BTW 01

3526 Words
Allard Bramastya seorang pengusaha muda, menjabat sebagai CEO di perusahaan A- Corporation. Merupakan anak tunggal dari Richard Bramastya dan juga Mona Bramastya. Pemuda itu di karuniai wajah tampan, juga harta yang melimpah ruah bak seorang putra mahkota. Gadis mana yang tak akan tergoda akan kesempurnaan yang ia miliki. Tapi sayang beribu sayang, pemuda itu sudah menetapkan hatinya pada seorang gadis cantik bernama Melisa Aurora. Dan berencana akan menikahinya setelah lulus kuliah. Membuat ratusan gadis memekik geram dan juga merasa iri secara bersamaan. bagaimana tidak? Jika Melisa yang notabene nya seorang gadis yatim piatu dan tak jelas asal usulnya, jauh dari kata kaya, akan menikah dengan pengusaha terkaya di kota ini. Sungguh keberuntungan yang hakiki. Apakah kisah rumah tangganya nanti akan semulus kisah cinta nya? Ataukah akan berujung ke penderitaan? Tiada yang tau, sebelum mereka berdua menjalaninya nanti. Melisa Aurora, seorang gadis yang pintar dan juga jenius di tambah dengan sikap dewasanya, mungkin itu yang membuat seorang Allard Bramastya jatuh hati pada pesona gadis tersebut. Setelah mereka lulus kuliah, sesuai dengan janji Allard pada Melisa, pemuda itu benar-benar melamar gadis itu dan mempersuntingnya sebagai seorang istri sahnya. Walau Ibu dari Allard menentang pernikahan itu di karena kan keadaan latar belakang kehidupan Melisa yang bisa di bilang tidak jelas asal-usulnya. Membuat wanita paruh baya itu merasa malu jika putra kesayangan nya bersanding dengan gadis tak sederajat dengan keluarganya. Namun hanya dengan tentangan satu orang tak akan mengubah tekat Allard untuk menikahi kekasihnya. Nyatanya Ayah pemuda itu yakni Tuan Richard Bramastya justru sangat mendukung pernikahan putranya. Baginya latar belakang Melisa tak masalah untuk nya, yang terpenting baginya adalah putra kesayangan nya bisa bahagia dengan gadis pilihan nya. Tuan Richard begitu menyayangi calon menantu nya seperti layaknya anak sendiri. Kepribadian sopan santun dan juga pintar dalam segala hal rumah tangga, menambah tingkat nilai plus bagi diri Melisa di mata Tuan Richard. Hari yang di tunggu-tunggu pun tiba. Sebuah pernikahan mewah tergelar begitu megah di kediaman keluarga Bramastya. Di datangi ribuan tamu undangan yang berasal dari orang-orang terpandang di segala penjuru negeri, sebagian besar yang datang adalah para kolega bisnis dan juga partner kerja perusahaan A-Corp. Acara terlihat sangat meriah dan berjalan sangat lancar. Dengan senyum manis tak luntur dari bibir kedua mempelai di atas altar pernikahan. Mereka berdua begitu serasi dengan pakaian bernuansa putih, bak sepasang tuan putri dan seorang pangeran mahkota. Sedikit banyak para sahabat Melisa dan juga Allard juga turut hadir dalam acara pernikahan tersebut. Memberikan ucapan selamat berbahagia pada dua sosok penggantin baru itu. "Ah.... selamat Mel.... akhirnya kekasih tampanmu itu menepati janji nya," pekik seorang gadis yang di ketahui bernama Alin , sahabat Melisa. "Terima kasih Lin.... cepat menyusul," bisik Melisa di samping telinga Alin sembari berpelukan. "Tau ah....si bantet itu belum juga melamarku ," Alin mengerucutkan bibirnya, merutuki kekasih nya yang bernama Jodi. "Awas saja.... akan aku gampar nanti wajah triplek Jodi itu, beraninya memberikan harapan palsu pada sahabat ku yang cantik ini," gerutu Melisa pura-pura ikut geram dan kemudian mereka berdua tertawa bersama-sama. Tak lama kemudian datang seorang gadis tinggi yang terlihat sedikit lebih dewasa dari mereka berdua datang dan langsung menerjang