LE -7-

768 Words
Rama terpaksa datang lagi ke rumah sakit untuk mengantar pulang calon istrinya yang hari ini sudah mendapat izin pulang dari dokter maupun suster. Ia langsung masuk ke ruang rawat Nadia dan melihat wanita itu sudah rapi dengan pakaian ganti yang kemarin dibawakan dirinya dari rumah wanita itu atas perintah ayahnya. "Ayo, pulang." Wanita itu hanya mengangguk dan turun dari brankar lalu berjalan mengikutinya dari belakang. Dari sudut pandang mana pun ia dan Nadia tak terlihat seperti pasangan yang jatuh cinta, keduanya terlalu asing dan seakan ada tembok tinggi di antara keduanya hingga keduanya mencoba menjaga jarak. Selama perjalanan ke parkiran pun mereka hanya diam saja, tak ada yang mau buka suara hanya untuk berbasa-basi sebentar. Hingga akhirnya Nadia buka suara terlebih dahulu saat sudah berada di depan mobil Rama. "Kenapa naik mobil?" "Lalu mau naik apa? Pesawat? Sudah cepat masuk." Rama menjawab pertanyaan Nadia dengan nada kesal karena menurutnya pertanyaan itu tak bermutu. Ia hendak masuk ke dalam mobil namun terhenti saat melihat Nadia masih diam berdiri di tempat, tak mau masuk ke dalam mobil. Ia pun menghela nafas sejenak lalu menghampiri wanita itu dan bertanya lagi, wanita ini banyak maunya dan sangat merepotkan. "Kenapa lagi? Kamu keberatan kita naik mobil?" "Engga." "Lalu?" "Saya engga masalah naik mobil asalkan ini mobil kamu beli sendiri, bukan mobil yang dibeli dengan uang Ayah kamu." "Maksud kamu apa? Bicara yang jelas, saya engga mengerti ucapan kamu." Menurut Rama, Nadia adalah wanita yang bertele-tele dalam bicara sehingga ia tak bisa memahami setiap maksud ucapan wanita itu. Sedangkan bagi Nadia, Rama adalah pria pelupa yang tak pernah ingat tanggung jawabnya. Keduanya sama-sama kesal pada satu sama lain. "Kamu ingat kan syarat saya untuk setuju menikahi kamu?" "Iya, saya ingat, lalu?" "Saya engga mau kamu bergantung hidup dengan Ayah kamu lagi termasuk memakai fasilitas dari Ayah kamu, mobil ini juga fasilitas dari Ayah kamu." "Tidak untuk kali ini, jadi cepat masuk." "Kalau gitu, saya engga mau pulang bersama kamu. Permisi." Nadia adalah tipe wanita tegas dan keras kepala, jika ia sudah berkata A maka akan sulit mengubahnya jadi B, bahkan tergolong mustahil sehingga ia memutuskan untuk berjalan meninggalkan parkiran menuju gerbang rumah sakit. Sedangkan Rama menghela nafas lega dan mencoba bersabar lalu mengunci mobilnya dan menelepon orang kepercayaan ayahnya untuk membawa balik mobil ini. Ia pun segera menyusul Nadia yang sudah berada di gerbang, ia langsung menahan pergelangan tangan wanita itu, ia menahan kepergian Nadia sendirian, bukan karena khawatir, namun ia hanya tak mau dimarahi dan dipukul ayahnya karena tak membawa Nadia pulang. Sekarang, ia jadi merasa ragu bahwa wanita ini mengalami buta sebelah mata karena Nadia terlihat begitu lancar berjalan, tanpa tersandung atau memang dia berpura-pura layaknya orang normal seperti solusi ayahnya agar tak ada yang tahu bahwa ia buta sebelah? "Oke, kita engga pulang naik mobil itu. Kita naik taksi saja." "Jangan naik taksi, tapi naik angkutan umum saja." "Jangan gila, Nadia. Saya dari bayi sampai sebesar ini engga pernah hidup miskin dan harus naik mobil jelek yang isinya belasan orang berbagai rupa dan bau tak jelas." Wanita yang satu ini benar-benar membuat Rama darah tinggi dengan semua permintaan gilanya, jika saja ia tak berada di tempat umum dan Nadia bukan korban kecelakaan itu maka ia pasti sudah memukul wanita ini agar berhenti meminta karena ia sudah lelah menuruti permintaan aneh wanita ini. Kenapa juga Nadia tidak matre seperti wanita lain? Kalau Nadia matre, pasti lebih mudah membungkam mulutnya dengan uang, perhiasaan, dan segala kemewahan yang dipunya ayahnya. "Dan sejak hari ini, kamu harus terbiasa hidup miskin bersama saya karena kamu engga akan memakai uang Ayah kamu. Biaya angkatan umum lebih murah dan bisa pakai uang saya dulu jadi waktu kamu bayar ke saya maka engga mahal dan engga membebankan kamu yang belum punya pekerjaan tetap. Mengerti?" "Terserah kamu!" Rama terpaksa menyetujui permintaan wanita itu dengan nada tinggi agar wanita itu sadar bahwa ia sudah kesal dengan semua permintaannya. Namun Nadia malah bersikap santai dan tak paham juga, bahkan wanita itu benar-benar menghentikan angkutan umum yang melintas dengan merentangkan tangan kanannya dan dengan jahatnya Rama berharap jika tangan wanita itu akan tertabrak badan mobil. Namun harapan Rama pupus mobil itu berhenti di depan mereka tanpa mengenai tangan Nadia. Nadia pun langsung masuk ke dalam yang sudah penuh diisi banyak orang. Seketika Rama ingin kabur saja dari sini karena melihat betapa sesak dan panasnya di dalam namun melihat tatapan tajam Nadia membuat ia terpaksa masuk dan duduk di depan wanita itu karena samping Nadia sudah penuh dan sialnya lagi ia duduk di tepi angkutan umum itu, tepat di tempat kenek biasa berdiri namun bedanya ia duduk di bangku persegi panjang dari kayu itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD