Pekan raya..
Ada sebuah perayaan di kota yang sangat ramai, biasanya April akan berkunjung ke pekan raya itu bersama dengan teman-temannya. Tapi kali ini, karena April sudah berstatus sebagai kekasih Om Tio. Hingga pada akhirnya, April menolak ajakan teman-temannya dan lebih memilih untuk berkunjung ke pekan raya bersama dengan Om Tio.
"Om, ayo ke pekan raya!" Ajak April kepada Om Tio lewat sambungan telepon.
"Pekan raya ada apa?" Balas Om Tio.
"Ada pameran seni gitu, ayok lah dilihat dulu!" April berusaha membujuk Om Tio yang sepertinya sangat sulit untuk diajak untuk keluar rumah, karena memang sifat Tio yang tidak terlalu ingin berada di luar rumah jika tidak perlu.
"Kapan?"
"Minggu ini. Tapi kalau Om nggak mau, ya udah nggak apa. April jalan sama temen-temen aja." Tukas April.
"Eh, nggak usah. Ya udah, nanti Om anter." Kata Tio yang mulai terganggu jika April bersama teman-temannya, dan tidak ingin jika gadis itu bertemu dengan pria lain.
Akhirnya mereka berdua sepakat untuk ke pekan raya hari minggu, malamnya Om Tio yang sudah janji akan menjemput April akhirnya datang juga. Suara motor sport yang April tunggu berhenti tepat di depan rumah, pria itu mengenakan celana jeans panjang dengan kaos ketat seperti biasa. Namun kali ini tubuh kekar itu dibalut dengan hodie berwarna hitam, menambah kesan tampan pada pria itu.
"Om ijin ke Ibu sama Bapak dulu ya!" Ujar Om Tio yang terlihat bersemangat malam hari ini, aroma maskulin menguar begitu saja di inder penciuman April saat pria itu masuk ke dalam rumah melewati April.
Seolah menghipnotis April untuk memeluk pria itu dan tak ingin melepaskannya.
Om Tio kembali keluar rumah dengan mengantongi ijin dari kedua orang tua April, mudah sekalk! April mengernyitkan kening.
Akhirnya mereka berdua pergi menggunakan motor sport milik Om Tio, pria itu menyerahkan helm kepada April. Lalu gadis itu duduk di jok belakang.
"Kenapa Om? Ayo jalan!" Seru April.
"Pegangan dong! Nanti kamu terbang tiba-tiba, Om nggak tahu. Perjalanan kita jauh loh!" Kata Om Tio, jujur saja April sedikit canggung. April memang sudah sering diantar pulang oleh Om Tio dari latihan voli, tapi sekarang berbeda karena ini adalah kencan pertama April dengan seseorang. Dan gadis itu belum terbiasa dengan berpegangan di perut rata pria itu.
Jari-jemari April menyentuh celana bagian pinggul pria itu untuk berpegangan, tapi tiba-tiba Om Tio menarik kedua tangan April dengan sekali hentakan untuk memeluk perutnya. Sontak saja April yang ada di balik tubuh kekar itu terkejut dan langsung membentur punggung kekar Om Tio.
"Pegangan yang kuat! Nanti kalau kamu tiba-tiba hilang, Om bilang apa sama orang tua kamu!" Kata Om Tio, April hanya terkekeh meski di dalam hati ia mulai malu. Motor sport itu lalu mulai melaju meninggalkan halaman rumah April.
Di sepanjang perjalanan April dapat menghirup aroma wangi parfum Om Tio sekaligus kehangatan punggung kekar pria itu, sepertinya April tidak salah dalam memilih seorang kekasih. Om Tio bisa jadi kasur empuk sekaligus aroma terapi yang membuat April lekas mengantuk, gadis itu mengeratkan pelukannya di tubuh Om Tio. Takut terjatuh ketika April mulai mengantuk sementara perjalanan mereka masih jauh, dipeluk seperti itu membuat Tio merasa gadis itu benar-benar tertarik kepadanya. Tio sama sekali tidak pernah menyangka jika gadis seusia April begitu menyayangi dirinya seperti ini, membuat Tio menyentuh jemari mungil yang ada di perutnya dan mengelusnya secara perlahan. Padahal si pemilik jari sudah tertidur lelap di belakangnya.
Sesampainya kedua orang itu di pekan raya, Tio terdiam setelah menghentikan motor sportnya. Merasakan berat di bagian punggung dan sepertinya gadis yang ia bonceng sama sekali tak bersuara sepanjang perjalanan.
"April!" Seru Tio dengan pelan, ia sudah curiga sedari tadi saat mengajak April berbicara di perjalanan namun tak ada sahutan dari gadis itu. Dan ternyata dugaan Tio benar, gadis itu tertidur.
April yang merasa dirinya tak lagi bergoyang, mulai terbangun dan membuka kedua matanya. Dengan kedua mata memerah, April mencoba melepaskan pegangannya di perut Om Tio secara perlahan. Menoleh ke kanan dan kiri dan baru menyadari jika ia sudah sampai.
"Sudah sampai?" Tanya April seraya mengusap kedua matanya sendiri.
"Iya, dari tadi." Sahut Om Tio yang mulai turun dari motor sportnya, lalu membuka helm.
"Kenapa nggak bangunin April?" Kata gadis itu, suara khas bangun tidur dari April terdengar manja di telinga Tio.
"Kasian tidur dibangunin." Kata Om Tio, pria itu membantu April untuk membuka helmnya.
"Pulang aja ya kalau ngantuk?" Tawar Om Tio.
"Nggak ah, udah jauh-jauh ke sini. Ngantuknya juga udah hilang kok!" Seru April yang bersemangat turun dari motor dan memperbaiki jaketnya.
"Ayo!" Ujar April seraya menarik lengan Om Tio, entah keberanian dari mana ia melakukan hal itu.
Tapi menjadi Tio sepertinya menyenangkan, malam hari ini April banyak tersenyum. Tio merekam dan mengambil potret April di ponselnya, gadis berusia tujuh belas tahun itu sepertinya merasa senang selalu berdekatan dengan Om Tio. April bahkan tidak mau melepaskan pegangan tangannya di jemari pria itu.
"Mau beli apa?" Tanya Om Tio, April menggeleng lemah. Di balik cahaya kelap-kelip lampu, wajah cantik April terlihat alami. Membuat Tio ingin mengecupnya, tapi begitu mengingat April belum cukup umur untuk melakukan hal itu apalagi mengetahuinya.
"Ehm, yakin nggak mau beli? Entar laper loh sampe rumah, dikira Ibu sama Bapak Om Tio nggak ngasih makan lagi." Kata Om Tio.
"Hehehe... April udah makan banyak tadi di rumah, jadi masih kenyang." Tukas gadis itu.
Mereka berdua kembali berkeliling, April terlihat seperti seorang adik bagi Om Tio dari pada kekasih. Tinggi gadis itu hanya di bawah bahu Tio saja.
My Little Girl!
Sebut Tio di dalam hati, entah mengapa ia sangat bahagia semenjak menjalin hubungan dengan April. Seakan gadis itu membawa pengaruh baik kepadanya dan selalu membawa kebahagiaan dari senyum polosnya, Tio menggenggam jemari mungil April dengan kuat. Seolah tak ingin kehilangan gadis itu dari hidupnya, mengelusnya sesekali tapi sepertinya gadis itu tidak terlalu peka akan hal seperti ini.
Hingga pada akhirnya, Tio lagi-lagi harus menunggu. Menunggu dengan sabar sampai usia gadis itu cukup untuknya, karena Tio tidak ingin dianggap sebagai p*****l yang mengencani gadis beli yang polos seperti itu. Ia hanya memiliki perasaan yang begitu dalam kepada April, kepada kepolosan gadis itu. Tidak seperti wanita lainnya yang sudah mengerti arti dari kata selingkuh dan matrealistis, April sama sekali tidak mengerti apapun selain perasaannya yang selalu ingin terus bersama dengan Om Tio. Tanpa gadis itu sadari, semakin besar rasa sayang Om Tio kepadanya, maka akan semakin besar rasa protektif Tio.