tubuh sintal Melisa. "Hai.....adik manisku... selamat sayang, akhirnya kau mendahuluiku," girangnya sambil. Memeluk erat tubuh Melisa dan menggoyangkan kekanan- kekiri. "Ih....Kak Luna lepaskan... tubuhmu berat tau," Melisa memekik tak suka dan melepas rengkuhan sahabat nya yang bernama Luna itu. "Maaf sayang....Kakak terlalu bahagia," sahutnya kemudian. Allard juga terlihat tengah berkumpul dengan para sahabat nya, tak lain adalah Jodi dan juga Rammon. Mereka sesekali tertawa karena Rammon dan Jodi terus saja menggoda Allard. Suasana begitu nyaman dan juga hangat, sebelum sosok gadis lain datang ke acara pernikahan tersebut. Gadis itu merupakan sosok gadis yang berpura-pura menjadi sahabat Melisa dan juga Allard, gadis itu datang dengan membawa sekotak hadiah yang ia berikan kepada Melisa, memeluk sebagai formalitas agar terlihat seperti sahabat yang tengah saling menukar rindu, namun tidak untuk Melisa, gadis itu sungguh-sungguh ingin melepas kerinduan nya pada gadis di dekapan nya ini. Sudah sangat lama mereka berpisah semenjak lulus kuliah dan Lisa memutuskan untuk pergi ke Australia menyusul keluarga nya. Dan baru sekarang mereka di pertemukan kembali. "Ck....kau menikah dengan Allard juga akhirnya, aku ikut bahagia melihat kebahagiaan kalian berdua," ucap Lisa sekedar basa-basi, walau sejujurnya hati nya begitu terasa sesak melihat tawa bahagia pasangan pengantin tersebut. Melisa hanya tersenyum manis mendengar penuturan gadis yang sudah ia anggap sebagai sahabatnya ini. Lisa berpindah ke pengantin pria tanpa berucap apapun Lisa langsung menerjang tubuh Allard, memeluknya bahkan sampai mencium pipi pemuda itu tanpa ijin. Melisa sempat tersentak kaget melihat tingkah tiba-tiba Lisa, begitu pula dengan para sahabat Allard. Mereka sempat syok dengan gadis yang ada di hadapan Allard ini. Melisa menggeleng kan kepalanya pelan, berusaha menepis pemikiran negatif tentang sahabat nya itu. Lisa merupakan sahabat Allard sejak kecil, mereka sudah lama tak bertemu. Mungkin gadis itu sangat merindukan pemuda itu. Begitu lah batin Melisa, Luna memandang lekat wajah Melisa, ia tau bahwa gadis itu tengah tak enak hati melihat suaminya di cium gadis lain di depan matanya. Karena ia tak ingin melihat temanya larut dalam kesedihan, akhirnya ia mencoba untuk menghibur Melisa. Nyonya Mona yang melihat kedatangan Lisa segera berjalan menghampirinya. Memeluk penuh kasih sayang, seolah gadis itu bagian dari keluarga nya sendiri. Melisa merasa hatinya berdenyut nyeri , bagaimana bisa mertuanya sangat menyayangi gadis lain sedang saat bersama dirinya, Nyonya Mona selalu bersikap acuh. Sudahlah, Melisa hanya bisa tersenyum kecut memandang keakraban antara Lisa dan mertuanya. "Sayang.... astaga Lisa, kau makin cantik saja sayang. Apa Mama dan Papamu tidak ikut kesini?," Nyonya Mona memeluk sembari mencium sayang kedua pipi mulus Lisa, dan sengaja melirik ke arah Melisa dengan menyunggingkan sebelah bibirnya mengejek. Sedang Lisa , gadis itu sudah bersorak gembira dalam hati nya karena berhasil membuat Melisa sakit hati. "Ini baru permulaan Melisa, aku berjanji akan mengambil semua yang kau miliki. Suatu hari nanti, tunggu kehancuran mu gadis bodoh". Gumam Lisa dalam hati. Beberapa jam kemudian, acara pesta pernikahan Allard dan Melisa pun akhirnya usai. Semua para tamu undangan sudah meninggal kan tempat tersebut. Begitu pula dengan pasangan pengantin baru itu, mereka memilih pergi ke Mansion yang sudah lama Allard persiapkan untuk istri cantik nya. Hitung-hitung untuk hadiah pernikahan mereka. Sedang Lisa, gadis itu kini menginap di kediam keluarga Bramastya, tentunya ada maksud tersembunyi di balik itu semua. Ya! Lisa berencana ingin mendekati keluarga tersebut, untuk mendapatkan simpati dari mereka dan selanjutnya beralih mendekati Allard. Dan menyingkirkan Melisa dari data keluarga Bramastya. Di kediaman Melisa dan Allard. Gadis yang kini berstatus sebagai istri seorang CEO kaya itu, saat ini tengah terlihat sedang memajang foto besar pernikahannya di dinding kamar pribadi mereka. Dengan senyum hangat terpatri di bibir manisnya, serta jangan lupakan sosok suami tampan yang sedari tadi setia memeluk pinggang ramping sang istri dari belakang dengan menopang dagunya di ceruk leher gadis tersebut. "Sayang.... terima kasih banyak," ucap Melisa, sembari mengelus punggung telapak tangan besar yang melingkar di perutnya. "Aku yang seharusnya berterima kasih kepada mu baby.... karena kau sudah memberikan banyak kebahagiaan untuk ku," sahut Allard, sambil mencium belakang leher sang istri. "Aku masih merasa ini semua hanyalah mimpi, namun begitu nyata. Aku masih belum bisa percaya bahwa kau benar-benar menikahi ku sayang...," Melisa tak kuasa menahan air mata nya, ia sangat bahagia. Hingga sampai- sampai ingin menangis saking terharunya. "Hei... kenapa kau menangis baby? Aku tak suka melihat kesayangan ku bersedih hm," Allard membalikan tubuh istrinya dan mengusap air mata gadis itu menggunakan jempol besarnya begitu lembut. "Aku tidak bersedih sayang... aku hanya merasa terlalu bahagia," Melisa mengerucutkan bibirnya lucu, dengan hidung merah kembang kempis dan kedua pipi memerah , sangat menggemaskan di penglihatan Allard. "Sudah baby.... berhenti menangis ok," Allard mengecup kedua mata sang istri dan memeluknya erat, menyalurkan kasih sayang yang terasa begitu mendalam. "Baby... bukankah ini malam pertama kita?," bukan pertanyaan melainkan pernyataan, pemuda itu berbisik dengan suara beratnya. Membuat Melisa tersipu malu, tubuh nya tiba-tiba terasa memanas serasa ada ribuan kupu-kupu yang menggelitik di dalam perut nya dan memaksanya untuk tersenyum. Melisa tidak kuasa menolak ucapan sang suami, ia hanya bisa mengangguk malu-malu dengan kedua pipi merona Sekarang mereka sudah berpindah ke kasur king size nya. Allard mulai mengungkung tubuh istrinya, mengunci kedua tangan Melisa dengan kedua tangan kokoh nya. Mencium bibir ranum sang istri begitu panas. Sang istri membalas ciuman dari sang suami walau terlihat sangat berantakan, jujur Melisa tidak berpengalaman dalam hal seperti ini. Belahan Melisa menekan tengkuk Allard, agar pemuda itu memperdalam ciumannya. Membuat nya melenguh kenikmatan. Allard meremat sensual pinggang sang istri karena sudah merasakan ada yang mengganjal di bawah sana, semakin lama semakin menegang, terasa begitu sesak ingin segera keluar dan menemui lubang surganya. Sungguh, hasratnya sudah tak tertahankan lagi. Dengan sedikit kasar Allard menghimpit tubuh sang istri, mengecup setiap inci lekukan mulus tubuh itu, kembali mencium secara brutal. Menyusupkan lidah panjangnya ke dalam rongga hangat tenggorokan sang wanita, mengabsen setiap deretan gigi rapinya, bermain lidah, bertukar saliva. Hingga Melisa menepuk pundak suami nya pelan, karena merasa kehabisan oksigen. Dengan tidak rela Allard melepas pagutan mereka, menatap wajah merah sang istri dengan nafas terengah-engah, sangat sexy di penglihatan Allard, membuat libido pemuda itu semakin membuncah. Dengan tak sabaran Allard berpindah menuruni leher putih sang istri mengecupnya begitu lembut di setiap titik sensitif nya. Megulum sensual cuping gadis tersebut, hingga reflek Melisa mengeluarkan desahan nya. "Sayanghhhh...." Mendengar desahan sang istri, Allard tersenyum evil. Ia kembali menuruni leher mulus itu, berlahan Melisa mendongakkan kepalanya, memberi akses untuk sang suami agar menjamahnya lebih jauh. Tak menyia-nyiakan kesempatan, Allard segera menghisap dan sedikit memberi gigitan pada kulit putih itu, hingga menimbulkan warna ruam merah keunguan. Allard mengangkat kepalanya, melihat beberapa tanda kepemilikan yang ia ciptakan di leher sang istri, ia tersenyum bangga melihat karya nya tercetak jelas di leher kesayangan nya. Melisa berusaha menetralkan nafasnya, dadanya naik turun dengan tatapan sayu dan mulut mungil sedikit terbuka. Jangan lupakan rambut panjang yang sedikit berantakan menambah tingkat kesexyanya. Membuat kejantanan sang suami samakin menegang. Namun Allard tak akan secepat itu bermain pada intinya. Ia akan memanjakan tubuh sang istri terlebih dahulu agar gadis itu tak bisa melupakan momen indah malam pertama mereka. Allard melepaskan asal penutup tubuh sang istri, menampilkan tubuh putih mulus tanpa cacat sedikitpun. Gejolak jiwa Allard semakin meningkat kala melihat dua gundukan kembar yang terlihat begitu kencang, mulus, putih dengan kedua titik berwarna pink mencuat, seakan meminta untuk segera di hisap. Allard sengaja meraba dua gundukan kenyal tersebut menyapukan lidahnya pelan, membuat sang empunya melenguh dengan d**a membusung, menginginkan lebih. "Sayanghh.....geli,.. engghh," desahnya frustasi. Allard tersenyum bangga mendengar desahan frustasi dari sang istri. Tanpa menunggu lama ia segera menyesap titik merah muda mencuat itu, menyesap seperti bayi yang tengah kehausan. Memberi gigitan kecil, dengan satu tangan bebasnya meremas gundukan kenyal satunya, begitu sensual, membuat sang gadis mendesah kenikmatan. Semakin lama desahan Melisa semakin tidak beraturan, membuat sang suami semakin menggila. Dengan tidak sabaran Allard melepaskan pakaiannya dan melemparkannya asal. Menampilkan pusaka yang tengah mengacung tegak, melawan gravitasi. ia merangkak di atas tubuh mulus sang istri, mengelus dari pangkal kaki hingga naik di kedua paha jenjangnya. Mengendus aroma bunga mawar yang samar-samar tercium dari tubuh putih itu, membuatnya mabuk kepayang. Hingga tatapan nya berhenti pada titik surgawi yang terhimpit di antara kedua paha mulus itu, membuka kedua paha itu pelan, agar ia bisa leluasa menikmati pemandangan indah tanpa penghalang tersebut. Meraba nya pelan, membuat sang istri menggelinjang, merasakan antara geli dan juga nikmat secara bersamaan. Menggosokan jemari telunjuknya pada titik pink mungil di sana, dan berlahan menelusupkan satu jemari besarnya pada lubang sempit sang istri. Membuat gadis itu memekik kesakitan. "Sakitt...." rintihnya. "Ini baru jari ku sayang...bukan little Allard," bisiknya, sambil memainkan jemarinya di dalam lubang hangat sang istri dengan tempo cepat. Hingga beberapa menit kemudian, tubuh gadis itu menegang. Allard tersenyum bangga merasakan ada gelenyar hangat yang membasahi jemarinya. Pelan-pelan ia melepas jari telunjuknya dari lubang hangat sang istri, membuat sang gadis merasa kecewa karena merasakan kekosongan yang tiba-tiba. Allard kembali memasukkan jemarinya, namun kali ini dua jari yang ia masukkan. Membentuk pola menggunting untuk melebarkan jalur jalan masuk untuk adik kecilnya, yang mana membuat Melisa meringis merasakan sakit bercampur nikmat. "Kau sudah siap sayang?," bisiknya sensual di samping telinga sang istri, membuat yang di tanya