Janda 1

1851 Words
"Sebelum membaca cerita ini, wajib menyelesaikan dulu "DHENA Istri Yang Terzalimi" karena ini adalah lanjutan dari buku pertama itu. Dhena kembali melanjutkan membaca cerita 'Terjebak Lumpur Nista' karya Ndracogan. Walau konsentrasinya sedikit terpecah gara-gara Rayan. Padahal dia sedang sangat terkesan dengan seorang Ridho, anak soleh dengan caranya yang unik mampu membongkar semua kejahatan di sekelilingnya tanpa harus main jebak-jebakan. Ridho, brondong Arab-Sunda yang mendapat julukan fenomenal 'Detol' selalu dan selalu menjadi incaran banyak kaum wanita itu, tetap teguh dengan pendiriannya dan mampu menumpas segala kejahatan orang-orang disekitarnya hanya bermodalkan cinta dan kasih sayang yang tulus pada mama dan kedua adiknya. Dhena benar-benar terhanyut dengan alurnya, dia bisa tertawa ngakak, menangis bombay, bahkan gemas hingga harus menendang panci dan melempar hape saat membacanya. Ridho atau Detol atau si ‘Terjebak Lumpur Nista’ Brondong Arab-Sunda dengan segudang sexappealnya itu memang bukanlah brondong biasa. Dia mempu menyelesaikan masalah dan konflik yang sangat pelik dengan cara yang natural tanpa menghilangkan unsur cinta, benci, marah, sedih, konyol, romantis dan super panas khas anak muda. Tok..tok..tok Tiga bunyi ketukan pintu kembali membuyarkan konsentrasi membaca sang Cikgu. "Masuk, Bi. Gak dikunci," balas Dhena. walau tak melihat namun dia sangat yakin jika Bi Arnah lah yang mengetuk pintu kamarnya. Hanya Bi Arnah yang punya akses masuk kamar Dhena, setelah dia bercerai dengan Rayan. "Hmmm, kenapa wajahnya butek amat, Bi?" tanya Dhena seraya menyimpan hapenya dan mengubah posisi duduknya di atas kasur, dari selonjoran menjadi setengah bersila. "Neng, maaf ya, bibi lancang," ucap Bi Arnah seraya duduk di pinggir ranjang. "Hmmm apa nih, lancang tanah? Lancang panjang? lancang kedelai? atau lancang lupa kulitnya?" tanya Dhena seraya tersenyum lembut. "Please deh, Neng. Saat ini bibi sedang tidak ingin bercanda, you know!" sergah Bi Arnah. "Yes, I know, but what wrong, Bi?" Dhena menggeser duduknya dan dengan sangat lembut dia memeluk wanita ibu dari tiga brondong tampan rupawan itu. "Ba.. baa. but please, don't be angry with me, because I am not Rayan or Rizal." Bi Arnah menatap wajah Dhena dengan rasa kagum namun terselip sedikit takut dan cemas akan terkena marah. "Hmmm, why dirimu tiba-tiba jadi lebay begini, Bi? Come on, don't be sad in my bedroom, oke!" Dhena mengguncang-guncangkan lembut bahu Bi Arnah seraya tersenyum lebar. "Oke, honey," balas Bi Arnah seraya mencium pipi Dhena. "Ada apa, Bi? Pagi-pagi udah kusut dan cemberut begini? Jangan kaya janda yang kurang belanja begini dong, ah. Malu sama pembaca!" "Neng, maaf ya, Neng jangan marah sama bibi. Ini hanya menyampaikan sedikit kegalauan bibi aja," ucap Bi Arnah dengan wajah yang mendadak mendung. Dhena hanya tersenyum dan membiarkan wanita yang sudah hampir sepuluh tahun mengabdikan diri padanya itu untuk mengeluarkan segala keresahan dan kegalauan hatinya. "Semalam, sebelum pulang. Izal ngomong sama bibi, dia sangat khawatir dengan keselamatan Neng. Karena menurutnya Mbak Noviar itu punya niat jahat sama Neng. Persis seperti yang dikhawatirkan Pak Rayan, tadi." Bi Arnah bicara dengan sangat hati-hati, tak ingin membuat majikannya tersinggung. Bi Arnah tahu betul bagaimana garangnya Dhena jika orang-orang yang paling dia percayai dijelek-jelekan. "Maaf sekali lagi. Bibi bukan mau ngejelek-jelekin Mbak Novi, tapi ini hanya sekedar menyampaikan amanat dari Izal aja, Neng!" sambung Bi Arnah setelah melihat respon Dhena yang hangat dan tak terkesan marah. "Iya Bi, apakah bibi percaya dengan ucapannya Rayan atau Rizal?" Dhena balik bertanya. "Setelah tahu apa yang mereka lakukan sama Neng, sejujurnya bibi sangat ragu. Antara benar dan bohong kan sangat samar, karena mereka memang sudah ahlinya dalam memutar kata." "Nah!" "Bagi orang yang belum mengalami bagaimana sakitnya dibohongi dua R, mungkin akan mudah percaya ya Neng, tapi bagi Neng yang sudah sangat capek dengan semua dusta mereka, tentu mempercayai omongan mereka sama sulitnya dengan mengeringkan air di lautan." "Nah!" "Bibi bahkan sudah tak percaya lagi kalau sempak itu benar-benar murni sempak biasa. Pasti itu sempak ada apa-apanya." "What? mengapa bibi berpikir demikian?" "Karena setelah mencuci sempak itu bibi jadi sayang sama Izal, pantes saja kalau Neng yang pernah memakainya sampai tergila-gila sama dia." "Hahahaha, ada-ada aja. Jadi sekarang bibi jatuh cinta sama Izal?" "No, hanya sebentar saja, bukan jatuh cinta sih, tapi bawaannya jadi kasihan gitu, apalagi kalau lihat wajahnya yang ganteng tapi memelas, tiba-tiba hati ini jadi kasihan dan empati, kenapa ya?" "Hahaha, bukan karena sempaknya, Bi. Tapi emang Izal punya kelebihan itu. wajahnya yang innocent dan sifatnya yang easy going, kalem, pengalah dan selalu berusaha menyenangkan hati orang lain, bisa membuat siapapun mudah berempati. Tapi sebaliknya hal demikian juga bisa dimanfaatkan untuk mengelabui siapapun. Orang seperti Rizal bisa lebih berbahaya dari kucing bersisik ikan." "Sejak kapan kucing bersisik, Neng?" "Sejak bibi bertanya, bosen kan serigala berbulu domba melulu? Emang cuma serigala doang yang suka memangsa? hahahahaha." "Tapi Neng, bibi boleh usul, gak?" "Jangankan usul, bibi mijitin kaki neng juga boleh kok, hehehe." "Iya maksudnya mijitin kaki sambil usul, boleh ya?" ucap Bi Arnah sambil memegangi dan memijat lembut kaki Dhena. "Hehe bohong, gak usah sambil mijit. Memangnya mau usul apa sih calon mertuaku ini? Mau pindah tempat senam? atau mau ganti salon tempat perawatan? atau mau ikut les bahasa Inggris bareng dengan Aiman? Hehehehe." "No, bibi sudah sangat nyaman fitnes di tempatnya Bu Gatri, kalau salon perawatan tetap di Arganis dong, kecuali kalau Neng pindah. Kalau bibi kan cuma nurutin dimana pun perintah Eneng. Bibi mah pasrah aja, yang bayar juga kan bukan bibi ini, hehehe. Kalau kursus bahasa Inggris, bibi terima diajarin Aiman aja deh. Intinya bibi saat ini mau usul tentang Mbak Noviar." "Oh ya, apaan tuh?" "Bagaimana kalau bibi dan Anwar kerja sama ngejebak Mbak Novi. Ya, sekedar untuk membuktikan kebenaran ucapan Pak Rayan dan Izal aja, gimana Neng setuju?" "Hmmm ide yang bagus. Tapi apakah bibi tidak kasihan sama pembaca setia kita?" "Loh..loh,, oh, justru ini berdasarkan usulan banyak pembaca Neng. Kita jebak aja Mbak Noviar biar semuanya jadi jelas dan terang benderang. Pak Rayan dan Rizal memang pembohong berat, tapi siapa tahu memang saat ini mereka sedang bicara jujur dan benar adanya." "Neng sama sekali gak setuju, Bi. Maaf, Neng kasihan sama pembaca kalau hanya main jebak-jebakan begitu." "Kasihan bagaimana? What happened, Neng?" "Kasihan mereka tidak mendapatkan sesuatu yang baru dari n****+ yang dibacanya. Berapa ratus n****+ yang dibuat dengan alur cerita main jebak-jebakan untuk menyelesaikan masalahnya? Apakah tidak bosan dengan alur yang demikian? Neng yakin pembaca sudah sering disuguhi cerita dengan cara-cara klasik dan klise seperti itu. Kenapa gak bikin sesuatu yang beda?" Dhena mengernyitkan dahi. "Bukankah menjebak itu cara yang paling mudah dan efektif untuk menyelesaikan masalah?" Bi Arnah mengernyitkan dahinya. "Hehehehe, bisa jadi. Tapi apakah Ndra Irawan akan rela kalau ceritanya berisi jebak-jebakan begitu? TTS kali ah. Dia tidak akan pernah mau dengan alur yang terlalu sederhana dan mudah ditebak, Bi." "Oh gitu ya?" "Ya dong! Buat apa cerita ini sampai berpuluh-puluh bab kalau ujung-ujungnya hanya main jebak-jebakan?" "Tapi Pak Rayan dulu pernah mau ngejebak Neng. Terus Bu Ghina sama Izal juga hampir saja mau menjebak Eneng," Bi Arnah sedikit nyolot. "Ya, tapi semua gagal kan? Bibi mau tahu kenapa gagal? Itu karena memang dalam cerita ini tidak akan diizinkan siapapun main jebak-jebakan. Jadi lupakan semua alur cerita yang pakai jebak-jebakan begitu, klise tahu gak. Bi!" "Iya juga ya?" "Nah!" "Emang ada ya Neng, cara yang lain selain main jebak-jebakan?" "Hehehe, Kalau penjahat dan iblis saja punya seribu cara untuk menjatuhkan orang lain, maka Allah punya cara yang tak terbatas untuk memperlihatkan kecurangan hamba-hambanya tanpa perlu main jebak-jebakan." "Berarti cerita ini memang antimainstrem dan beda banget dengan yang biasa ya Neng?" "Itulah salah satu alasan mengapa Neng mau jadi pemeran utamanya. Dari awal ceritanya kan memang beda. gak ada tuh acara jebak-jebakan, kalaupun ada sudah dipastikan akan dibuang atau digagalkan sendiri oleh sang author yang gantengnya Masya Allah itu, Titik!" "I know I know. Jadi kedepannya kita akan bagaimana Neng?" "Ikuti saja alurnya. Dijamin jungkir balik, terbelalak dan tak akan menduga apa yang akan terjadi selanjutnya. Ingat tidak akan ada yang bermain jebak-jebalan, oke." “Katanya ini cerita sudah beres sampai di sini ya Neng?” “Hehehe, untuk Episode Dhena Istri Yang Terzalimi’ memang sudah beres, tapi kan semua pelaku kejahatan itu belum mendapatkan balasannya, jadi belum beres dong.” “Lah terus gimana?” “Kita akan lanjutkan dalam “Bukan Janda Biasa.” Bakal diposting setiap hari dan dijamin tetap Gratis sampai tamat. Cukup berikan tap love aja.” “Serius Neng? Jadi semua pengkhianat itu akan mendapatkan karmanya?” “Sudah pasti, tapi bukan dengan jalan jebak-jebakan. Ikuti saja, pokoknya semua akan mendapat balasan dengan cara yang sama sekali tidak akan terduga oleh pembaca. Sesuatu yang baru pastinya dan akan sangat jauh berbeda dengan cerita-cerita yang sudah ada.” “Kok bisa begitu Neng, bukankah semua cerita di sini itu berbayar?” “Itulah bedanya Ndra Irawan. Dia berusaha semaksimal mungkin untuk menggratiskan semua ceritanya. Dia akan menguncinya dua minggu atau sebulan setelah tamat.” “Wow, Gratis dan cukup kasih tap love aja, Neng?” “Yes, Pokoknya sebelum Tamat 100% tidak akan dikunci, makanya baca segera. Seminggu setelah tamat baru akan dikunci.” "Ok deh Neng, bat de way, Neng mau sarapan apa?" "Hmmm kayanya Neng mau ajak Aiman sama Anwar jalan-jalan ke Sempur. Pengen menikmati car free day, sekalian makan bubur ayam istana. Kalau bibi, mau gak mau tunggu rumah, kan anak buah Andrean masih belum pada bangun tidur ya, hehehehe." "Oke kalau gitu bibi kasih tahu mereka ya. Oh iya, Teguh juga mau pulang sekarang, Neng." "Hahaha, bukan mau pulang, dia emang udah di bus. Ini baru saja dia ngirim foto lagi dalam bus." "Alhamdulillah." "Oh iya, Bi. Neng nanti sore atau mungkin malam mau pulang ke Bandung, mungkin akan beberapa hari menenangkan diri dulu di Lembang." "Sama siapa?" "Rencananya mau ditemani Wildan Bangla. Tapi mau nunggu si Ganteng dulu. Siapa tahu dia juga mau langsung ke Bandung kan bisa bareng-bareng." "Oke Neng, kalau gitu bibi mau ngasih tahu Anwar, biar manasin mesin mobil dulu." "Oke Bi." 'Susah mempengaruhi Neng Dhena mah, keras kepala!' Bi Arnah menggerutu dalam hati. "Coba aja kita lihat, katanya Mbak Noviar hari ini mau ke sini. Apakah Neng Dhena masih percaya sama dia dan malah ikut larut dalam arus permainannya. Mau apa coba manusia munafik itu datang lagi kesini? Pasti bakal bikin kacau lagi, nih!" gerutu Bi Arnah sambil berjalan gontai mendatangi dua anaknya yang sedang menanam pohon jambu di halaman belakang. ^^^ ^ ^ ^ Pemirsah… Terima kasih sudah membaca cerita ini sampai di sini. Akan terdapat puluhan kejutan yang tak biasa pada bab-bab berikutnya dalam buku “Bukan Janda Biasa.” Silahkan lanjutkan dengan cerita “Bukan Janda Biasa” dan jangan lupa berikan tap love atau komentar dalam setiap bab-nya. Dijamin Tidak akan dikunci sebelum tamat. Sampai jumpa dalam kisah selanjutnya. Sekedar info ada beberapa cerita yang sangat layak untuk diikuti. 1.      Terjerat Hasrat Mertua (End dan Terkunci) 2.      Terperangkap Dendam dan Dosa (Enda dan Terkunci) 3.      Obsesi Liar (On going and Free alias Gratis) 4.      Terjebak Lumpur Nista (On going and Free alias Gratis) 5.      Khilaf  (On going and Free alias Gratis) 6.      Bukan Janda Biasa (On going and Free alias Gratis) Dan masih banyak lagi yang lainnya hingga total keseluruhannya 30 buah cerita. Sampai jumpa pada cerita yang lainnya, WASALLAM 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD