BAB 10: Pria Menyebalkan

1058 Words
Axel bersedekap melihat Naomi menyeret kakinya yang memakai gips dan berdiri di sisi kolam ikan, kini gadis itu mengenakan gaun putih selutut dengan wajah yang terlihat lebih segar usai mandi. Naomi mengusap dagunya terlihat seperti sedang berpikir keras memikirkan sesuatu. Dalam satu gerakan Naomi berbalik dan menghadap jendela, gadis itu berdiri memperhatikan dirinya sendiri. Bibir mungil Naomi menyunggingkan senyuman lebarnya sambil menepuk-nepuk pipinya agar merona. Hari ini sangat melelahkan untuk Naomi, ada banyak kejadian yang terjadi, Naomi merasa sedih dan frustasi dengan keadaannya yang kacau. Akan tetapi Naomi tidak boleh mengeluh, dia harus mengembalikan suasana hatinya lagi agar bisa tenang dan melanjutkan harinya esok. Axel yang duduk memperhatikan dari dalam dibuat tertegun melihat senyuman cantik gadis itu yang terlihat indah dan cerah layaknya bunga matahari di bawah langit yang biru, pipinya yang di tepuk-tepuk itu kini terlihat memerah seperti buah persik di antara dua buah daun. Senyuman indah Naomi menghilang, suasana hatinya kembali yang gelisah begitu teringat jika dia tidak boleh bersantai-santai. Naomi harus mencari pekejaan usai tangan dan kakinya sembuh. Dokter sempat mengatakan jika Naomi harus istirahat total dalam waktu lama. Selama menunggu penyembuhan, Naomi tidak boleh diam bermalas-malasan, dia harus memikirkan pekerjaan apa yang harus dia lakukan mengingat selama ini Naomi tidak pernah melakukan pekerjaan apapun. Bahkan untuk bekerja paruh waktu seperti teman-temannya saja, Naomi belum pernah mencobanya. “Pekerjaan apa yang harus aku lakukan?” tanya Naomi pada kaca di depannya, gadis itu sama sekali tidak menyadari jika kini Axel sudah berdiri berhadapan dengannya memperhatikannya dengan seksama. Tangan Naomi merongoh sekantung cokies cokelat dari saku dressnya, gadis itu memakannya sambil memperhatikan dirinya sendiri di kaca. Meski mulutnya kini mengunyah, pikirannya sedang berusaha keras memikirkan pekerjaan yang harus dia lakukan. Akan lebih mudah untuk Naomi jika dia melamar pekerjaan dalam waktu dekat, perusahaan lebih suka pekerja yang masih fresh karena mereka bisa di atur dengan ketentuan baru. “Menjadi karyawan kantor juga tidak buruk, itu salah satu cita-citaku waktu kecil. Menjadi guru juga bagus, sepertinya aku bisa melamar di sekolah internasional,” pikir Naomi dalam kesunyian, “menjual barang-barang dan melakukan bisnis juga bukan pilihan yang buruk,” pikir Naomi lagi sampai tanpa sadar kantong cokies yang di pegang tangannya yang cedera itu jatuh ke lantai dan berhamburan. “Astaga!” Naomi terpekik kaget, terburu-buru gadis duduk di lantai dan memungut semua makanan di lantai dan memasukannya kembali ke kantong, kepala kecil Naomi bergerak ke sana-kemari takut orang lain melihatnya, Naomi tidak akan menyia-nyiakan sepotong kecilpun cokies cokelat yang sudah di curinya di dapur karena terlalu lapar. Akan sangat memalukan jika ada orang yang tahu Naomi telah mencuri kue. Axel mendengus geli nyaris tertawa melihat sikap konyol Naomi yang terlihat memalukan sekaligus menggemaskan. *** Waktu makan malam telah tiba, Naomi dan Axel kembali bertemu, mereka duduk saling berjauhan terhalang oleh meja panjang yang di isi oleh beberapa jenis makanan. Ada senyuman lebar yang terlukis di bibir mungil gadis itu saat melihat makanan yang dihangkan, sangat kebetulan sekali karena kini perutnya melilit kelaparan. Karena kecelakaan yang terjadi, Naomi sempat mengalami keram, beruntung kini keadaannya berangsur membaik. “Bagaimana keadaanmu?” tanya Axel berbasa-basi. Naomi langsung mengangkat satu tangannya yang masih bengkak dan terluka, gadis itu tersenyum lebar dengan mata berbinar. “Sakit, tapi tidak terlalu parah.” “Jika sudah sembuh, segeralah pergi keluar dari rumah ini,” ucap Axel dengan dingin. “Kau sangat menyebalkan,” rutuk Naomi mencebikan bibirnya, belum satu hari saja, bahkan baru beberapa jam dia berada di rumah Axel, dengan dinginnya pria itu mengusir Naomi. Axel bersedekap dengan angkuh. “Aku meminta identitasmu.” Naomi mengangguk setuju, dia tidak keberatan untuk memberikan kartu identitasnya selama itu bisa membuatnya tinggal lebih lama lagi di sini dan mendapatkan pekerjaan, lalu pindah ke tempat yang dia inginkan. “Ada lagi yang ingin kau tanyakan?” tanya Naomi dengan cepat, gadis itu mencuri-curi pandangan pada makanan di depannya yang sejak tadi terus menggodanya untuk segera dia cicipi. “Ada,” jawab Axel. “Katakan dengan cepat,” titah Naomi seraya menekan-nekan perutnya yang kini bersuara karena kelaparan. “Kau tidak di perbolehkan keluar dari rumah ini tanpa izinku dan kecuali aku mengusirmu.” Bibir Naomi mencebik seketika, “Kenapa? Aku kan mau keluar.” “Orang sakit tidak keluar rumah. Sekali kau keluar rumah tanpa izinku, aku akan menganggap jika kau sudah sembuh dan kau tidak lagi aku izinkan menumpang hidup lagi di sini,” jawab Axel dengan tegas dan tidak mau di bantah. “Tapi” Naomi berubah gugup, dia tidak pandai untuk berbohong. “Aku harus pergi keluar untuk mencari pekerjaan,” akunya dengan jujur. “Bukan urusanku,” jawab Axel masa bodoh. Naomi langsung membuang mukanya. “b******k,” maki Naomi dalam bisikan. “Aku mendengar makianmu,” decih Axel dengan ketus, bibir Naomi langsung mengatup rapat dan tertunduk takut. “Sudah kan bicaranya? Aku ingin makan,” pinta Naomi terdengar seperti rengekan. Axel membuang napasnya dengan gusar, ternyata dia sudah berbicara dengan anak kecil yang manja. “Makan saja,” jawab Axel dengan suara melunak. Begitu mendengar jawaban dari Axel, Naomi segera mengambil alat makan di sisi piring dan mulai menyuapkan makan dengan lahap. Ini sangat memalukan, lebih tepatnya tidak tahu malu, tapi Naomi tidak peduli lagi dengan hal itu, yang penting dia makan makanan enak dan tidur nyenyak. Naomi harus segera sembuh dan melanjutkan rencana hidupnya yang sempat tertunda. Diam-diam Axel memperhatikan gadis itu, melihat gesture tubuhnya yang anggun dalam menggunakan alat makan meski hanya dengan satu tangan, caranya makan terlihat terlatih dengan baik, sangat berbeda saat dia makan cokies cokelat tadi siang yang urak-urakan sampai ada banyak remahan di pipinya. Tanpa sadar Axel sama sekali tidak menyentuh makanannya, pria itu hanya terpaku tidak dapat mengalihkan perhatiannya dari Naomi, cara Naomi makan dan mengabiskan setiap sendok makananya terlihat menyenangkan, dia menikmati setiap apa yang masuk ke dalam mulutnya dengan senyuman dan mata berbinar. Axel tersentak kaget begitu Naomi mengangkat wajahnya dan membalas tatapannya, dengan cepat Axel mengambil alat makannya dan segera makan. Diam-diam Axel memaki dirinya sendiri karena sudah bertindak konyol. “Kau kenapa?” tanya Naomi. Tubuh Axel menegak, tanpa terduga pria itu berkata. “Kau makan seperti orang kelaparan.” “Memang aku kelaparan,” jawab Naomi tidak merasa tersindir. Naomi melanjutkan makannya lagi dan tidak mempedulikan apapun yang Axel katakan kepadanya. Selama Naomi bisa makan enak dan tidur dengan baik, dia tidak akan mempermasalahkan apapun. To Be Continued..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD