"Orang yang tidak menyukaimu, akan memanfaatkan kelemahanmu untuk melukaimu. Jadi, jangan pernah berpikir untuk menunjukkan kelemahanmu kepada orang lain, kecuali kalau kamu memang sudah bosan hidup."
Episode 2 : Melawan Kenyataan
***
"Tolong rahasiakan ini," ucap Des.
Lily melongok dan memastikan perubahan ekspresi wajah Des. Selain tampak dingin dan jarang berganti ekspresi kecuali ekspresi datar yang membuat Des terlihat semakin kejam, pria itu juga cenderung irit bicara.
Dokter mengangguk dengan wajah serius. Tak lama berselang, bersama kedua suster yang menemani, pria berkacamata itu pergi. Hal tersebut membuat Lily hanya bersama Des, karena tiga puluh menit yang lalu setelah kedatangan Des, Melati langsung pergi sekalipun Lily berusaha menahannya.
Sebenarnya, Lily ingin Melati tetap menemaninya, sebab Lily tidak yakin akan baik-baik saja, kalau hanya berdua dengan Des. Apalagi, jika mengingat apa yang pria itu lakukan di masa lalu, sedangkan kini, Lily kehilangan banyak ingatannya.
Beberapa menit lalu, dokter memvonis Lily mengalami amnesia sementara. Sebagian ingatan Lily hilang. Dan meski kemungkinan ingatan itu kembali, tapi kemungkinan jika ingatan Lily yang hilang benar-benar hilang, juga tetap ada.
"Yang benar saja? Apa maksudmu meminta dokter merahasiakan semuanya?" protes Lily kesal tak lama setelah dokter yang menanganinya pergi.
Des balik badan dan menatap Lily dengan ekspresi yang begitu tenang. "Membuat orang mengetahui kamu amnesia, tidak akan membuatmu mendapatkan keuntungan, Ly."
"Siapa juga yang mengharapkan keuntungan!" Lily mendengkus sambil memalingkan wajah dan memang sengaja menepis tatapan Des.
Tampang Des yang selalu bersikap dingin memang membuat pria itu terlihat sangat kejam. Tapi cara Des berbicara dengan Lily, sangat sabar, sarat perhatian, bahkan manis.
"Orang yang tidak menyukaimu akan memanfaatkan kelemahanmu, untuk melukaimu. Jadi, jangan pernah berpikir untuk menunjukkan kelemahanmu, kecuali kalau kamu memang sudah bosan hidup." Des yang masih menatap Lily berharap wanita itu juga membalasnya.
Lily tahu maksud Des baik. Pria itu berusaha melindunginya. Namun, entah atas dasar apa, rasa yang tertanam untuk pria yang begitu sering mengenakan nuansa putih di setiap penampilannya itu hanya kesal. Dan Lily tetap tidak bisa menerima kehadiran Des sebagai suaminya!
Des masih memperhatikan ekspresi Lily. Wanita berwajah oriental itu masih terlihat sangat kesal. "Jika yang kamu ingat adalah Oktober 2017, dengan kata lain, itu sudah berlalu satu tahun lebih, karena sekarang sudah masuk April 2019."
Lily mendengkus dan sengaja abai, meski telinganya masih bekerja dengan sangat baik. Ia masih bisa mendengar ucapan pria berdagu oval di hadapannya dengan sangat jelas.
"Padahal kamu jauh lebih beruntung." Des bertutur dengan suara yang jauh lebih rendah. Ada kesedihan bahkan penyesalan yang terdengar dari maksud pernyataannya.
"Beruntung bagaimana? Jelas-jelas apa yang terjadi dan menimpaku kesialan!" umpat Lily masih dengan keyakinannya yang merasa sangat dirugikan, atas kenyataan status mereka. Sungguh, Lily sangat ingin melawan kenyataan, agar ia lepas dari jeratan seorang Desendra!
Des menggeleng dan memandang Lily tidak habis pikir. "Setelah kamu merasa jauh lebih baik, dan dokter juga mengizinkan, kita baru akan pulang." Ia sengaja mengalihkan pembicaraan, agar keadaan tidak semakin keruh apalagi Lily juga sangat keras kepala.
"Bagaimana mungkin aku merasa lebih baik, jika mataku saja terus dipenuhi wajahmu?!" keluh Lily masih mengumpat.
Des menahan senyum dan justru terlihat lebih santai. "Apakah kali ini, kamu sedang memuji ketampananku?" godanya sambil terus memandang wajah Lily dengan senyuman yang cukup nakal.
Apa yang Des lakukan, membuat Lily tersedak ludahnya sendiri, saking terkejutnya mendengar balasan Des yang justru menggodanya. Terpikir olehnya, sejak kapan Des pandai menggoda dan bahkan genit layaknya sekarang?
Karena Lily sampai batuk-batuk, Des segera mengambil segelas air minum di nakas. Dan kendati pria itu melakukannya dengan cepat, tetapi gayanya masih sangat tenang.
"Bagaimanapun, kamu istriku. Jadi semua yang bersangkutan denganmu, merupakan tanggung jawabku." Des bertutur tulus. Setulus mata tajamnya yang berubah menjadi teduh di setiap ia menatap Lily.
Bagi Lily, tampang Des kali ini menjadi tak berdosa dan itu membuat perasaannya menjadi campur aduk. Lily bingung, kenapa itu bisa terjadi? Kenapa tiba-tiba, ia ingin memberikan yang terbaik pada Des, dan sebisa mungkin membuat pria tersebut selalu bahagia?
Kenapa rasa aneh itu juga tumbuh begitu pesat dan begitu mudah mengendalikan kehidupannya? Bahkan, ... Lily mulai merasa nyaman hanya karena berada di dekat Des? Dan Lily ... selalu ingin Des menatapnya dengan begitu teduh layaknya sekarang.
"Kenapa aku begitu payah? Bisa jadi Des masih bersandiwara demi mengelabuhiku! Aduh ... kenapa rasa aneh seperti ini harus muncul? Bukankah seharusnya aku melawan kenyataan dan segera melepaskan diri dari Des?" batin Lily uring-uringan sendiri.
Menyadari Lily akan membalas sementara urat leher Lily tampak menegang, Des pun berkata, "Ly, bukan hanya kamu yang amnesia, karena aku juga mengalaminya. Bahkan aku kembali dengan sisa ingatan ketika aku masih SMA."
Lily pura-pura abai dengan menepis tatapan Des. "Apa hubungannya denganku? Itu kan masalahmu!" Padahal jauh di lubuk hatinya, rasa peduli terhadap Des semakin bertambah. Mengenai Des yang amnesia dan kembali dengan ingatan ketika pria itu masih SMA? Tentu itu jauh lebih sulit ketimbang ia yang hanya kehilangan ingatan dua tahun terakhir.
"Aku ini suamimu. Jadi apa pun yang menimpaku juga berdampak kepadamu." Des menanggapinya dengan santai sambil mengelus-elus kepala Lily.
Sontak, Lily langsung kikuk bahkan gugup tanpa berani menatap Des.
Wajah Des berubah menjadi murung. "Melihat caramu bersikap kepadaku, ... apakah di waktu yang kamu ingat, aku telah melakukan kesalahan fatal? Apakah aku tidak memperlakukanmu dengan baik? Aku telah melukaimu di waktu itu? Katakanlah ...."
Hati Lily terbesit. Orang bodoh saja pasti langsung tahu, cara bersikapnya pada Des, karena ia membenci pria itu. Apalagi, Des yang diketahuinya memiliki kecerdasan di atas rata-rata, tipikal yang cepat tanggap. Des pasti langsung bisa membaca semua sikap Lily dalam menanggapi Des.
Lily memang merasa bersalah kepada Des atas sikapnya yang terbilang kasar, tetapi Lily masih belum bisa menerima kenyataan hubungan mereka. Lily sudah menjadi istri Des, tetapi Lily benar-benar tidak tahu kenapa itu bisa terjadi? Dan yang Lily butuhkan saat ini hanyalah waktu untuk menemukan kebenaran yang hilang dari ingatannya.
"Aku ingin bertemu orang tuaku." Lily menyadari jika permintaannya membuat Des kebingungan. "Kamu bilang, kamu suamiku dan akan bertanggung jawab penuh kepadaku? Aku ingin bertemu orang tuaku!" Lily melirik Des, dan tak mau menerima penolakan, terlebih Des sudah sampai berjanji menjamin kebahagiaan Lily. Bahkan janji itu belum lama terucap!
"Selama kamu dirawat, tidak sekali pun orang tuamu datang. Atau mungkin, ... mereka sudah tidak ada? Apakah kamu ingat tentang itu?" Des menyampaikannya dengan hati-hati.
Bagi Des, tidak mungkin ada orang tua yang tega membiarkan anaknya terluka. Namun, selama Lily dirawat, yang datang hanya Melati. Atau mungkin, ... ada alasan lain yang belum ia ketahui lantaran ia amnesia?
Balasan Des berhasil menyulut emosi Lily. Tidak habis pikir olehnya, kenapa Des begitu pandai membuat emosiya pasang surut.
"Apa maksudmu mengatakan orang tuaku sudah tidak ada? Setiap kata ibarat doa, tapi kamu malah mengatakan orang tuaku sudah tidak ada!"
"Ly, mengembalikan ingatan orang amnesia tak semudah mengucapkan permintaan." Des masih bersikap sabar.
Lily mendengkus dan menepis Des melalui tatapan sinis sambil bersedekap.
"Kalau begitu, ... katakan kepadaku, di mana alamat orang tuamu," pinta Des kemudian.
"Kenapa dari awal kamu tidak menanyakannya kepada Melati? Bukankah dia sudah membantumu menjagaku? Kamu benar-benar tidak niat!"
"Semudah itu?" Des terdiam sejenak sambil menatap Lily penuh kepastian, kendati wanita itu terus mengabaikannya.
"Ly, ... kita ini amnesia, dan kenyataan itu merupakan kelemahan kita. Aku belum lama mengatakannya, kan?" Des masih menunggu tanggapan Lily. "Dan untuk hubungan kita, aku tidak bisa percaya pada siapa pun, bahkan keluargaku sendiri."
"Sebegitu tinggi harga dirimu, sampai-sampai kamu tidak mau bersikap lebih rendah bahkan untuk mengetahui kebenaran?" Lily menatap Des dengan raut wajah yang dipenuhi rasa kecewa. Matanya berkaca-kaca.
"Aku tidak mau melihatmu lagi. Bahkan seharusnya aku tidak menikah denganmu! Karena seharusnya, seharusnya aku menikah dengan Abi! Kamu menghancurkan hubungan kami!" Lily sudah tidak tahan lagi, dan wanita itu tidak dapat mengontrol ucapannya.
Mendengar itu, raut wajah Des meredup tak kalah bersedih dari Lily.
Dan lagi-lagi, Lily kembali menepis tatapan Des. "Tinggalkan aku. Pergilah. Aku benar-benar ingin sendiri. Aku ingin bertemu Abi dan orang tuaku. Aku ingin bertemu mereka."
Des menghela napas dalam. Seperti katanya beberapa saat lalu, mengembalikan ingatan orang yang mengalami amnesia tidak semudah mengucapkan permintaan. Jadi, satu-satunya cara yang bisa ia lakukan saat ini hanyalah bersabar. Terlebih, wanita yang ia hadapi merupakan istrinya. Istrinya sedang tidak baik-baik saja akibat amnesia berikut perjalanan hidup yang membuat wanitanya itu koma, selama dua bulan.
Des yakin, emosi Lily pasti akan tidak stabil dalam jangka waktu lama, dan Des harus siap menghadapinya.
"Aku harus menemui Abi secepatnya. Dia pasti sudah menungguku!" batin Lily penuh keyakinan.
Bagi Lily, Des tak beda dengan monster yang bersembunyi di balik status pria itu sebagai suaminya. Selain itu, tidak ada kemungkinan lain mengapa ia mau menikah dengan Des, selain karena terpaksa. Des pasti membuat keadaan menjadi sulit, hingga akhirnya Lily berpisah dengan Abi dan justru menikah dengan Des!
Sementara bagi Des, tidak ada alasan lain kenapa ia harus tetap di sisi Lily, selain karena ia mencintai wanita itu. Des tahu betul, dirinya bukan tipikal yang mudah menjatuhkan pilihan, apalagi sampai menikahi wanita, kalau bukan karena Des sangat cinta sekaligus percaya.
Ketika Lily terlelap, Des menjaganya. Des kerap membenarkan posisi selimut dari tubuh Lily. Ada kalanya, Des juga akan meraba kening Lily, seolah memastikan suhu tubuh Lily. Di waktu yang sama, ketika Lily tidak sengaja melihatnya, perasaan Lily menjadi tidak menentu.
Des begitu peduli pada Lily. Bahkan pria itu selalu menjaganya tanpa peduli pada dirinya sendiri. Des tidak istirahat dengan semestinya, hanya untuk memastikan Lily baik-baik saja. Kenyataan tersebut membuat Lily merasa sangat bersalah. Lily terbesit, seperti ada sembilu yang dengan telaten menyayat-nyayat hatinya. Karenanya, Lily hanya pura-pura tidur, sambil sesekali memastikan apa yang terjadi pada Des.
Des, ... pria itu tetap dan selalu terjaga untuk Lily.
Bersambung ....