hanya mengangguk pasrah. "Apa kau tidak ingin mengenal little Allard terlebih dahulu hm?," tanyanya lagi, membuat wajah sang istri semakin memerah. Melisa mendudukkan tubuhnya melihat pusaka sang suami yang berdiri kokoh, dengan tangan gemetar ia mencoba menggenggam leher little Allard yang besarnya tidaklah main-main. Membuat pemuda itu mendongakkan kepalanya, merasakan sentuhan dingin jemari lentik sang istri. Ingin rasanya lahar putih yang masih terbendung keluar dari dalamnya. "Kulum babyhh...." Pintanya, Melisa hanya mengikuti alur main sang suami. Dengan hati-hati ia mulai memasukan benda keras itu kedalam mulut mungilnya, menyapukan lidahnya dan memberi hisapan-hisapan kecil, membuat sang empunya semakin menggeram kenikmatan. Allard sudah tak tahan ingin sesuatu yang lebih dengan sedikit tergesa ia menyuruh sang istri menyudahi kegiatan nya dan membaringkan tubuh sintal itu dalam kungkungannya lagi. "Ini akan sedikit sakit sayang... tahanlah sedikit," bisiknya, dan di angguki lemah oleh sang istri. Allard segera mengarahkan kejantanan nya di hadapan lubang merah sang istri. Membenamkanya berlahan kedalam rongga sempit nan hangat tersebut. Melisa meremas kedua lengan besar sang suami karena merasakan sesuatu yang besar seakan membelah tubuhnya. "Sakittt....", Pekik nya dengan berderai air mata. Allard mengehentikan kegiatanya sebentar. Di rasa sang istri mulai tenang ia kembali menarik kejantanannya yang belum sepenuhnya masuk itu, membenamkanya kembali dalam sekali hentak. Dan sukses masuk sempurna, membuat sang istri berteriak kesakitan. Pelan-pelan Allard menggerakkan pinggulnya dengan tempo maju mundur agar sang istri tidak merasa kesakitan. Ia tersenyum bangga kala melihat ada noda bercak merah di antara penyatuannya, pertanda bahwa gadis nya belum ada yang masuki kecuali dirinya. Allard mengalungkan kedua kaki jenjang sang istri di atas kedua bahunya. Membungkuk kan tubuhnya di atas tubuh sang istri, menciumnya mesra untuk menghilangkan rasa sakitnya. Hingga beberapa menit kemudian, Melisa mulai terbiasa dengan permainan sang suami. Allard mengerang kenikmatan di atas tubuh sang istri, memompa kejantanannya keluar masuk lubang surgawi sang istri. Dengan kedua mata terpejam, peluh yang mulai membasahi tubuh atletis nya dan menetes ke tubuh mulus sang istri. Tak peduli dengan desahan frustasi sang istri, ia semakin brutal menggenjot tubuh gadis itu, hingga terhentak naik turun mengikuti irama hentakan sang pemuda. Beberapa jam kemudian mereka mencapai titik putihnya dan mengerang bersamaan, Melisa merasakan kehangatan yang menyembur memenuhi rahimnya. Dengan nafas tersengal-sengal mereka menghentikan kegiatan nya, namun masih tidak melepaskan penyatuan mereka. "Sayang...perih..," bisiknya di samping telinga sang suami. Allard terkekeh dan melepaskan penyatuannya. Mengecup mesra kening sang istri yang terlihat kelelahan. Melisa memejamkan kedua matanya karena kelelahan setelah melayani nafsu birahi sang suami. Sedang Allard, ia tersenyum bahagia melihat wajah damai sang istri. "Terima kasih sayang...," Bisiknya dan mengecup sekilas bibir Melisa. Kemudian ia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri, setelah nya membersihkan tubuh sang istri dengan handuk hangat lalu memakaikannya piama tidur. Merebahkan tubuhnya di samping sang istri, merengkuh pinggang rampingnya dan menyusulnya ke alam mimpi. Pagi telah tiba. Mentari pagi mulai memunculkan cahaya dari ufuk timur. Berlahan cahaya terang masuk menerobos celah-celah korden di balik jendela kaca. Dimana terdapat sepasang suami istri yang masih bergumul di bawah selimut tebal nya. Hingga sang gadis merasa sedikit terusik dengan cahaya yang memaksa masuk di indra penglihatannya. "Engghh..." Lenguh gadis itu sembari mengucek kelopak matanya. Ia merasa ada sesuatu yang berat menimpa area perutnya, mencoba membuka pelan penutup selimut tebalnya. Seketika ia tersenyum kala melihat benda tersebut adalah tangan kekar sang suami. Ia menoleh ke samping dan melihat wajah tampan sang suami yang tengah tertidur damai. Tiba-tiba wajahnya memerah kala mengingat kembali kejadian tadi malam. Dengan hati-hati Melisa melepas rengkuhan sang suami, ia beranjak ke kamar mandi. Ia baru sadar jika dirinya sudah tertutup baju setelah kegiatan tadi malam, senyum merekah kembali terpancar di bibirnya, ia kembali membayangkan, jika yang menggantikan bajunya adalah sang suami. "Allard begitu manis," gumamnya sambil menangkup kedua pipi gembil nya. Selesai membersihkan diri, Melisa segera menuju ke lantai bawah, ke arah dapur lebih tepatnya. Melakukan sesi memasak sarapan pagi yang pertama kali untuk suami tercinta nya. Allard terbangun dari tidurnya, ia meraba-raba kasur di sampingnya dan tidak mendapati keberadaan sang istri di sana. Dengan cepat ia mendudukkan tubuhnya membuka kedua matanya lebar-lebar, ia takut istri nya kabur dari Mansion. "Sayang... kau dimana?," Teriaknya dan kemudian bergegas keluar kamar, menuruni tangga. Hingga penciumannya menghirup aroma sedap masakan, yang menuntunnya untuk pergi ke dapur. Dan mendapati atensi sang istri di sana. "Sayang....kau sedang apa?," Tanyanya, sembari memeluk pinggang ramping sang istri dari belakang, dan menopang dagunya di pundak sang gadis. "Aku sedang memasak, ck.. cepat bersihkan dirimu sana," decak Melisa tak suka acara memasaknya terganggu. ," Aku ingin kau yang memandikan ku," manja pemuda itu. "Yang ada kau tak jadi mandi sayang...," Melisa memutar bola matanya malas, terlampau hafal dengan sifat m***m sang suami. Allard hanya terkekeh mendengar omelan sang istri dan kemudian melepaskan pelukannya. "Aku mandi dulu sayang," ucapnya kemudian, dan mengecup pipi gembil sang istri sekilas. Melisa hanya menggelengkan kepalanya sembari tersenyum manis. Acara sarapan pagi pun terasa begitu hangat di selingi canda tawa dari pasangan tersebut. Setelahnya Melisa membantu Allard bersiap-siap untuk memulai harinya bekerja di kantor. Setelah siap Melisa mengantarkan kepergian sang suami di ambang pintu. "Aku pergi dulu sayang....jaga dirimu baik-baik," pamitnya sambil mengecup bibir sang istri singkat dan kemudian bergegas memasuki mobil mewahnya. "Hati-hati sayang," teriak Melisa sambil melambaikan tangan kanannya. Keluarga yang harmonis penuh kehangatan, Melisa berharap akan selalu di beri kebahagiaan di dalam rumah tangga nya, untuk selamanya. Lima bulan berlalu, kehidupan rumah tangga Allard dan Melisa semakin bertambah mesra. Walau terkadang mereka suka berdebat untuk hal-hal kecil. Kebahagiaan itu sedikit terusik dengan kedatangan sang Ibu mertua yang seolah selalu ikut campur dalam rumah tangga nya. Nyonya Mona tak henti-hentinya menghubungi Allard dengan berbagai alasan. Agar putranya itu mau berkunjung ke Mansion Bramastya. Entahlah apa yang di inginkan wanita paruh baya itu. Seperti saat ini Nyonya Mona kembali menghubungi Allard, pemuda itu merupakan sosok anak yang sangat berbakti pada kedua orang tua nya, ia paling tidak bisa jika melihat kedua orang kesayangannya merasa kecewa. Jadi apapun yang di minta oleh Nyonya Mona, sebisa mungkin Allard akan mematuhinya. Melisa hanya bisa menghela nafas ketika melihat sang Ibu mertua menghubungi suaminya, bukan nya ia tak mau berkunjung ke Mansion Bramastya, hanya saja perlakuan wanita paruh baya itu yang membuatnya tidak nyaman berada di sana. Allard melihat layar phonesel nya yang bergetar di atas meja nakas, menghela nafas berat sebentar lalu meletakkan kembali benda pipih itu tanpa mau mengangkat panggilan dari sebrang sana. Melisa tersenyum manis pada suaminya dan bertanya. "Kenapa tak kau angkat sayang?," Ucapnya sembari mengelus pundak sang pemuda. "Kau tau baby... Ibu selalu memintaku untuk datang ke Mansion ya, hah! Aku sedang sangat lelah sekarang," keluhnya. "Ayokah....tidak baik mengabaikan telphone dari Ibu, coba kau angkat... siapa tau itu penting," Pinta Melisa, walau Ibu mertuanya tak memperlakukan dirinya dengan baik. Namun ia tetap menghormati wanita itu tanpa ada rasa benci sedikit pun. "Heh... baiklah,," lanjut Allard, meraih phonsel di atas nakas dan menggeser tombol hijau. "Hallo Al.... kenapa kau lama sekali mengangkat panggilan Ibu? Pasti istrimu itu yang melarangnya," teriak Nyonya Mona dari sebrang seenak bibirnya sendiri. "Bu...aku sedang sibuk, jangan sangkut paut kan masalah kecil ini dengan istriku," bela Allard tak terima. Terdengar decakan tak suka dari sebrang sana. "Ck...dasar kau ini selalu saja membela istrimu, cepatlah kesini! Ayahmu sedang sakit," perintahnya. Allard terperanjat kaget mendengar kabar bahwa Ayahnya sedang sakit. "Baiklah Bu...aku akan segera kesana," tutur nya panik sembari menutup sambungan telphonya sepihak. "Baby....ayo kita ke Mansion, Ayah sedang sakit," tuturnya pada sang istri. Tentu saja Melisa ikut panik, tanpa mengganti piama tidur mereka beranjak pergi keluar Mansion, menuju ke kediaman orang tuanya. Satu jam kemudian Allard dan Melisa sudah sampai di Mansion Bramastya. Allard langsung saja menerobos masuk menuju ruang kamar Ayahnya hingga lupa atensi sang istri di belakangnya. "Kau sudah datang nak?," Sambut Nyonya Mona, sembari memeluk sayang putra nya tersebut. Seolah tak menganggap adanya Melisa di belakang Allard, sudahlah gadis itu terlampau biasa tak di anggap oleh Ibu mertua nya. "Ayah....Ayah sakit apa? Ayo biar aku antar ke Dokter," khawatir Allard seraya duduk di pinggiran kasur sang Ayah. "Hei...Ayah tak apa nak, sungguh Ayah hanya merasa sedikit pusing. Kenapa kau malam-malam begini kesini nak? Pasti ini ulah Ibumu lagi," geram Tuan Richard, ia tau betul tabiat sang istri yang selalu saja mengganggu kediaman rumah tangga anaknya. Allard terdiam sejenak, ia berusaha menahan emosi agar tak marah pada Ibunya, hanya karena masalah kecil begini sampai-sampai wanita itu harus menghubunginya di malam yang terlampau larut begini. Ia jengah dengan sikap sang Ibu yang selalu membesar-besarkan masalah, ingin rasanya ia berteriak marah. Namun ia tidak kuasa, bagaimana pun Nyonya Mona adalah sosok wanita yang sudah melahirkan nya. "Oh iya...dimana Melisa? Apa dia tidak ikut dengan mu?," Tanya sang Ayah selanjutnya, memecah keheningan, ia tau bahwa anaknya sedang dalam mode buruk hari ini. "Aku disini Ayah... bagaimana keadaan Ayah?," Yang merasa terpanggil pun masuk kedalam ruangan dan ikut mendudukkan tubuhnya di samping sang suami. "Ayah baik-baik saja nak...kau tidak perlu khawatir," tutur Tuan Richard begitu sabar. Sedang Nyonya Mona terlihat berdecak malas melihat adegan yang menurutnya sangat memuakan di hadapannya ini. Akhirnya ia memilih pergi dari pada melihat gadis itu yang akan membuat nya sakit mata.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD