulis di kertas,” jawab Agnetha. “Gini, kamu tulis dulu soalnya di kertas ini.” Anders memberikan selembar kertas untuk Agnetha. “Sudah, terus .... “ Agnetha hanya membutuhkan 5 detik untuk menuliskan soal itu, walaupun dia pelupa, lemot, tapi dia cerdas dan cepat tanggap dengan sesuatu. “Nah, yang ²log itu dijadikan satu dulu. Jadi, kamu cukup menuliskan ²log sekali di awal. Nah, untuk operasi pengurangan itu dalam kasus ini cara pengerjaannya di bagi kalau penambahan di kali. Paham ga?” “He he, enggak ... Coba ditulis dong di kertas.” “Oke, aku tuliskan dulu di kertas. Nanti kamu pahami sendiri.” ²log 24 - ²log 15 + ²log 30 - ²log 6 = ²log (24*30) : (15*6) Hasilnya ²log 8 = ²log 2³ = 3 “Kaya gitu, coba dipahami dulu.” Anders mengusap rambutnya yang tidak gatal. Ajar-mengajari adalah perkara sulit untuk Anders. Dia tidak memiliki jiwa layaknya guru yang bisa membagikan ilmunya dengan temannya. Tapi, dia selalu mencoba untuk menjelaskan secara mendetail dan perlahan. Pricilla, Kim, Anara, dan Davin mendekat ke arah Anders untuk ikut menyimak pembahasan soal itu, kecuali Raynar. Ia memilih untuk menganalisis sebuah kasus walaupun dia bukan anak IPS, tapi soal analisa jangan diragukan lagi. “Nah, ini kok bisa jadi ²log 2³ = 3?” Pricilla mengajukan pertanyaan. “Iya, kamu kan paham Pris?” Anders menelan air liurnya. “Oke, deh, jadi memang sifat logaritma itu a^x = y lalu diinvers menjadi a log y = x, paham gak?” “Enggak!” jawabnya serempak. “Sudahlah intinya gitu, kalian baca aja sifat-sifat logaritma yang seabrek itu. Untuk kasus itu penyelesaiannya kaya gitu.” Anders pergi memesan es teh pada Pak Rahmat. Warung pak Rahmat menjual sembako dan makanan siap konsumsi. Oleh karena itu, warung Beliau dijadikan tempat tongkrongan oleh geng Luoji. Mereka kembali ke aktivitasnya masing-masing, bermain handphone dan lainnya  kecuali Anders yang masih setia dengan soal-soal matematikanya. Soal 18 Jika x1 dan x2 merupakan akar-akar dari persamaan kuadrat dari 2x² - 6x – 10 = 0, nilai dari (x1² + x2²) adalah ... Hanya butuh dua detik untuk Anders menjawab soal itu. Jempolnya lagi-lagi memencet tombol untuk menjawab. Benar-benar amazing bukan? Soal 19 Diketahui barisan aritmatika 100, 95, 90, 85, ... , -320. Banyak suku barisan tersebut adalah .... “Ah, ini mah mudah banget, yang bikin soal kurang greget. Jawabannya mah 85.” Agnetha melongo tak percaya memiliki teman yang memiliki kecerdasan tinggi. “Ah, soal terakhir .... “ Soal 20 Diketahui barisan geometri 6, 3, 3/2, ¾, ..., 3/128. Banyak suku barisan tersebut adalah .... “Woah, akhirnya selesai.” Anders menutup ponsel dan memasukkan kertas berisi soal-soal itu ke dalam tas gendongnya. Ia membenarkan kaosnya yang melipat ke atas perut. “Gila, otakmu gak panas? Dari pagi ngerjain soal-soal matematika?” tanya Agnetha penasaran. “Pinjam bukunya, aku mau niru,” ucap Raynar. Anders memberikan kertas-kertas itu ke Raynar dengan sedikit melemparnya. Berantakan? Tidaklah, Anders kan pandai jadi kertas-kertas itu telah di jepit pakai penjepit kertas. “Kalian percaya, gak, kalau angka-angka jawaban dari soal ini digabungin bakal jadi 12 digit.” “Percaya lah, Ray,” jawab Agnetha, “E-eh maksudnya gimana?” “Aku kira kamu paham beneran, Tha, tahunya masih aja lemot.” Pricilla memakan camilannya. “Ray, maksudmu nomor hp gitu?” “Iya, 081011319859 coba aja dihubungi!” perintah Raynar memberikan ponselnya ke Anara. “Aku harus menghubunginya?” “Ra, coba aja deh.” Pricilla melepas jaket denimnya lalu diikatkan di pinggangnya. Anara mencoba membuktikan omongan Raynar. Ya, Anara menghubungi nomor yang dirangkai itu. Padahal, nomornya kan hanya asal. Tapi, seperti ada magnet tersendiri untuk Anara merasakan penasaran. “Berdering .... “ Tidak lama kemudian, sambungan teleponnya diterima. “Assalamualaikum, .... “ “Kamu siapa?” tanyanya dari balik telepon, “Kamu agen penipuan yang suka minta pulsa, ya?” Anara menjauhkan teleponnya. “Guys, suaranya kaya ... Bu kepala sekolah.” “Eh, bukan, Bu. Saya Anara, Ibu ... Ibu Ratna Wiwara, kan?” tanya Anara sopan. “Woalah, Anara toh. Ada apa Ra? Mau melapor karena masalah?” “Yee, Ibu. Enggak, lah, Bu.” “Ra, kamu dapat nomor Ibu dari siapa?” Anara terdiam menatap teman-temannya yang menahan tawa mereka. “Grup angkatan, Ra,” jawab Raynar. “Yey, Ibu. Nomor Ibu kan ada di grup angkatan. Maaf, ya, Bu saya tidak sengaja mencet tombol telepon, he he.” Anara menarik napasnya dalam. “Woalah, gitu toh. Ya sudah dimatikan saja.” “Kurang ajar kamu, Ray.” Anara memasukkan barang-barangnya ke dalam tas. “Kok bisa, sih, Ray? Jangan-jangan kamu indigo, ya?” tanya Agnetha beruntun. “Ya ... Enggaklah, aku cuma merasa gak asing aja sama angka-angka itu,” bohongnya, padahal Raynar bisa melihat benda tak kasat mata. “Sudah selesai, kan? Aku duluan ya.” Pricilla melangkah kembali ke rumahnya. Membutuhkan waktu satu jam untuk sampai di rumahnya. Hal itu terjadi karena jalanan ibu kota macet sore hari ini. Padahal, kalau kondisi jalanan masih lenggang dan tidak mengalami kemacetan parah, ia bisa sampai rumah hanya dalam waktu lima belas menit. “Pris, kok baru pulang?” tanya mamanya dengan pelan. Alya mengerti rasa kebencian putri semata wayang dengan dirinya. “Kok tumben, Mama pulang awal?” Pricilla membuka jaket denimnya dan tas selempangnya. Ia duduk di depan Alya. “Ma, jawab jujur, ya ... Sebenarnya papa atau mama yang selingkuh dan akhirnya kalian memilih pisah?” Alya meneteskan air matanya. Ia tidak mengira anaknya akan menanyakan hal ini. Bukan ia tidak mau jujur, tapi dirinya tidak ingin Pricilla merasakan sakit dalam hatinya. “Pris, maaf, Papa kamu dulu memilih perempuan lain, Nak, Papa memilih pergi meninggalkan kita.” Alya mengusap air matanya. “Ma, maafin Prissy, ya?” Pricilla menangis sembari memeluk ibunya. Apa yang diucapkan Kim ada benarnya. Ia merasa menyesal telah membenci mamanya. Tiba-tiba ponselnya berdering. Ada pesan masuk dari Anara. “Pris, Ibu Ratna marah-marah sama aku gara-gara telepon tadi. Ternyata, Beliau tidak gabung grup angkatan. Mampus, siap-siap aja besok kena hukuman lagi.” Membaca pesan itu membuat Pricilla tertawa puas. “Pris, ada apa?” tanya Alya. “Enggak ada kok, Ma. Aku ke kamar dulu, ya?” Pricilla pergi ke kamarnya untuk membersihkan diri. Setelah selesai mandi, ia menjalankan kewajibannya terhadap Tuhan—salat maghrib—bersama Alya. “Pris, aku selamat, sekarang Ibu Ratna lagi ngumber-ngumber si Anders sama Raynar!” Pricilla menepuk dahinya pelan. “Gila, habisnya si Raynar enggak mikir-mikir dulu. Apalagi, Anara sok mau buktiin, eh ternyata pemilik nomornya Ibu Kepala SMA. Terus, apa salahnya Anders? Bukannya dia cuma mengerjakan soal matematika?” monolognya. “Pris, si Raynar kena hukuman tambahan, Raynar disuruh Bu Ratna membuat artikel untuk lomba. Sumpah, aku mau ketawa. Padahal, Raynar kan enggak bisa nulis artikel, buat premis aja enggak bisa,” tambahnya. “Makanya kalau punya kelebihan itu, jangan digunakan untuk bahan pamer,” balas Pricilla. “Ye, itu mah kata-kata si Anders!” Pricilla tersenyum, ternyata Anara jauh beda sama Agnetha yang pelupa tingkat akut. “Masih ingat ternyata si Ara, ha ha .... “ Pricilla menutup ponselnya dan membuangnya asal. Ia membuka buku yang digunakan untuk persiapan ujian akhir. Ia mengerjakan soal matematika.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD