My Destiny | 11

1922 Words
Sekitar jam satu malam, seseorang datang tanpa permisi ke apartemen Rara. Dia masuk begitu saja setelah memasukkan password yang sangat diketahuinya dan hapal di luar kepala. Dalam ruang temaram, dia hanya melangkah pada satu tujuan. Lantai atas yang tidak lain adalah kamar pribadi Rara. Dia datang di waktu yang tepat. Keadaan sepi karena orang di dalam sedang terlelap. Tidak ada suara apa pun selain detik jarum jam yang setia mengelilingi angka. Dia mencoba membuka pintu, ternyata berhasil. Senyumnya mengembang sempurna, tumben sekali malam ini Rara tidak mengunci rapat pintu kamarnya. Apakah ini memang takdir yang sedang Tuhan atur untuk pertemuan gilaa mereka ini? Setelah masuk, dia mengunci pintu dari dalam. Kemudian membuang sembarangan kunci itu dan akhirnya mendarat di bawah lemari yang sulit digapai. Jendela kamar Rara di biarkan terbuka, langit terlihat sangat indah malam ini--memberikan penerangan sampai ke dalam. Begitu pun dengan seseorang yang sedang tertidur pulas di atas ranjang, dia bahkan lebih indah. Kulit putihnya terlihat bercahaya padahal keadaam ruangan itu gelap. Tanpa menunggu lama, dia mengambil posisi di samping Rara. Mendekatkan posisi mereka hingga benar-benar merapat sempurna. Tangan kokoh dan besar miliknya itu berhasil mendekap tubuh Rara tanpa permisi dan tidak memikirkan hal lain selain tujuan awalnya ke tempat ini. Mencari kenyamanan, mencari seorang yang telah dia klaim sebagai miliknya dengan status seorang adik. Bilang saja dia sintingg, dia memang setidak waras itu jika memikirkan soal Rara yang tengah dekat dengan lelaki lain. Merasa ada seseorang yang menganggu tidurnya--mengecupi bibirnya berkali-kali, Rara terbangun. Perlahan dia membuka mata sembari menyesuaikan penglihatannya. Beberapa detik terdiam, akhirnya Rara menyadari siapa dia yang sedang berada tepat di depan matanya. Wajah mereka berada dalam jarak sangat sangat dekat, bahkan embusan napas keduanya terasa hangat. "Aaa! Kamu gila?!!!" Rara memekik refleks. Dia mencoba menjauhkan tubuhnya, namun orang itu semakin mempererat lingkaran lengannya pada pinggang Rara. "Ngapain kamu di sini?" Memukul lengan besarnya, berusaha menyingkirkan. Dia tersenyum tipis. "Senang bisa menatap dan mendengar suara kamu." Rara langsung menghentikan pernapasannya ketika mencium bau alkohol dari mulut orang itu. "Kamu mabuk, menjauh dariku sekarang. Aku nggak mau deket-deket kamu kalau mabuk begini, akal sehat kamu pasti sudah hilang!" "Ya, gara-gara kamu. Jangan terlalu jauh pergi dariku, kamu tidak akan pernah tahu aku segila apa akhir-akhir ini memikirkanmu. Aku tidak tahu, tapi aku beneran tidak rela kamu dimiliki lelaki lain. Aku kepikiran, sampi rasanya tidak bisa berpikir dengan baik lagi. Aku cemas, aku terlalu takut!" Rara membelalak. "Jangan sinting! Sana pergi, kamu kelewatan banget! Tidur ke kamarmu, kenapa harus ke kamarku?!" Jika kalian menebak orang itu adalah Alex, maka selamat tebakannya benar. Masih berusaha lepas dari dekapan Alex, Rara tetap tidak bisa. Kekuatan pria itu jauh di atas dirinya. "Alex! Pergi nggak! Kamu mabuk." Bukannya menjawab, Alex malah memajukan wajahnya. Mengecup singkat bibir Rara yang sedari tadi mengomel--mencuri perhatiannya. Begitu seksi dan membuat candu meminta di kecup berkali-kali. "Kamu tahu seberapa besar kegilaan aku kepada kamu? Bahkan fantasi liarku mengalahkan semuanya." "Apa?!" Rara memukul d**a Alex. Lebih gila, pria itu sekarang sudah dalam keadaan tidak mengenakan pakaian atasan. Sebelum berbaring di sisi Rara tadi dia melepaskannya lebih dulu. Menampilkan dengan sempurna d**a bidang dengan bulu-bulu halus di sana. Bisep otot lengannya menyembul ke luar dengan sempurna, dengan otot perut yang juga tak kalah menarik perhatian. Ini yang namanya roti hambar milik pria. Sekarang Rara melihat bagaimana indah tubuh Alex yang selama ini hanya dalam bayangan. "Minggir, menjauh dariku, Lex!" Alex mengabaikan, dia tidak peduli seberapa keras Rara meminta dirinya menjauh, dia tetap tidak akan mengabulkan. Alex sudah menantikan ini sangat lama sekali, sekarang mungkin waktu yang tepat sebelum dia benar-benar kehilangan Raranya. Secepat kilat, Alex mengubah posisi menjadi di atas tubuh Rara. Mengungkung posessif gadis yang sedang ketakutan itu. "Alex, kamu mau n-ngapain? J-jangan gila, ini aku Rara bukan Syeila!" Rara memalingkan wajahnya ke arah lain ketika Alex ingin menggapai bibirnya lagi. Rupanya Alex tak mau rugi, dia mencium bagian leher Rara saja. Sedikit memberikan gigitan di sana hingga sang empunya marah besar. "Wangi kamu adalah favoriteku." Alex memberikan komentar setelah puas pada bagian leher Rara. Dia tersenyum miring, terlihat begitu brengsekk. Rara masih berusaha sekuat tenaga menjauhi Alex. Dia tahu pria itu sedang setengah sadar, Rara takut besok adalah hari terburuknya setelah malam ini dilalui dengan duka. Rara takut, hubungannya dengan Alex semakin jauh jika apa yang sedang dia pikirkan setelah ini benar terjadi. Kaki Rara berusaha dia gerakkan untuk menendang meski sangat sulit sebab Alex mendudukinya, mengunci setiap pergerakan Rara dengan sangat apik. Tidak tahu harus melakukan apa, akhirnya Rara menangis. Dia ketahuan. "Kenapa menangis? Bukankah selama ini kamu juga menginginkannya bukan? Aku tahu kamu menginginkan aku, begitu pun sebaliknya Rara. Apa kamu tidak sadar juga selama ini?" "A-apa yang sedang--" Alex berhasil, bibir Rara berhasil dia bungkam dengan kasar. Alex melumatnya, menikmati setiap jengkal rongga mulut Rara sampai benar-benar puas. Tanpa permisi lagi, Alex memjajalkan lidahnya ke dalam sana. Mencari kenikmatannya sendiri sampai pernapasan Rara kian menipis, barulah Alex melepaskan. Tidak pernah terbayangkan, jika hanya dengan berciuman dengan Rara bisa senikmat ini rasanya. Alex gila, kewarasannya memang selalu dipertanyakan jika sedang menggilai sosok gadis di bawahnya ini. Rara meringis ketika cairan kental membasahi bibirnya, Alex tidak sengaja menggigit. "Hiks ...!" "Aish! Kenapa menangis? Berhenti dan nikmati semuanya, Ra." Tanpa menunggu persetujuan, Alex merobek pakaian satin Rara. Ternyata gadis itu tidur tidak menggunakan bra, sesuai dugaan Alex. "Wow, aku sudah menduganya jika tubuhmu seindah ini." Mata Alex melebar, dia terpukau dengan pemandangan sangat indah di hadapannya ini. p******a itu terlihat jelas di matanya, tidak terlalu besar namun sangat pas untuk ukuran tangannya. "J-jangan. Aku mohon. K-kamu melewati batasan yang kita bangun selama ini, Alex. Jangan, a-aku mohon. H-hentikan!" Rara menggeleng saat Alex mulai mengusap lembut buah dadanya. Bahkan sekarang untuk mengatur pernapasan rasanya sangat sulit, Rara tersengal. Akal sehat dan harga dirinya seolah direnggut secara paksa tanpa ampun. Alex tidak mendengarkan. Dia malah menunduk, menyicipi dua gunung kembar milik Rara bergantian. Menggigit dan melumatnya habis, memberikan beberapa tanda kepemilikan di sana. Berbeda dengan Alex yang nampak kesetanan, tubuh Rara malah kian melemas. Dia bahkan tak kuat lagi memberontak, apa yang Alex lalukan benar-benar melemahkan seluruh tulangnya. Rara hanya bisa menangis dalam diam, bibir dan matanya dia kantup rapat-rapat dengan air mata yang terus mengalir melalui sudutnya--membasahi kedua sisi bantal. "s**t! Aku tidak pernah secepat ini bereaksi hanya dengan sebuah kecupan dan permainan kecil. Menakjubkan, kamu luar biasa Rara!" Alex tersenyum miring. Karena merasa bagian bawah dirinya sudah meronta-ronta, terasa nyeri karena terus terkurung. Akhirnya Alex menjauh dari diri Rara sebentar untuk melepaskan celananya. Menyisakan bokser ketat yang kira-kira panjangnya tak sampai sejengkal menutupi paha Alex. Rara membelalakkan matanya. Sebelum Alex kembali ke posisi di atas tubuhnya, Rara segera bangun dari posisi. Berniat kabur dengan air mata terus berjatuhan. Hap! Semudah membalik telapak tangan, Alex berhasil menggapai tubuh Rara kembali. Mengangkat gadis itu dan kembali menelentangkannya di tengah-tengah kasur. "A-alex! A-aku mohon. Nggak kayak gini, ini salah. Hubungan kita akan jauh lebih tidak menyenangkan kalau kamu bertindak terlalu jauh. Aku nggak mau, aku--" Alex kembali membungkam bibir Rara untuk menghentikan keluhan akan dirinya. Alex seperti orang kesetanan, dia bahkan sudah melepaskan satu-satunya penutup di tubuh Rara. Melemparkan sembarangan. Kini, Rara tampil polos di hadapan Alex tanpa ada sedikit pun kain yang menutupinya. Alex tersenyum penuh kemenangan, dia mengamati bagian inti Rara cukup lama. Terpukau, indah sekali. Melihat Rara terus memberontak, Alex tak berniat bermain-main lagi selain menyatukan tubuh mereka. Dalam hitungan detik, Alex juga polos. Boksernya tadi sudah dia tanggalkan. Rara memekik. Dia menutupi wajah dengan kedua tangan yang terbuka lebar. Dia melihat, melihat milik Alex yang sudah berdiri tegak di sana. Sangat menantang dengan ukuran yang ya ... sangat besar bagi Rara. Ya Tuhan! "A-aku akan memiliki kamu, tidak ada siapa pun yang boleh merebut kamu dariku, Ra. Sungguh rasanya seperti neraka ketika aku membayangkan kamu berada di pelukan lelaki lain." Sebelum Rara berhasil menolak, tanpa pemanasan lagi ... Alex menyentakkan miliknya pada bagian inti tubuh, memenuhi diri Rara. Alex mengoyak habis, dengan cairan hangat merah menjadi bukti hancurnya seorang Rara. Dia sudah habis, Alex mengambil seluruhnya. Alex meringis, dia tahu hal ini menyakiti Rara. Tapi dia juga merasa senang dalam waktu bersamaan, Alex orang pertama untuk Rara. Tidak ada yang lebih dulu dari dirinya. Tidak memperdulikan isak tangis Rara, Alex menggerakkan tubuhnya. Memompa dari ritme pelan, sedang, hingga cepat. Ranjang berdecit, sebagai bukti keganasan Alex malam ini atas tubuh Rara. Ruang yang tadinya sepi, sekarang penuh dengan erangan dan desahan kegiatan panas mereka. Alex melepaskan cengkraman tangannya pada kedua tangan Rara, meletakkannya ke atas bahu. Meski telah sekuat tenaga mencoba meredam desahannya, Rara akhirnya kelepasan juga. Alex senang, dia tersenyum begitu puas. "Sebut namaku, Ra. Sebut namaku, plis!" "A-alex ... t-tolong ... h-hentikan. C-cukup, sudah." Tangan lemah Rara, berusaha mendorong d**a Alex agar menjauh darinya, menghentikan hujaman yang semakin lama kian cepat dan dalam. Tidak bisa! Alex akan gila sekarang juga. Ini begitu nikmat baginya. Berhenti? Hanya dalam mimpi. Alex sudah menyelaminya, berhenti di tengah jalan sangat tidak mungkin. Sebagai pengalihan rasa kaget, takut dan sakit, Alex membungkam bibir Rara. Mencium kasar dan penuh penuntutan. Alex sangat ganas, dia tidak sedikit pun menghentikan atau memelankan temponya. "A-alex ...!" Rara menggigit bibir bagian bawahnya ketika Alex menggapai titik terjauhnya, benar-benar membuat kewarasan Rara kian menipis. Tangannya memeluk leher Alex, sesekali mencengkeram helaian rambut pria itu yang sudah basah oleh keringat. Ketika Alex menunduk ingin menguasai bagian lain dari tubuh Rara--bibir atau p******a--Rara memilih semakin mengetatkan pelukannya, dia juga menggigit bahu Alex sebagai pemberitahu bahwa Rara benar-benar merasakan penyatuan mereka yang sungguh luar biasa ini. Sakit, nyeri, nikmat bagi Alex semua menjadi satu dalam gelombang yang sama. Napas Rara maupun Alex tersengal, tubuh kedunya bergerak hebat hingga menimbulkan bunyi khas penyatuan dan decit ranjang mengisi setiap sudut ruangan. Begitu nyata kegiatan malam ini, sebagai saksi bagaimana bentuk kegilaan hubungan adik kakak mereka berdua. "Sebentar lagi. Tunggu aku!" Alex berseru dalam napas yang sudah tak beraturan. Mereka akan segera sampai, hingga beberapa kali entakan lagi akhirnya Alex dan Rara bersamaan melepas. Hujaman itu semakin memelan sampai benar-benar habis memenuhi bagian inti Rara. Alex tidak menjauhkan diri, malah ambruk di atas tubuh Rara tanpa melepaskan penyatuan mereka. Memeluk wanitanya setelah memberikan kecupan berkali-kali pada bibirnya. "Terima kasih. Aku tidak akan pernah menyesal melakukan ini, aku ... aku memang menginginkan kamu sebanyak ini, Ra. Maafkan aku." Alex bergumam pelan, Rara hanya bisa membalas dengan tangis yang semakin menjadi. "Menjauh dariku!" "Ra, kita baru saja melakukannya. Aku melakukannya, aku memiliki kamu melebihi lelaki mana pun." Alex mengusap keringat yang membasahi bagian pelipis Rara. Semakin seksi saja gadis di bawahnya ini dengan keringat dan pipi memerah padam. Rara mendorong d**a Alex, menyuruh segera menjauh darinya. Tubuh Rara seperti terbelah dua, ada banyak tulang yang patah rasanya, ini benar menyakitkan. Seperti mimpi buruk yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Memang benar, Rara pernah mengimpikan menikah dan hidup bahagia bersama Alex tetapi bukan begini caranya. Ini salah, tidak ada yang bisa dibenarkan dari apa yang barusan terjadi di antara mereka. Alex mengiyakan permintaan Rara, dia melepaskan diri darinya perlahan. Kemudian berguling ke sisi kanan Rara, tidak membiarkan keduanya jadi jauh, Alex kembali merapatkan diri. Memeluk Rara dari belakang begitu erat dengan menciumi bahu bagian belakang Rara. "Terima kasih. Aku bangga memiliki kamu, aku yang pertama." Rara semakin beringsut, menangis penuh pilu, dia tergulai lemas tak kuasa membayangkan kejadian tadi. Sampai matanya benar-benar tertutup dan terlelap. Berharap besok pagi semua kembali baik-baik saja, dan ini cuman mimpi buruk yang tidak sengaja menghampiri. "Maafkan aku, aku mencintai kamu, Ra." Entah sadar atau tidak, Alex mengucapkan kalimat manis itu sebelum benar-benar ikut terlelap menyusul Rara ke alam mimpi. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD