Kekesalan

1278 Words
    Masih dengan keseruan para sahabat yang menertawakan nasib sialku, mataku tertuju pada pintu kamar yang terbuka, disana ada wajah wanita yang membuatku kesal sekaligus jengkel setengah windu. "Assamualaikum." Ucapnya yang tak aku balas sedikitpun. Aku yang tadinya sedang berbaring duduk bersandar di papan ranjang. Dia menutup pintu dan mulai mendekat padaku. "Boleh mama duduk disini?" Ijinnya. Aku masih saja diam kejadian tadi sore menjelang petang itu masih membuatku kesal. "Kenapa kamu nggak turun sholat jamaah Vin?" Tanyanya lembut. Aku tak merespon apapun pertanyaanya, ku palingkan  wajah ku, mungkin dia kesal melihat tingkahku. "Kamu tau nggak? Sholat itu wajib bagi semua umat islam, dan kamu meninggalkan kewajiban kamu." Ujarnya. "Apa perduliku tentang itu, kau urusi saja urusanmu dan jangan ikut campur urusanku, ini hidupku, ini cara ku, jadi cukup ku ingatkan bahwa apa posisimu disini." Tegasku. Aku cukup jengkel dengan semua ini. Aku muak, jika aku bisa mengulang waktu rasanya penderitaanku dengan mobil sialan itu tak sebanding. "Apa kau tak sayang dengan papamu?" Aku mulai duduk tegap dengan perranyaannya, "Apa maksud mama aku tak sayang Papa? Bahkan rasa sayangku padanya lebih dari rasa sayangmu padanya. Jadi, sebelum kau bertanya tentang itu kau berpikir terlebih dahulu."     "Jika kau sayang papamu, seharusnya kau bisa menutup auratmu dan menjaga kelakuanmu di luar sana,  sehelai saja rambutmu yang terlihat oleh lelaki yang bukan muhrimmu itu sama saja kau menyret selangkah papamu ke dalam api neraka, dan kemanapun kau pergi dengan tujuan yang tidak baik, maka kau sama saja menambah langkah papamu mendekati api neraka."      Aku hanya diam mendengar celotehan yang nggak jelas itu, "Jika kau sudah selesai dengan ceramahmu, bisakah dengan hormat ku minta keluar  dari kamarku, sungguh kehadiranmmu membuat ku semakin pusing saja." Jujurku. Mungkin mama Nova mulai sadar hingga tak lama setalah permintaanku mama keluar. "Tolong kau pertimbangkan perkataan mama Vin." Katanya sebelum dia benar-benar meninggalkan kamarku.    Ceklekkk..  Suara pintu tertutup dan derap langkah kaki mulai ku dengar menjauh, dengan darah yang sudah mendidih, ku lempar vas bunga yang ada di meja samping ranjang hingga hancur tak berbentuk.  Ohhh ya tuhan bisakah aku mengulang waktu seminggu yang lalu. Hanya penyesalan yang tertimbun dalam hatiku karena keputusanku. Aku keluar ke balkon mencari udara segar agar pikiranku bisa sedikit jernih dan melakukan sesuatu untuk bisa menendang wanita sialan yang berstatus mama baru itu enyah dari rumah dan kehidupan papa. Setelah beberapa saat menenangkan pikiran, aku keluar dari kamar mencari keberadaan mbok Mirah, menyuruh wanita paruh baya itu untuk membersihkan sisa pecahan kaca akibat kelakuanku.           Takkk...          Takkk...  Derap langkah kakiku menggema  di penjuru rumah, mataku tertuju pada jam di dinding. Aku tak mengira ini sudah jam setengah satu. Niatku meminta Mbok Mirah membersihkan kamar ku urungkan. Baru saja dua langkah aku menaiki anak tangga, langkahku terhenti karena sebuah suara.    "Kamu mau kemana Vin?" Pertanyan yang membuatku berbalik.  "Bukan urusanmu." Dia mulai mendekatiku. Berdiri tepat di hadapanku. "Kau lihat itu?" Jari telunjuknya mengarah pada jam dinding di ruang tamu. "Hampir jam dua Vina, dan kau belum tidur, besok kau mulai sekolah."  "Aku tau, lebih dari mama." Tegasku. "Mama harap kau bisa merubah suatu saat nanti menjadi lebih baik." Mohonnya. "Hanya dalam mimpimu." Setelah kata itu kembali aku menaiki anak tangga tanpa aku perdulikan dia yang masih berdiri di tangga.    Darrrrrr... Ku banting pintu kamar dengan kesal. Ku hempaskan tubuh ini dengan kasar di pulau kapuk kesayanganku. "Dasar wanita sialan, aku bersumpah akan memisahkanmu dari papa." Ku kepalkan tanganku. Ku tarik napas dalam-dalam untuk mengontrol emosiku. Semoga besok aku bisa mencari cara untuk menedang wanita itu secepatnya dari sini.     Setelah sedikit tenang, aku mulai membersihkan diri dan menganti baju dengan piyama, dan mulai menutup mata.     Sementara  selang tiga jam setelah perdebatan Nova dan Vina, di tempat lain, ada Damar dan Nova yang melakukan sholat tahajut. Setalah selesai dengan kegiatan mereka, mereka tak langsung tidur melainkan mengobrol untuk menunggu adzan subuh. "Mas, apa kita perlu membangunkan Vina untuk sholat subuh nanti?" Damar yang sejak tadi memeluk Nova menatap wanita yang telah sah menjadi istrinya. "Menurut kamu bagaimana Dek?" Bukannya menjawab Darmar malah balik bertanya. "Aku ingin mas, tapi..." ucapan Nova menggantung membuat Damar yang tadinya rebahan menjadi duduk tegap bersandar papan ranjang mendengar nada keraguan pada nada bicara Nova. "Tapi apa dek?" Nova menoleh menelisik netra hitam suaminya. "...Tapi aku ragu mas, Vina tidur hampir jam dua, dan jika kita bangunkan untuk sholat subuh, dia akan kurang tidur sementara besok dia mulai aktif sekolah." Aku Nova. Sejenak Damar diam mendengar penuturan Nova. "Maaf sayang, bukannya Mas ragu ataupun tak percaya, tapi kalau Mas boleh tau, kau tau darimana Vina tidur hampir jam dua?"  "Tadi aku tak sengaja ingin mengambil air minum, ku lihat dia menuruni anak tangga, entah apa yang dia lakukan, namun saat dia ingin kembali aku mencoba bertanya apa yang ia lakukan."   "Lalu?" "Yahh kau tau Mas, apa yang akan dia ucapkan padaku, aku tau Vina tak menerima aku disini, dan aku juga tau bahwa mempunyai ibu sambung itu bukan perkara yang mudah." Damar mengusap sayang rambut hitam milik istrinya. "Mas harap kamu bisa sabar menghadapi Vina sayang, bukan hanya untukku tapi juga demi Laras."   Nova tersenyum saat mendengar nama wanita yang dulu pernah menjadi bagian hidupnya. "Tapi Vina persis seperti Laras Mas, cantik dan kau tau.." ucap Nova antusias. "Mata Vina persis seperti mata indah milik Laras." Setitik air jernih membasahi pipi indah itu. "Mas tau sayang, dan semoga Allah memberikan tempat terindah di sisi-Nya untuk Laras."  "Semoga Mas, aku juga berharap seperti itu." Mereka kembali melanjutkan obrolan ringan dengan beberapa topik hingga suara adzan berkomandang. Dua sejoli yang baru seminggu lalu sah itu mengambil air whudu masing-masing. " Bagaimana Mas?" Damar yang sedang memakai peci menoleh, lelaki itu mengangkat kedua alisnya seolah sebagai kode ketidak mengertiannya. Nova yang mengerti maksud itu akhirnya berkata "Vina." Senyum menenangkan dari Damar membuat Nova menghela napas. "Kau coba bangunkan sayang, ini juga demi kebaikannya." Setelah jawaban itu terbitlah senyum indah di bibir wanita itu. Dengan langkah bahagia dan hati-hati, ia menaiki anak tangga hingga sampai di depan pintu. Tokkk.. Tokkk... Tokkk... Nova menarik napas dalam-dalam sebelum kembali mengetuk pintu itu. Tokkkk Tokkkk Tokkk Masih tak ada jawaban dari dalam sana, Nova mencoba memberanikan diri membuka pintu yang tak di kunci. Terlihat seorang gadis tergulung selimut indah bermotif bunga anggrek tertidur dengan nyaman. Tak rela namun Nova di tuntut dengan kewajiban. "Vina, bangun sholat subuh dulu yuk." Ajaknya pelan, sambil membuka selimut secara perlahan. "Vina," kembali ia mencoba.  "Hemmmm!"  "Bangun yuk, sholat jamaah." Ajaknya, Vina yang mulai terusik pun membuka mata indahnya, melihat siapa yang telah menganggu mimpi indahnya geram. "Ya tuhan, bisakah kau pergi dari sini, aku ingin tidur." Pintanya. Masih tak mau menyerah Nova kembali menarik selimut Vina hingga membuat gadis itu bangun. "Ohhh! Ya tuhan entah kau wanita mana yang papa  nikahi hingga membuat hidupku kacau seperti ini." Vina mulai menggerutu tak jelas kesal, geram, jengkel, bersatu menjadi satu di tambah lagi ia masih mengantuk, maka lengakp sudah penderitaanya. "Jika kau ingin sholat pergi saja sana, aku tak mau ikut."  "Tapi ini kewajibanmmu Vin, kau harus menunaikan sholat." "Kau tak perlu memeperingatiku, aku tau itu kewajiban, tapi aku tak mau." "Vina!" Nova yang sudah geram menarik Vina untuk bangun namun Vina malah menghempaskan tangan Nova dan menyeret wanita itu keluar dari kamarnya. "Vina jangan tarik mama..!"  "Keluar dari kamar aku sekarang." "Tapi Vin, kamu harus sholat dulu." Masih saja Vina menarik Nova hingga wanita itu benar-benar keluar dari kamarnya.     Duarrrrr "Sialan. Wanita tak tau diri, sudah ku ijinkan menjadi ibu sambung dan bagian dari keluarga ini, namun dia tak tau di untung liat saja akan ku buat kau pergi dari sini dengan sendirinya."  Vina kembali tidur setelah aksi tarik menarik dengan Nova beberapa saat lalu, hingga alarm gawainya membangunkan Vina dari mimpi yang belum usai.          
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD