bc

Istri Kedua Suamiku

book_age18+
478
FOLLOW
3.3K
READ
drama
like
intro-logo
Blurb

Di dalam pernikahan anak adalah dambaan setiap pasangan. Begitu juga yang di inginkan Rere selama lima tahun menjalani biduk rumah tangga bersama Adji. Tidak ada desakan dari mertua atupun keluarga suami agar secepatnya mereka memiliki anak. Pun dengan Adji yang sama sekali tidak menuntut hal itu.Namun siapa yang menyangka, di dalam diamnya Adji ternyata dia sangat mendambakan seorang anak. Hingga membuat Adji mengkhianati pernikahannya dengan menikahi wanita lain tanpa sepengetahuan Rere, dan ternyata istri kedua Adji mengandung buah cinta mereka.Apakah Rere mau menerima pernikahan kedua suaminya? Atau dia memilih untuk bercerai?

chap-preview
Free preview
Testpack Siapa?
"Assalamu'alaikum." Ucapan salam terdengar dari luar rumah, aku langsung berjalan cepat ke arah pintu untuk menyambut kepulangan suamiku. "Waalaikumsalam, Mas." Aku menyambut uluran tangan suamiku lalu mencium punggung tangannya. Hari ini adalah hari yang selalu aku tunggu setiap bulan, karena suamiku selalu pulang ke rumah kami yang berada di daerah Bogor, setelah dia menyelesaikan pekerjaannya di Ibu Kota. "Aku merindukanmu." Mas Adji memelukku erat, melampiaskan kerinduannya setelah hampir satu bulan kami tidak bertemu. "Aku juga merindukanmu, Mas," ucapku melingkari kedua tangan di tubuh Mas Adji. Dalam keheningan sekian detik, indera penciumanku menangkap wangi parfum yang bagiku sangat asing. Aku menghela napas panjang, mencoba berpikir positif, karena memang suamiku tidak memiliki kendaraan pribadi. Kami hanya memiliki satu motor matic yang biasa aku gunakan untuk ke pasar dan dia harus naik angkutan umum untuk pulang pergi ke Bogor. 'Mungkin parfum penumpang kereta nempel di pakaian suamiku,' ucapku di dalam hati. "Mas mau mandi dulu ya, nanti kita ngobrol di kamar." Mas Adji langsung melepas pelukanku lalu mengambil tas ransel yang tadi dia letakan ke atas lantai. "Biar aku aja yang bawa tasnya, Mas." Aku pun mengambil tas dari tangan Mas Adji. Mas Adji tersenyum padaku, "Makasih, Sayang." Ia mengecup keningku dengan lembut. Aku tersenyum lebar lalu merangkul pinggang suamiku dan berjalan ke kamar bersama. Rumah sederhana kami yang hanya memiliki dua kamar tidur, menjadi tempat ternyaman bagiku dan Mas Adji. Meski kami belum memiliki anak di usia pernikahan yang cukup lama, tetapi rumah tangga kami tetap terasa bahagia. Aku bersyukur karena Mas Adji dan juga mertuaku tidak pernah menuntut kami untuk segera memiliki momongan. "Mas mandi dulu ya," ucap Mas Adji yang berjalan ke pintu kamar mandi. Aku menganggukkan kepala dan Mas Adji pun masuk ke kamar mandi. "Abis mandi kita makan siang bareng ya, Mas, aku udah masak makanan kesukaan kamu," seruku sambil mengeluarkan isi tas ransel milik Mas Adji. "Iya Sayang," sahut Mas Adji yang kemudian terdengar suara air dari dalam sana. Aku pun memisahkan pakaian kotor suamiku dengan pakaian yang kelihatan masih bersih. Namun, ada sesuatu yang selalu aku pikir janggal karena hampir setiap kali Mas Adji pulang ke Bogor, pakaian Mas Adji selalu rapi dan bersih. 'Apa mungkin Mas Adji mencuci pakaian dulu sebelum pulang?' tanyaku dalam hati. Kembali aku mencoba berpikir positif dan tidak ingin memikirkan yang tidak mungkin, aku tidak ingin mencurigai suamiku hanya karena hal sepele. Di Kota, Mas Adji mencari nafkah untukku dan kami sedang mengumpulkan uang, karena kami berniat untuk membuka usaha di Bogor agar Mas Adji tidak perlu bekerja di kota lagi. Aku dan Mas Adji sedang mengumpulkan uang untuk membeli ruko kecil di pinggir jalan. Ruko yang akan dijadikan oleh Mas Adji sebagai bengkel, karena itu aku mendukung Mas Adji bekerja di Kota Besar meski kami harus menjalani hubungan jarak jauh. Terkadang Mas Adji pulang 2 minggu sekali dan sering kali Mas Adji tidak pulang hampir 1 bulan, tetapi aku tidak pernah mempermasalahkan soal itu, karena yang terpenting bagiku Mas Adji selalu menjaga hatinya dan bekerja dengan baik di sana. Aku percaya pada kesetiaan suamiku. Setelah selesai mengeluarkan pakaian dari dalam tas, aku pun menyusun pakaian Mas Adji ke dalam lemari, karena semua pakaiannya bersih dan aku akan mengganti pakaian itu dengan yang baru. Pluk! Aku tertegun saat mendengar ada sesuatu yang terjatuh dari dalam tas ransel Mas Adji, refleks aku menunduk dan melihat benda yang terjatuh itu terlihat seperti tidak asing. Aku pun mengambil benda yang seperti alat tes kehamilan. Aku menghela napas berat lalu terduduk lemas di pinggir ranjang. Kutatap benda itu dengan lirih, tanpa terasa air mataku mengalir deras membasahi wajah. Aku masih mencoba untuk berpikir positif. 'Mungkin saja benda ini milik teman Mas Adji yang tertinggal di dalam tasnya,' pikirku. Namun, semakin kucoba untuk berpikir ke arah sana, semakin mustahil itu bisa terjadi. Setelah sekian detik terdiam, aku pun memberanikan diri untuk melihat isinya. Air mataku semakin deras mengalir saat aku melihat garis dua di testpack itu, garis yang selama ini aku impikan. "Testpack ini ... milik siapa?" ucapku lirih sambil menutup mulut menggunakan telapak tangan agar suara tangisanku tidak terdengar oleh Mas Adji. Krek! Mas Adji membuka pintu kamar mandi, ia melihat ke arahku lalu melangkah cepat mendekatiku. "Kamu kenapa, Sayang?" tanyanya dengan raut wajah panik. Mas Adji berlutut di depan kedua kakiku. Tak ada kata yang sanggup aku ucapkan, aku hanya menunjukkan testpack yang baru saja aku temukan di dalam tas milik Mas Adji.

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook