OmTio

1001 Words
"Halo?!" Suaranya terdengar berat, besar dan juga tegas. Hampir sama dengan suara Ayah April hanya saja terdengar lebih muda, April tak dapat membuka bibirnya sendiri untuk sekedar bertanya keperluan pria itu menghubunginya. Karena gugup dan pria itu terus-terusan berbicara sendiri dengan berkata 'halo', pada akhirnya April menutup panggilan tersebut. Meletakan ponselnya di atas meja belajar dengan jantung berdebar kencang, April mencoba mengabaikan hal tersebut dan beralih ke buku-buku belajarnya. Tapi belum lama setelah itu, terdengar suara pesan masuk ke dalam ponsel April dan berhasil mengejutkan wanita itu. Ting! April buru-bur mengambil ponselnya dan melihat ke arah layar, terdapat sebuah pesan singkat yang ternyata berasal dari nomor yang baru saja ia hubungi. "Siapa ya?" Bunyi pesan tersebut. Sontak saja April menuliskan nama panggilannya dan membalas pesan itu tanpa berpikir terlebih dahulu. "April!" Sent. Ia meletakan ponselnya kembali ke atas meja sambil menunggu balasan pesan tersebut, dan benar saja pesan dibalas dengan cepat. April segera membacanya, seketika gadis itu mengernyitkan kening membaca pesannya. "April siapa?" "Hah?!" April menggaruk kepalanya sendiri yang tidak terasa gatal, menyadari dirinya terlalu bodoh karena pria itu yang menghubunginya terlebih dahulu. Tapi mengapa April menyebutkan namanya dan pria itu tidak memiliki tujuan sama sekali untuk menghubunginya. "Huft!" April memilih untuk mengabaikan hal tersebut, tak tertarik dengan orang-orang iseng yang gemar mengerjai orang lain. Lagi pula, dirinya ada tugas yang harus diselesaikan. Pagi hari, seperti biasa April memulai pagi harinya dengan membersihkan diri. Sarapan pagi, lalu bersiap mengenakan sepatu sekolah. Duduk di jok belakang, kali ini Ibunya yang mengantarkan April ke sekolah. Di perjalanan ke sekolah, April berselisihan dengan pria berkaos merah yang kemarin sore ia lihat. Sontak saja kedua matanya terbuka dengan lebarnya saat berpapasan dengan pria yang juga mengenakan sepeda motornya. Baru April sadari jika pria itu sudah bekerja, terbukti dari seragam kerja yang dikenakannya. Terlihat lebih rapih dari pada hanya mengenakan kaos merah dan celana selutut yang sering April lihat di sore harinya, April dapat melihat jika pria itu melirik ke arah April saat mereka berselisihan. Seolah dunia lambat berputar hingga pandangan mereka kembali bertemu, membuat April tersipu malu saat melihat ke arah kedua mata yang meliriknya dengan sangat tajam. Bahkan, sampai di sekolah April terus memikirkan kejadian yang hanya berlangsung selama beberapa detik itu. "Sore main voli lagi ya! Buat tambahan nilai olahraga." Ujar teman April saat ia berada di sekolah. Sebenarnya, April mulai malas ke lapangan voli semenjak kemarin menunggu seorang diri tanpa ada teman. Apalagi setelah April kedapatan pria itu memandangnya dari kejauhan, tentu saja hal itu membuat April merasa malu. Tapi, jika tidak hadir. Mungkin April tidak akan mendapat nilai tambahan mengingat dirinya terlalu malas untuk belajar. Hingga pada akhirnya, sore hari April kembali datang ke lapangan voli bersama dengan teman-temannya. Para pria tinggi itu terlihat belum tiba karena biasanya April dan teman-temannya selalu datang terlebih dahulu dari mereka, permainan dimulai seperti biasa. April masih fokus kepada permainan meski ia yakin sebentar lagi ia akan kehilangam fokusnya karena kedatangan pria itu. Dan benar saja! Dugaan April memang selalu benar, mereka semua datang sambil berbincang dan tertawa. Tapi salah satu pria yang membuat April tertarik itu sepertinya jarang berbicara apalagi tertawa, April segera mengalihkan pandangannya, khawatir pria itu akan menangkapnya basah telah memandangnya dengan intens. April hanya dapat melihat punggung kekar pria itu terbungkus dengan kaos yang hari ini berwarna putih, April menghembuskan nafas panjang. Pria itu seperti aktor tampan dengan tubuh kekar dan juga panas, membuat suasana hati April juga memanas melihatnya untuk ke sekian kali. Permaian dimulai lagi, ternyata April masih bisa fokus meski ada pria itu tak jauh darinya. Setidaknya kepala temannya tidak lagi terbentur oleh bola seperti kemarin karena April memerhatikan pria itu terus-menerus. "Psstt! Pril!" Seru salah satu teman April yang kemarin kepalanya terkena bola voli, setelah permainan selesai dan hari mulai senja. April menghampir gadis bernama Nita seraya menenteng tas di sebelah tangannya. "Kenapa 'Nit?" Ujar April. "Sini deh, aku bisikin." April yang penasaran lalu mendekat ke arah gadis itu, sepertinya sesuatu yang penting dan rahasia hingga gadis itu tidak ingin ada temannya yang lain tahu. Nita mulai mendekati telinga April sambil menutup bibirnya yang berbisik di sana. "Tadi, Om Tio nanya nomer kamu!" Seru Nita, sontak saja April terkejut dan memukul Nita dengan pelan. "Ada-ada aja kamu, Om-Om siapa? Jangan macem-macem loh!" Bentak April, suaranya hampir saja didengar oleh teman-temannya. Tapi April segera bersikap biasa setelah menyadati reaksi teman-temannya. "Eh, beneran! Dia itu nanya, temen aku ada yang namanya April nggak? Ya terus aku jawab aja, ada Om! Gitu.." Sahut Nita. "Om Tio siapa?" Tanya April yang masih penasaran dan mulai menyadari mungkin ada hubungannya dengan nomor yang ada di ponsel April semalam. "Itu, yang pake baju putih!" Jawab Nita seraya menunjuk ke arah pria yang mengenakan kaos putih. April berbalik badan guna melihat ke arah pria yang Nita tunjuk, lalu ia melirik ke kanan dan kiri ketika permainan para pria yang ada di sana juga sudah selesai dan mereka terlihat membereskan barang-barangnya. Memastikan ada pria yang mengenakan kaos putih selain pria yang selama ini April kagumi, kedua mata April hampir saja terbelalak begitu tahu tidak ada pria lain yang mengenakan kaos putih selain pria itu. "Om itu?" Tunjuk April dengan nada suara yang pelan, yang diangguki oleh Nita. "Terus dia bilang apa lagi?" Tanya April yang mulai tertarik dengan hal ini. "Nggak ada, cuman nanya itu aja!" Balas Nita, April menghela nafas kasar. Tapi meskipun hanya itu yang April tahu, entah mengapa perasaannya menjadi senang. Sebuah kebetulan yang membuatnya sedikit malu dan bertanya-tanya bagaimana pria itu bisa mendapat nomor ponsel April dan malah bertingkah seolah pria itu tak tahu. Aneh! "Hati-hati, Pril. Sama Om-Om!" Ujar Nita seraya menyenggol lengan April dan meninggalkan gadis itu, dan entah mengapa semenjak Nita berbicara seperti itu. April memiliki ketertarikan tersendiri kepada pria yang lebih dewasa. Setelah April mengetahui bahwa nomor yang ada di ponselnya adalah nomor pria itu, entah mengapa pria itu mulai memerhatikannya dari kejauhan dan mulai membuat April merasa gugup. April segera berlari keluar dari lapangan menuju pinggir jalan menunggu jemputannya, berharap pria itu tidak menyusulnya dari belakang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD