BTW 07

1940 Words
Di pagi hari yang cerah, namun terasa begitu mendung bagi gadis manis yang kini tengah terlihat sedang meringkuk di balik selimut tebal nya, sendirian. Melisa terbangun dari tidurnya, membuka kedua netra nya berlahan, tersenyum miris kala menoleh kan kepalanya ke arah samping. Dulu selalu ada sosok pria yang selalu setia merengkuhnya dalam dinginnya malam. Mengecup keningnya di waktu pagi.  Namun sekarang lihat lah! Hampir setiap malam seprey bludru berwarna navy itu tak pernah lagi tersentuh oleh pemiliknya. Terasa begitu dingin, seakan sudah di tinggalkan sang empunya selama bertahun-tahun. Melisa meraba bantal disampingnya, bantal yang menjadi saksi bisu, saat pertama kali ia berhubungan penyatuan tubuh bersama Allard, saksi dimana dua insan berbeda gender di satukan untuk yang pertama kali. Suami yang dulu begitu mencintainya, begitu memujanya bak seorang ratu. Sekarang sudah tiada. Mengingat kembali semua kenangan manis bersamanya, mendadak hatinya terasa berdenyut nyeri. Begitu perih, bagaikan sebuah torehan luka menganga yang kembali di sayat menggunakan pisau tumpul. Seolah terus saja menyiksa batinnya. Kenangan yang dulu sangat lah indah yang seakan sukar untuk di lupakan namun sekarang dalam hitungan hari berubah menjadi sembilu. Seperti biasa, Melisa selalu melakukan rutinitas paginya. Memasak, membersihkan Mansion dan segalanya yang harusnya di kerjakan oleh seorang pembantu. Tuan Bramastya sudah berangkat ke kantornya sedari pagi. Sedang Nyonya Mona sudah pergi ke acara arisan bersama sekelompok ibu-ibu sosialitanya. Kini hanya tinggal lah Melisa seorang diri di dalam gedung besar tersebut. Mansion terlihat begitu sepi. Sesepi hatinya saat ini. Tak berapa lama, terdengar bunyi deritan pintu terbuka. Menandakan adanya seseorang yang memasuki Mansion itu. Melisa tersenyum saat melihat siapa yang datang. Ia segera berlari menghampirinya. Melupakan pekerjaan yang sedang ia lakukan. Jujur ia sangat merindukan sosok tersebut, yang tak lain adalah Allard. "All.....kau sudah pulang? Aku sangat merindukanmu," tuturnya, seraya langsung menghambur ke pelukan sang suami. Namun apa yang terjadi, Allard malah menghempas kasar tubuh ringkih gadis itu hingga terhuyung kebelakang. "Brengsek.....jangan sentuh aku, jalang sepertimu tak pantas menyentuhku," bentaknya. Melisa membolakan kedua matanya yang kini terlihat sudah berkaca-kaca. Kata-kata tajam itu seakan menghujam ulu hati nya. Melisa mencoba tetap bersikap tegar, meski nyatanya koyak nan sangat rapuh. Namun air mata yang tanpa di suruh itu seolah mengalir dengan sendirinya. Membentuk anakan sungai di kedua pipinya. Menandakan bahwa ia tak sanggup menahan kesakitannya. Allard berjalan menuju kamarnya,  mengabaikan sang istri yang masih menangis di hadapanya. Gadis itu tak menyerah begitu saja, ia menghapus air matanya kasar. Dan menyusul Allard ke kamar mereka. Sesampainya di kamar mereka berdua. Melisa langsung mensejajarkan tubuhnya di depan sang suami, yang terlihat sedang melepas kemejanya di depan cermin. Tanpa basa-basi Melisa membantu melepas kemeja sang suami, entah pemuda itu suka atau tidak. Ia tak peduli. Bau farfum menyeruak di penciuman gadis tersebut. Dan ia yakin bau farfum ini milik seorang wanita, karena ia hafal betul dengan bau farfum sang suami. Tak sampai di situ, belum selesai otak Melisa menerka-nerka perihal aroma farfum. Ia kembali di suguhkan pemandangan mengerikan. Tepat di depan mata nya. Melisa tersenyum miris, hantinya hancur tercabik-cabik. Melihat bekas cakaran dan kissmark di leher suaminya. Siapa yang telah berani menyentuhmu All?  Kau menghianatiku, kau bersenang-senang di atas penderitaanku. Tangis gadis itu dalam hati. Cukup lama Melisa terdiam, sembari meremat krah kemeja sang suami. Menatap banyaknya tanda merah di area leher dan d**a pemuda itu. Penuh dengan aura kebencian. Cukup sudah ia berdiam diri. Ia harus bicara sekarang. "All... pergi kemana kau semalam?," lirih Melisa, tersirat kesedihan di setiap kata yang ia ucapkan. Allard terkekeh dan menyibak tangan sang istri dari kemejanya. "Ch...apa urusanmu? Kau bukan siapa-siapa bagi ku," ketus pemuda itu. Melisa menggertakan gigi-giginya, sungguh ia sangat marah. "Kau suamiku All.....dan jelas itu menjadi urusanku," Teriak nya, namun justru pemuda itu malah terkekeh. Seakan menganggap ucapan sang istri begitu lucu. "Kau ingin tahu, kemana aku pergi semalam? Baiklah akan ku jawab dengan senang hati, aku hanya sedikit bersenang-senang, kau puas?," mendengar ucapan pemuda di hadapannya, Melisa rasanya sudah tak tahan lagi menahan emosi yang semakin membuncah di dalam hatinya. Ia tak bodoh untuk sekedar mengartikan maksud bersenang-senang dari suaminya. Melisa menunduk, dengan kedua tangan meremas ujung pakaiannya erat. "Siapa? Siapa wanita yang berani menyentuhmu All....jawab pertanyaan ku!" Melisa memukul berkali-kali d**a bidang pemuda di hadapannya, melampiaskan kemarahannya yang sedari tadi sudah meluap-luap. Allard geram dibuat nya, dengan kasar ia menghalau kedua pergelangan tangan sang istri, untuk menghentikan pergerakan nya. "Diam,...kau ingin tau hm? Siapa wanita itu? Lisa....dialah wanita yang aku tiduri setiap malam. Dia wanita yang begitu mempesona. Dan tentu sangat bisa di andalkan. Tak seperti dirimu, yang bahkan lebih mirip seperti seorang pembantu," hinanya datar namun begitu menusuk.  Allard mendorong tubuh ringkih Melisa yang mematung, hingga tersungkur ke lantai. Kali ini Melisa tak menangis, ia lebih terlihat seperti patung hidup menatap lantai dengan tatapan kosong. Sakit hati nya sudah sampai tahap level terakhir.  Ia tak dapat berkata apa-apa lagi. Ucapan sang suami terlalu kejam untuk ia cerna di dalam otaknya. Ucapan itu begitu jelas, dan sangat jelas untuk menjawab semua pertanyaan di dalam hatinya selama ini. Apa ini? Benarkah Allard pergi dari hidupnya? Masih bagaikan mimpi rasanya, Melisa belum bisa menerima nya. Ingin ia berteriak, membuang rasa sesak yang terperangkap di dalam dadanya. Namun itu tiada guna lagi, semua sudah terlambat. "All...kumohon...jangan seperti ini, kita bisa memperbaiki rumah tangga kita, seperti awal kita bertemu. Apa kurangnya diriku? Katakanlah! Aku akan berusaha memperbaikinya, untuk mu," Melisa kembali mengguncang lengan pemuda itu. Berharap pemuda tersebut berubah fikiran. Dan kembali pada nya. Sungguh ia tak ingin berpisah dari Allard. Ia ingin semua baik-baik saja seperti dulu. "Tck....sialan. Aku muak denganmu Melisa.  Kau tanya apa kurangnya dirimu?  Dengarkan baik-baik.  KAU ITU TAK PANTAS BERSANDING DENGAN KU. KAU MEMALUKAN. DAN KAU TAK BISA MEMBERIKU KETURUNAN," ucap Allard penuh penekanan. Cukup sudah Melisa memohon. Sekarang ia benar-benar yakin jika sang suami tak lagi menginginkanya. Cinta suami nya hanya sebatas cat air, yang berlahan akan luntur bila terkena guyuran air hujan. "Jadi aku memalukan ya," lirih Melisa terkekeh getir. "Ya! Dan jika kau masih punya malu, maka tinggalkan Mansion ini," sahut Allard acuh, mengusir gadis itu secara terang-terangan. "Tidak... All!  Aku tak akan kemana-mana. Aku akan tetap bertahan disisimu," gumam Melisa. Malam ini. Keluarga Bramastya sedang berkumpul. Di tambah lagi dengan ke datangan Lisa, yang terlihat tengah berdandan begitu anggun. Semua anggota keluarga itu juga tengah terlihat bersiap-siap dengan pakaian glamour nya. Beda dengan Melisa yang terlihat seperti orang bodoh yang tak tau apa-apa. "Kalian mau kemana?," Tanya Melisa yang memang tak mengerti apa-apa. Tuan Richard mengernyitkan dahinya, menatap ke arah sang putra. "All....jangan bilang kau tak mengajak Melisa," cerca pria itu. "Memang iya...lihat lah Pa,.. penampilannya saja lebih mirip seperti pembantu. Sangat memalukan bila aku mengajaknya, apa kata teman-teman ku nanti," santai Allard. "Dia istrimu...ingat itu," bentak Tuan Richard, marah. "Ck...sudahlah Pa.... lagi pula aku sudah mengajak Lisa. Yang lebih pantas bersanding denganku," ketus pemuda itu lagi. Lisa yang bersedekap d**a melirik ke arah Melisa dan berseringai, penuh kemenangan. Allard bahkan sekarang lebih terang-terangan menunjukkan kedekatan nya dengan Lisa, ia merengkuh pinggang sexy gadis itu dan berlalu pergi di ikuti Nyonya Mona. Yang kini hanya menyisakan Tuan Richard dan Melisa. Ya! Tuan Richard memilih tinggal di Mansion. Dari pada mengunjungi acara keluarga yang akan menambah emosinya semakin memuncak. Mendadak pria itu merasakan kepalanya pening, mungkin faktor usia di tambah banyaknya fikiran. Melisa segera membantu pria itu menuju ke kamar nya. Melisa semakin teriris. Melihat keadaan Ayah mertua nya seperti ini. Ini semua salahnya, tapi kenapa pria itu selalu saja membelanya dan berujung sakit. Melisa sangat sedih meratapi nasibnya seperti ini. Dua bulan berlalu. Melisa tetaplah gadis polos yang dengan keras kapala nya masih bersikeukuh berusaha mendapatkan cinta belahan jiwanya kembali. Walau sudah beribu kali hatinya tercabik-cabik, ternistakan bahkan terhempas jauh. Terdampar di padang kesengsaraan. Tak menyangka bila cinta yang awalnya bertabur kebahagiaan. Kini berubah menjadi taburan duri yang menyakitkan. Begitu membekas, mendarah daging. Melisa sekarang tengah berada di sebuah pusat perbelanjaan, membeli beberapa kebutuhan bulanan, tanpa di sengaja ia bertemu dengan sosok gadis iblis yang begitu ia benci, gadis yang berani secara terang-terangan merenggut cinta nya. Siapa lagi gadis itu kalau bukan Lisa si gadis ular. "Ch....kau masih bertahan ternyata," decih gadis itu, begitu meremehkan. "Aku akan mempertahankan apa yang sudah menjadi milikku," sahut Melisa. Mendengar jawaban dari lawan bicaranya Lisa semakin geram di buatnya. "Sadarlah.....Allard sudah tak menginginkanmu, sebaiknya tinggalkan dia. Dari pada kau terus menderita," kekeh Lisa, sengaja memancing emosi Melisa. "Sampai kapan pun aku tak akan meninggalkan Allard, karena dia suamiku. Sedang dirimu.....hah! Hanya seorang jalang pemuas nafsu suamiku," sahut Melisa frontal. Sungguh ia sudah mati-matian menahan amarahnya, jikalau tak ingat ini tempat umum, sudah dipastikan ia akan mencakar wajah gadis ular di sampingnya ini. "Ck...dasar tak tau diri. Cepat atau lambat aku akan menggantikan posisimu, dan....asal kau tahu, aku sedang mengandung pewaris keluarga Bramastya,"  bisik Lisa di akhir ucapanya. Jangan lupakan seringaian tajam yang tersungging di bibir sexynya. Dan kemudian pergi, meninggalkan Melisa yang telah termakan oleh ucapannya. Ucapan Lisa sukses membuat Melisa membeku. Dunianya seakan hancur detik ini juga.  Benarkah Lisa tengah mengandung darah daging Allard? Ia masih tak bisa percaya. Mencoba menepis semua fikiran negatif yang ada di otaknya. Mungkin saja gadis itu hanya bermain-main saja. Batinnya. Melisa pun memutuskan untuk segera kembali ke Mansion, fikiranya sudah tak fokus hari ini. Sesampainya di Mansion. Belum selesai keluar dari imaginasi bodohnya. Ia kembali di kejutkan dengan apa yang terjadi di dalam Mansion tersebut. Bagaimana tidak? Jika sepagi ini anggota keluarga Bramastya sudah berkumpul di ruang tamu lengkap dengan Lisa di sana. Dan hal itu sangatlah langka terjadi,  mengingat keluarga Bramastya sangat lah sibuk. Perasaan Melisa semakin berkecamuk resah, sepertinya hal buruk akan terjadi hari ini. "Sebenarnya apa yang terjadi? Ada apa ini?," Tanya Melisa yang baru saja memasuki Mansion dengan menenteng berbagai belanjaan.  "Oh..bagus tepat sekali kau sudah pulang, duduk sini. Ck!.. Aku malas bertele-tele. Sebaiknya urus perceraianmu dengan Allard. Karena sebentar lagi Allard akan segera menikahi Lisa," decih Nyonya Mona. Melisa menjatuhkan barang-barang belanjaan dari kedua tangannya. Ia tak mampu sekedar untuk melangkah, kedua kaki nya terasa begitu berat. Seakan ada belenggu rantai besi yang mengikatnya. "Tidak Ma...,aku tidak bisa," lirih Melisa dengan tatapan terluka nya. "Sadar dirilah dasar gadis kumuh, Lisa sedang mengandung keturunan Allard. Sekaligus calon pewaris sah keluarga besar Bramastya. Sedang kan kau....hanya akan menjadi hama di Mansion ini," bentak Nyonya Mona, tersungut-sungut Allard hanya terdiam membisu, tak ingin melerai perdebatan mereka, ia hanya melihat pertengkaran sang Mama. Sambil bermesraan dengan Lisa. Walau nyatanya, hatinya sangat gelisah. Ia ingin marah, bagaimana bisa ia membuat selingkuhannya sampai hamil. Jujur bukan ini keinginannya. Melisa sudah tak bisa berkata apa-apa lagi, ia hanya bisa menangis. Meratapi kehancuran hidupnya. "BRAKKKK...... Suara gebrakan meja, mengejutkan atensi semua orang. Ya! Tuan Richard lah pelaku dari penggebrakan meja tersebut. Pria itu benar-benar muak dengan semuanya. Terlebih melihat Melisa menderita,  sungguh hatinya terpukul sebagai orang tua. "Hentikan omong kosongmu Mon.....sampai kapan pun Melisa akan tetap menjadi menantuku. Dan perlu ku ingat kan pada kalian semua, aku tak akan menerima kedatangan anggota keluarga baru, selain dari rahim menantuku, Melisa. Satu lagi camkan ini, aku tak akan mewariskan sepeserpun hartaku pada anak Allard dengan gadis itu, anak itu tak lebih dari seorang anak haram. Ingat ini baik-baik," ucap sang Tuan rumah, mutlak tiada bantahan. Tuan Richard melirik tajam ke arah Lisa. Dan memilih meninggalkan kerumunan itu. Begitu pun dengan Melisa, gadis itu berlari menuju kamarnya. Tak kuasa menahan emosi, yang kian menjadi. Oh....aku akan menyingkirkan setiap penghalang, yang berani menghalangiku untuk memiliki Allard, seutuhnya. Sekalipun itu orang tuanya, aku tak peduli," gumam Lisa, tersenyum evil. Dengan segera ia mencari perhatian dari kekasihnya. "All... Papa mu tak menyetujuinya,.. Bagaimana dengan nasip anak kita.. Hik.....," Tangis Lisa, tentunya hanya berpura-pura, berusaha mendapat simpati Allard.  Karena pada dasarnya Allard memang sangatlah bodoh. Jadi dengan mudahnya termakan omongan Lisa. "Tenanglah....aku akan tetap bertanggung jawab pada anak kita," tutur pemuda lembut. Entah lah ia tak terlalu merasa bahagia dengan kehadiran anak itu. Karena ia tak menginginkannya sedari awal. Padahal ia menginginkan seorang anak, tapi tidak dengan cara begini. Ada yang menjanggal di dalam hatinya,  sedikit rasa sakit. Atau mungkin rasa bersalah pada istrinya? Ah! Tidak mungkin,  ia sangat membenci gadis itu. Tak ada alasan untuk merasa bersalah padanya. Gumamnya menepis pemikiran di dalam otaknya. Dasar munafik. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD