Azzam terkejut mendengar ucapan Nadhifa, dia terdiam untuk beberapa detik lalu menghela napas pelan.
“Nad, sudah mas bilang kalau kamu jangan pernah berkata seperti itu. Mas kesini mau minta maaf sama kamu karena tadi Mas bentak.” Ucap Azzam.
Nadhifa menepis tangan Azzam yang ingin memegang tangannya. “Mas nggak perlu minta maaf. Kenapa selalu di kamar kayak gini? Nggak pernah di depan kak Rei atau keluarga yang lain?”
Azzam menutup bibirnya, “Nadi, harusnya kamu paham kalau Rei lagi hamil muda. Dia nggak boleh stres sama banyak pikiran kalau Mas belain kamu di depan dia, bisa saja dia berpikiran aneh tentang Mas.”
“Mas pikir aku nggak merasakan hal yang sama? Bedanya, aku belum hamil.” Jawab Nadhifa telak.
Dia bukan wanita lemah yang bisa diperlakukan seenaknya. Nadhifa memiliki hak yang sama dengan Reina dan dia tidak suka di bentak apalagi oleh orang yang selama ini dia hormati.
Rasa sayang di hatinya untuk Azzam memang ada, tetapi dia tidak membuat perasaan itu menjadi sebuah hal untuk tunduk kepada apapun yang dikatakan Azzam.
Azzam melihat kilat di mata Nadhifa, dia tahu jika istrinya itu serius dengan perkataannya. Selama ini, Azzam sudah sangat berusaha memperlakukan mereka secara adil tetapi dia akhir-akhir ini sangat sensitif karena terlalu memikirkan Reina.
“Mas, mumpung keluarga sekarang lagi kumpul. Kenapa Mas nggak bicarain sama mereka aja? Mas bisa hidup bahagia sama kak Rei, aku melanjutkan pendidikanku dan bekerja.” Tawar Nadhifa.
Azzam refleks menggeleng, “Kamu tahu Nad, bercerai itu sangat di larang agama.”
“Tapi, Mas…sebenarnya apakah kita menikah? Selama tinggal disini, kepedulianku padaku tidak seberapa? Bahkan janji untuk mengantarku terapi pun tidak kau tepati. Sampai sekarang apakah kau menganggapku seorang istri atau hanya sebagai adik?” tanya Nadhifa lelah.
Dia menatap Azzam mencari arti dari ekspresi pria itu tetapi yang ditunjukkan Azzam hanya ekspresi datar dan itu hal baru yang dilihat Nadhifa dari Azzam.
“Kamu sudah keterlaluan, Nadi. Kamu pikir selama tiga bulan terakhir ini siapa yang merawat kamu? Aku rela cuti untuk merawat kamu di rumah sakit, begitu juga Reina yang kurang istirahat!” ucap Azzam.
Nadhifa mengepalkan tangannya, “Seharusnya kamu memang tidak menikahiku Mas! Kalian hanya menjebakku di sini? Menonton kemesraan kalian tanpa diperdulikan? Keluar, biar aku yang mengatakannya kepada ayah. Sebaiknya hubungan pernikahan kita cukup sampai disni.”
“Jangan berani-berani kamu keluar dari kamar ini Nadhifa!” ucap Azzam menggelegar.
Nadhifa tidak habis pikir, bagaimana Azzam selalu menolak untuk melepaskannya tetapi pria itu juga tidak memperlakukannya sama sebagai seorang istri.
“Mas, kamu pikir nggak ada yang dengar kita?”
Tepat setelah itu pintu menjeblak terbuka. Kedua orangtua Azzam langsung masuk ke dalam kamar, mereka menatap Azzam dengan tatapan marah. Nadhifa juga terkejut dengan kedatangan mereka.
“Nak, apa benar selama ini kamu memperlakukan Nadhifa seperti itu?” tanya Ayah Azzam.
Azzam menundukkan wajahnya, dia terlihat sangat serba salah. Belum lagi, seluruh keluarga Reina juga menyaksikan mereka.
“Iya, ayah.”
Setelah Azzam memberikan jawaban itu yang dia lihat adalah tatapan kecewa dari ayah mertuanya. Ibu Azzam langsung memeluk Nadhifa, dia tidak percaya jika anak laki-laki yang selalu dia banggakan bersikap seperti itu padahal Azzam tahu jelas tentang agama.
…
Setelah pertengkaran itu, suasana di dalam rumah menjadi sangat berubah. Nadhifa tidak lagi menerima senyum dari Reina. Istri pertama Azzam itu hanya menatapnya datar, dia bahkan tidak pernah menyapa Nadhifa lagi.
Beruntungnya setelah itu, keluarga mereka tidak lagi mencampuri urusan rumah tangga mereka. Nadhifa hanya memiliki beberapa orang yang membelanya dan dia rencananya hancur untuk memberitahu jika dia sudha bisa kembali berjalan karena kejadian malam itu.
Azzam sesekali masih mengajaknya bicara tetapi tatapannya juga tidak lagi sama. Nadhifa sekarang benar-benar merasa seperti orang asing di sana. Nadhifa pergi kontrol terakhir lagi-lagi hanya bersama sopir.
Hari itu, dia melepas kursi rodanya karena sudah bisa berjalan normal, bahkan melompat kecil. Tulang kakinya sepenuhnya sudah sembuh dan dia tidak perlu khawatir lagi jika kakinya akan sakit.
“Pak, antar saya ke kampus yuk. Mau daftar ujian disertasi.” Ucap Nadhifa kepada sopir mobil.
Mobil langsung meninggalkan pekarangan rumah sakit, Nadhifa masih belum memberitahu siapapun jika dia ingin ujian untuk memperoleh gelar doctor. Setelah mendaftar, Nadhifa kembali pulang ke rumah.
“Assalamualaikum.” Ucap Nadhifa ketika masuk ke dalam rumah.
“Waalaikumsalam, sudah pulang Nad?”
Nadhifa tidak terkejut dengan keberadaan Reina di ruang keluarga tetapi terkejut karena perempuan itu menjawab salamnya.
“Bagaimana? Senang bisa berjalan kembali?” tanya Reina sinis.
Nadhifa membulatkan mata, bagaimana dia bisa mengetahuinya padahal Reina sama sekali tidak menoleh untuk melihatnya sekarang. Nadhifa berjalan mendekat ke arah ruang keluarga.
Di sana ada dua orang asisten rumah tangga yang membungkuk patuh di dekat Reina. “Pintar sekali kau membohongi kami selama ini? Di perlakukan seperti ratu tetapi ternyata bisa berjalan?”
Reina berdiri lalu menampar Nadhifa tepat di saksikan semua asisten rumah tangga di sana. Nadhifa merasa pandangannya berbayang dan pipinya terasa panas, dia menatap Reina tidak percaya.
“Kak? Apa yang kakak lakukan?”
Reina mendorong Nadhifa jatuh ke lantai, “Aku sudah cukup bersabar selama ini merawatmu. Ternyata selama ini aku berbuat baik kepada ular.”
Nadhifa sangat tidak percaya jika Reina berkata seperti itu. Apakah ini sifat asli Reina yang sebenarnya? Bagaimana bisa?
Dia kembali berdiri dengan tumpuan kursi, Nadhifa mengambil langkah mundur agar tidak terlalu dekat dengan Reina. Dia tidak ingin di tampar untuk kedua kalinya.
“Istigfar kak.” Ucap Nadhifa berusaha menangkan Reina.
Reina mendengkus, “Istigfar-istigfar, jangan sok suci Nadi! Kamu mencoba merebut suamiku bukan? Apa kamu sudah menggodanya dengan tubuhmu?”
Nadhifa menatap Reina tidak percaya, “Aku tidak pernah sekalipun menggoda Mas Azzam, Kak. Tapi, aku juga istrinya.”
“Istri? Berani sekali mulut licikmu itu mengatakannya. Sekarang, aku menyesal setelah menyetujui pernikahan kalian. Kau ternyata lancang ingin merebut Azzam dariku. Kenapa tidak lumpuh saja! Hah!”
“Tapi, bukannya kakak kemarin yang menyetujui Mas Azzam untuk menikahiku?” tanya Nadhifa tidak percaya.
Reina tetawa, “Bagaimana aku bisa tidak menyetujuinya di saat semua keluarga Azzam juga mendukung keputusan itu? Aku muak melihatmu sok manis selama ini, jadi sekarang tunjukkan bagaimana dirimu sebenarnya Nadhifa?”
Nadhifa kembali mengambil langkah mundur tetapi Reina kembali berjalan mendekat dan mendorongnya hingga kembali terjatuh ke lantai. “Harusnya kamu tidak bertingkah, kalian memang menikah tetapi aku pastikan Mas Azzam tidak akan pernah menyentuhmu.”
Nadhifa menatap Reina tajam, pembicaraan mereka terhenti ketika mendengar suara mobil Azzam datang.
“Assalamualaikum, Reina…Mas pulang.”
Nadhifa sempat menolak ketika di bantu oleh Reina untuk berdiri tetapi perempuan itu tetap memaksanya. “Berdirilah, kau tidak akan bisa melapor kepada Mas Azzam karena dia tidak akan percaya kepadamu.”
Nadhifa seperti ingin menangis ketika melihat Mas Azzam datang. Reina langsung melepaskannya ketika Azzam datang memeluk dan berlutut untuk mencium perutnya.
“Mas, lihat! Sekarang Nadi sudah bisa berjalan.” Ucap Reina tiba-tiba.
Azzam langsung menoleh melihat Nadhifa, “Alhamdulillah. Sejak kapan kamu sembuh, Nad?”
“Terapinya berhasil, jadi aku pulih dengan cepat.” Jawab Nadhifa pelan.
Azzam mengangguk, “Baguslah. Sekarang kamu bisa memasak atau membantu mbak di dapur dan Reina bisa beristirahat.”
Nadhifa hanya tersenyum, dia hanya berdiri ketika Azzam menggiring Reina pergi dan masuk ke kamar mereka. Nadhifa tidak sadar jika sejak tadi dia menahan napasnya.
Tangannya terkepal kuat, dia tidak percaya akan terlibat rumah tangga yang seperti ini.
“Neng, Nadi. Maafkan kami, nyonya Reina nggak sengaja dengar saat kami bilang kalau Neng sudah bisa jalan.” Ucap salah satu asisten rumah tangag.
Nadhifa menoleh, “Tidak apa-apa, aku juga ingin memberitahu mereka hari ini. Tapi, aku tidak mengerti kenapa Reina seperti itu? Apa mungkin dia masih marah karena kejadian hari itu?”
Para asisten rumah tangga hanya terdiam, mereka tidak tahu harus menjawab apa dan merasa sangat kasihan kepada Nadhifa karena seharusnya ini menjadi berita yang membahagiakan untuk merayakan kesembuhannya.
Nadhifa masuk ke kamarnya, dia mengganti pakaian lalu pergi ke dapur untuk memasak makan malam. Dia sibuk di dapur sampai waktu magrib tiba. Nadhifa kembali untuk shalat di kamarnya karena mereka sudah tidak pernah shalat berjamaah lagi sejak Reina mengandung.
Ketika kembali ke dapur, Nadhifa melihat meja makan sudah tertata rapih dan dia juga melihat Azzam dan Reina keluar dari kamar. Mereka makan bersama dengan hening.
Ajaibnya, Reina kembali seperti dulu. Ramah dan sangat baik. Azzam terlihat sangat perhatian kepada Reina dan Nadhifa hanya menganggapnya biasa saja dan memilih makan dengan cepat.
“Mas, mau kubuatkan kopi?” tanya Nadhifa ramah.
Azzam mengangguk, “Boleh, sudah lama nggak minum kopi buatan kamu.”
Reina menipiskan bibir melihat mereka, dia langsung menyambar tangan Azzam dan mengajaknya untuk duduk bersama di ruang keluarga. Nadhifa menahan senyumnya, jika memang Reina ingin memperlakukannya seperti itu di belakang Azzam maka dia punya cara sendiri untuk meluluhkan rasa marah Azzam kepadanya.
Nadhifa lebih lama mengenal Azzam dan dia sudah tahu pria itu luar dalam karena masa kecil, remaja dan dewasa mereka lewati bersama karena kedekatan keluarga.
Nadhifa kembali ke ruang tamu dengan membawa secangkir kopi. Dia melihat kaki Reina menjulur ingin menjatuhkannya tetapi Nadhifa melangkahinya dengan mudah walaupun gamisnya menjuntai hingga lantai.
“Ini Mas kopinya.” Ucap Nadhifa sembari tersenyum manis.
Azzam langsung mengambil secangkir kopi itu lalu menyeruputnya. “Wah, rasanya masih seperti dulu.”
Nadhifa terkekeh pelan, “Terimakasih, Mas. Nadi ke kamar dulu ya, shalat isya.”
Azzam mengangguk dia menatap Nadhifa lama sampai masuk ke dalam kamar dan tatapan Azzam itu benar-benar membuat Reina kesal.
…