1. tamu pertama
"Din, hari ini kamu akan bersama tamu pertamamu, dia seorang pengacara. Jangan dilihat orangnya seperti apa namun yang jelas uangnya cukup banyak dan sekali melihat fotomu dia langsung berani menyewa mu mahal" Kata Om Pras kepadaku
Aku hanya terdiam mendengar penjelasan Om Pras kepadaku sambil terus mengikutinya berjalan menuju lift yang akan membawa kami ke lantai atas dimana menurut Om Pras pengacara tersebut sudah menungguku.
Om Pras memencet bel yang ada di depan pintu kamar hotel tersebut dan tidak lama kemudian pintu segera terbuka dari dalam.
"Ini Dini yang bos pesan tadi, tolong sabar ya bos, Dini ini masih baru" Kata Om Pras kepada orang yang baru saja membukakan pintu kamarnya untuk kami.
"Tenang saja, aku tidak akan main paksa" Kata orang tersebut sambil menatapku dengan tatapan mesumnya.
"Ayo masuk" Katanya kepadaku
"Iya om" Jawabku pelan
"Sudah sana, nanti aku akan menjemputmu di lobi dua jam lagi" Kata Om Pras kepadaku
"Ya" Jawabku kepada Om Pras
Aku kemudian masuk ke dalam kamar hotel tersebut dan segera saja penghuni kamar menutup pintunya dan meninggalkan Om Pras sendirian di luar kamar.
"Tidak usah tegang, santai saja" Kata orang tersebut kepadaku
"Silahkan duduk dulu, kamu mau minum apa?" Tanyanya kepadaku
"Apa saja Om" Jawabku ragu
Orang tersebut kemudian berjalan ke arah kulkas kecil yang ada di kamar dan kembali mendatangiku sambil membawa 2 kaleng bir di tangannya.
"Ini minum dulu" Katanya sambil meletakkan sekaleng bir di hadapanku
"Iya" Jawabku singkat
"Kamu namanya siapa?" Tanyanya kepadaku
"Saya Dini" Jawabku
"Baiklah Dini, panggil saja saya Om Raz" Katanya sambil membuka bir di tangannya
"Kamu beneran baru pertama kali ini kerja seperti ini" tanya Om Raz kepadaku
"Iya Om" Jawabku singkat
"Kamu ini masih muda, cantik juga. Kenapa memilih kerja seperti ini? Apa tidak ada rencana punya suami?" Tanya Om Raz kepadaku
"Saya sudah pernah menikah Om, tapi suami saya brngsk" Kataku kepada Om Raz
Om Raz tertawa lepas mendengar penjelasan ku.
"Tidak semua laki laki brngsk, aku misalnya, lebih suka sek dan tidak pakai breng" Kata Om Raz disela tawanya.
Tamu pertama saat aku menjalani profesi ini adalah seorang pengacara Chinese dari Jakarta yang cukup terkenal dan sedang menangani kasus di Semarang, dia memperkenalkan dirinya sebagai Om Raz meskipun sebenarnya namanya sudah aku ketahui dari tv yang sering memberitakan tentang dia, Om Raz berumur sekitar 50 tahun.
Orangnya kelihatan tidak ramah, wajahnya kurang sedap dipandang, tapi apa dayaku, aku tak kuasa menolak karena memang tak boleh menolak setiap tamu yang diberikan Om Pras seperti perjanjianku dengan Om Pras ketika aku pertama kali sepakat bahwa aku akan berkerja dengannya sebagai kupu kupu malam dibawah naungannya, padahal sebenernya melihat wajahnya saja aku sudah merasa ketakutan, tapi itulah konsekuensinya.
Setelah ngobrol beberapa saat untuk mencairkan suasana, Om Raz semakin mendekatiku, jantungku berdetak keras ketika dia memelukku, ku pejamkan mataku saat dia mulai mencium pipiku, ku rapatkan bibirku ketika dia mulai mencoba mencium bibirku, aku menangis dalam hati ketika tangannya mulai menjamah asetku yang di atas perut. Ternyata Om Raz memang benar benar seorang yang sabar, merasa tidak mendapat respon yang semestinya, dia menghentikan aksinya, bukannya marah tapi dia malah tersenyum melihat keluguanku.
Kembali kami ngobrol, dia memang pandai membawa suasana hingga aku merasa akrab dengannya. Dia lalu mencium ku, aku tetap memejamkan mataku, tapi ketika dia mencium bibirku, aku mulai membuka bibirku meski dengan tetap mata tertutup. Aku mulai membalas ciuman bibirnya ketika tangan Om Raz menjamah dan mengelus asetku tersebut, nafasku mulai turun naik, maklum sudah 2 tahun sejak aku bercerai dengan suamiku aku tidak pernah lagi terjamah laki laki.
"Pindah yuk" Kata Om Raz kepadaku sambil menarik tanganku untuk berdiri dari sofa dan berjalan ke arah ranjang.
Aku hanya diam sambil mengikuti langkahnya berjalan kearah ranjang. Om Raz kemudian duduk di ranjang dan tanganku di tariknya agar aku duduk di sebelahnya.
Om Raz kembali mendekatkan kepalanya untuk mencium pipiku sambil tangannya merangkul pundakku, ciumannya di pipi kemudian berpindah ke bibirku. tanpa melepaskan ciumannya, Om Raz mulai meremas remas asetku, tanganku dibimbingnya ke daerah di pangkal pahanya, tak berani aku menggerakkan tanganku itu, kurasakan ketegangan di balik celananya, kembali tanganku dipegangnya dan diusap usapkan pada senjatanya yang sudah tegang.
Ciuman Om Raz sudah berpindah ke leherku, kurasakan kegelian yang sudah lama tidak kurasakan lagi, tangan Om Raz sudah berpindah ke pahaku, gaun panjangku yang berbelahan hingga ke paha lebih memudahkan jelajah tangannya di sekitar paha hingga ke pangkalnya. Aku hanya menengadahkan kepalaku menikmati ciuman di leher dan usapan di pahaku, tanganku sudah berani mengusap dan meremas senjatanya dari luar. Desis tertahan bercampur malu tak sadar keluar dari mulutku, aku sudah terhanyut dalam buaian lembut Om Raz.
Tangan kiri Om Raz yang dari tadi menjelajah di asetku yang di atas perut sudah berhasil membuka resleting di punggungku dan menarik ke bawah hingga tampaklah bra biru tua berenda, secara reflek aku menutupi asetku dengan kedua tanganku, Om Raz tersenyum melihat reaksiku, kembali tanganku dibimbing ke pangkal pahanya, kali ini dia membuka ikat pinggang dan resletingnya, tanganku dibimbingnya masuk ke dalam celananya hingga aku bisa menyentuh batang senjatanya yang menegang keras meski dengan sedikit gemetar.
Om Raz kembali menciumi leher dan pundakku, tangannya sudah kembali menjelajah di asetku, tangannya dengan penuh semangat mengelus dan meremasnya, lalu diselipkan di balik bra ku, dia mendapatkan yang dia cari, ujung asetku yang masih kemerahan segera dipermainkan dengan jarinya sambil meremas asetku tersebut. Aku mendesis tertahan, tali bra ku sudah merosot ke lenganku, dan tak lama kemudian terlepas lah bra itu dari tubuhku, aku ingin menutupi lagi dengan tanganku tapi dia mencegahnya, mukaku terasa panas memerah, malu karena harus memperlihatkan aset ku yang di atas perut di depan orang yang baru kukenal belum satu jam yang lalu. Tapi Om Raz tak memberiku kesempatan lebih lama, Om Raz segera saja kembali mencium leherku dan turun ke asetku kembali, lidahnya bermain di sekujur asetku tersebut dan berakhir pada kuluman di ujung asetku yang kecil kemerahan.
"Aaahh.. sshh.. sshh" Aku tak bisa menahan desah kenikmatan lebih lama lagi.
Secara refleks Tanganku segera mencari batang senjata Om Raz, betapa terkejut ketika kuraih dan ku genggam, begitu besar rasanya, sepertinya jauh lebih besar dari punya suamiku dulu. Kuluman dan remasan Om Raz begitu nikmat kurasakan setelah sekian lama hampa, dia berhasil menghanyutkan ku kedalam buaiannya lebih jauh, hingga tak kusadari aku secara refleks menarik keluar batang senjatanya dan memainkannya, ternyata hal ini membuat kuluman dan remasan Om Raz makin menggairahkan, maka semakin cepat ku mainkan senjatanya. Jujur saja ini adalah senjata pria kedua yang aku pegang setelah suamiku.
Ketika kulihat senjata itu, sungguh aku terkejut, ternyata benar dugaanku ini senjata itu jauh lebih besar bahkan mungkin dua kali lebih besar dari suamiku, agak gugup juga aku ketika membayangkan bahwa senjata sebesar itu akan segera masuk ke apem ku yang sempit. Tapi aku tak sempat gugup lebih lama lagi ketika Om Raz merebahkan tubuhku di ranjang, dia melepas gaunku hingga tinggal celana dalam ungu yang mini.
Om Raz melepas pakaiannya hingga telanjang, ku perhatikan senjatanya yang besar menggantung tegang di antara kakinya dan dengan perutnya yang gendut dengan dda sedikit berbulu, dia langsung menghampiriku. Dengan penuh nafsu Om Raz mencium pipiku, memainkan lidah nya di ujung asetku sambil tangannya menyelip dibalik celana dalamku dan mulai mempermainkan daerah apem ku. tak lama kemudian celana dalamku sudah terlepas, meskipun masih ada rasa risih tanpa pakaian di kamar berdua dengan orang asing, tapi aku tidak dapat lagi menolak apa yang akan terjadi selanjutnya.