Angin berembus kencang, menciptakan hawa dingin yang menusuk kulit. Menerbangkan dedaunan yang jatuh dan membawanya entah ke mana. Nirina tetap diam kala terpaan angin itu mengenai wajahnya dan membuat rambutnya tidak beraturan. Bukannya masuk, Nirina malah hanya memejamkan mata seakan menikmati setiap embusan yang terasa. Menciptakan sensasi dingin seperti berada dalam ruang ber-AC. Gadis manis itu masih berdiri di pembatas gazebo di belakang rumah. Tidak memedulikan rintik hujan yang mulai berjatuhan ke bumi. Ini, menenangkan. Cukup lama memejamkan mata, Nirina membukanya. Mendongak ke arah langit. Mendung, sama seperti suasana hatinya. Padahal saat ke sini beberapa jam lalu, di atas sana sangat cerah. Cuaca berubah secepat itu. “Hai langit, bukan cuman kamu kok yang menangis, hati aku