Vina di kurung

1402 Words
 Author's prov Vina tidur tanpa menggunakan piayama nya, mulai tersadar, dia bergegas mencari seragam sekolahnya namun tak ia temukan. Masih menggunakan lilitan handuk di tubuhnya ia keluar untuk menanyakan pada asisten remah tangga tentang seragamnya. Sampai di ruang tamu, matanya tertuju pada seorang lelaki yang menggunakan baju batik lengkap dengan celana kain warna hitam duduk berdampingan dengan Nova wanita yang berstatus ibu sambungnya. Tak mengindahkan tatapan mereka Vina melanjutkan langkahnya ke dapur mencari sesosok wanita paruh baya yang telah setia merawatnya sejah bayi. "Mau kemana Vin?" Pertanyaan yang membuat Vina menoleh. "Cari seragam." Jawabnya singkat. "Cari kemana?" Tanyanya. Nova pun mulai berdiri dan menghampiri Vina yang berdiri tak jauh dari ruang tamu. "Kemana aja asal ketemu." Vina berniat berbalik kembali namun  segera tangannya di tahan. "Kamu nggak akan temuin seragam kamu." Ucap Nova. Merasa tak mengerti maksud akan perkataan Nova. Vina pun kembali melontarkan pertanyaan.  "Maksudnya apa?" Tanya Vina heran.  "Mulai hari ini kamu akan belajar di rumah sampai tiga bupan sebelum ujian nasional baru kamu bisa masuk sekolah." Mendengar hal itu seketika Vina melongok. "Apa-apaan ini. Kamu seenaknya mengatur hidupku dan semua hal tentang aku. Kamu pikir posisi kamu sebagai istri dari papa ku bisa menggantikan posisi mama di hatiku. Jangan harap dan jangan pernah bermimpi Nyonya Damar yang terhormat." Protes yang di lontarkan Vina sedikit menusuk hati Nova.  "Mama mem.."  "Jangan pernah sebut dirimu mama jika kau hanya bisa merusak kebahagianku." Potong Vina cepat. "Mama nggak perduli Vin, hari ini kamu akan belajar dirumah." Ucqp Nova tak terbantahkan. "Kamu saja yang belajar di rumah aku akan tetap pergi sekolah meski tanpa seragam." Jawab Vina mutlak. Setelah pertengkaran mereka itu,Vina kembali ke dapur mencari keberadaan orang yang ia cari. "Mbokk!" Panggilnya. Wanita paruh baya yang sedang menyiapkan cemilan serta teh hangat itu menoleh. "Iya cah ayu, ada yang bisa Mbok bantu?" Tanyanya mendekati Vina. "Mbok, tolong carikan aku seragam sekolah yang lain ya,"  "Segaram buat apa toh cah ayu?" Tanya wanita paruh baya itu heran.  "Seragam aku nggak ada di kamar." Ucap Vina jujur. "Aku di suruh sekolah di rumah mbok." Adu nya. Wanita yang sudah Vina anggap sebagai orang tuanya itu mengelus bahunya. Mendapat kasih sayang seperti itu, Vina memeluknya. "Aku nggak mau kayak gini mbok, aku kangen mama." Ceritanya lagi. "Aku pengen bebas mbok, aku nggak mau kayak gini." Setetas embun menetes dati mata indahnya. Wanita itu hanya bisa mengelus pungging remaja yang sejak bayi ia rawat. "Sabar cah ayu, mungkin niat ibu baik." Ucapnya. Vina pun mengendurkan pelukannya. "Dia itu cuman sayang sama papa, dia hanya bisa buat hidup aku kacau Mbok."  "Yo wes cah ayu, sini biar mbok bantu cari seragamnya dulu." Jawabnya akhir. Vina pun kembali ke kamar dan bersiap sbati menunggu  mbok mencarikan seragam untuknya.  Derrrtttt Dertttt Gawai milik Vina yang ada ranjang bergetar. Dia pun beranjak dari meja riasnya. "Iya Res!" Serunya, katena disana ada panggilan telpon pribadi dari Restu. "Ehhh gini, anak-anak dah pada masuk, lo di mana? Kok belum nongol sih?" Tanyanya di sebtang sana. "Gue nggak punya seragam, lagi di cariin ma mbok."  "Lah kok bisa?" Tanyanya heran. "Entar gue ceritain deh kalo dah nyampe."  "Ok deh, tapi nih gue ada kelas kosong, gue mau pinjem lab dulu, mumpung belum di pake sama kelas dua belas IPA tiga." 'Lho dah kasih tau yang lain belom?" Tanya Vina. "Belon sih, mereka ada kelas semua, kayaknya kelas lo kosong juga sih. Soalnya anak-anak di kelals lo pada rame kedengerannya."  "Ok, deh, entar gue susul lo ke lab aja, ini juga gue lagi siap-siap kok."  "Sip deh, hati-hati di jalan ya."  "Thanks. Pasti kok."  Panggilan itu pun berakhir bersamaan dengan ketukan pintu kamar milik Vina. Tokkkk  Tokkkk Tokkkk "Cah ayu." Panggilnya di balik pintu. Segera mungkin Vina beranjak dari  ranjang dan berlari ke pintu.  "Iya mbok, aku datang." Jawabnya. Ceklekkk.. "Ada mbok?" Tanya Vina berharap. "Ada cah ayu, tapi ini seragam yang kelas satu dulu, yang tahun kemaren bibik nggak ketemu." Jawabnya merasa tak enak. "Nggak papa kok mbok yang penting ada. Makasih ya mbok. Aku mau ganti baju dulu soalnya udah telat. Tolong bilang juga mbok, suruh siapkan mobil, buat aku berangkat."  "Sama-sama cah ayu, baik kalo gitu mbok pamit dulu ya." Ijinnya. Vina hanya mengganguk mengiyakan. Setelah wanita parih baya itu beranjak,  Vina segera menutup pintu dan memakai seragam miliknya. Setelah siap  dia pun menuruni anak tangga. "Kamu mau kemana Vin?" Suara yang sangat Vina benci itu kembali terdengar. "Sekolah lah."  "Mama bilang kamu muali hari ini akan sekolah di rumah." Ucap Nova tak terbantahkan.  "Aku bilang sekali nggak mau tetap nggak mau."  "Kamu mau pergi sekoloah pake apa? Liat, disini mama sudah siapkan guru pripat biat ajar kamu, dan mata pelajarannya sama seperti standar sekolah. Jadi kamu nggakbperlu pergi kesekolah." Ucapnya. "Kamu pikir bisa mengatur aku sesuka kamu! Jangan harap. Aku bisa pergi kesekolah ranpa harus mengginakan fasilitas keluarga Damar. Dan ingat, apa yang kamu lakukan padaku akan ku beritahu papa." Ancam Vina. "Kamu nggak perlu khawatir Vin, apapun yang mama lakukan padamu itu sudah di setujui papa kamu. Dan kamu perlu ingat pendidikan kamu, dan pergaulan kamu, sudah papa kamu serahkan pada mama, jadi percuma kamu menolak. Mama juga sudah bilang kesekolah tentang hal ini."  "Apa maksud kamu kayak gini? Aku cuman pengen hidup tenang kayak dulu, kenapa iti sangat sulit kamu kasih?" Tanya Vina emosi. "Mama nggak mau kamu salah pergaulan."  "Pergaulan yang mana yang salah, kamu lihat selama ini alu belajar dengan baik, tugas semuanya aku kerjain, tapi apa bahkan kamu mengurungku seperti birung dalam sangkar kayak gini."  "Mama hanya ingin yang terbaik Vina."  "Yang terbaik yang mana kamu bilang! Apa dengan cara kayak gini? Hah!"  "Iya, bahkan mama akan lakuin apapu  buat bikin kamu jauh dari teman-teman mu yang membuat kamu salah jalan."  "Kamu gila hah?"  "Mama nggak perduli, sekalrang kamu duduk dan belajar." Perintahnya. "Aku bilang nggak mau."  Bentak Vina. Ia pun mencoba keluar dari rumah namun sia-sia saja. Mobil pripadi yang mengantarnya kesekolah yak ada. Dia mencoba menelpon taxi online namun dia perlu menunggu setengah jam sampai datang. Vina pun yang kesal dan marah kembali ke dalam. "Mama dah bilang, mulai hari ini kamu akan belajar di rumah."  "Kamu aja yang belajar sendiri. Jika aku tidak lulus maka  itu adalah salah kamu." Setelah menjawab ucapan Nova, Vina kembali ke kamar dan mengabaikan lelaki yang tak lain adalah guru yang telah Nova bayar untuk mengajar Vina. ******* Setelah mengabari Vina, Restu menyempatkan diri ke perpus, disana dia menemukan Bagas yang sedang mencari beberapa paket tentang zat kimia dan unsur hidrogen sebagai panduan percobaan. "Lah, lho nggak masuk kelas Gas?" Tanya Restu heran. "Nggak tadi gue udah ijin, soalnya mau ikut event kim8a makanya di kasih." Jelasnya.  "Ehhh si Rendra lo dah hubungin belom?" Tanya Restu. "Udah, malahan dari semalem tuh anak gue hubungin nggak di angkat malahan WA gue cuman di read doang. Emng nyebelin tuh anak." Keluh Bagas. Hhhhhhh "Tapi lho jangan pasang muka mupeng gitu jelek tau." Candanya. "Sialan lho. Ehhh tapi nih by the way lo ngerasa ada yang aneh nggak sih ma dia?" Bisik Bagas. "Iya sih, tapi nih ya, tuh belas di lehwr dia kemaren kayaknya aneh deh." Ucap Restu seraya mengetuk beberapa kali dagunya seolah sedang berpikir.  Brukkkk Brukkkk "Anjir, setan! Sakit tauk." Restu mengelus bahu dan kepalanya yang di pukul Bagas dengan buku paket. "Lho pikir gue percaya itu bekas kejedot pintu, sebego bego gue, anak kecil juga tau,  kalao itu tuh bekas cipokan."  "Anjir, nggak usah ngomong keras juga peak. Tapi masak sih itu bekas Vina, wahhh ganas j8ga dia kalo gitu."  "Gue sih mikir, itu bukan bekas Vina." Curiga Bagas. "Maksud lo, jangan bilang kalo lo juga punya pikiran yang sama kayak gue!" Ujar Restu. Lelaki itu sudah mengepalkan tangannya. "Awas aja kalo itu sampe kejadian, gie bikin babak belur tuh anak." Ancam Restu. "Ini masih nggak jelas Res, mendingan kita selidiki aja dulu, tapi jangan sampe mereka sampe tau, apalagi Vina." Ajak Bagas. "Gue setuju, tapi nih ya, mendingan kita ke lab aja, biar nih makalah cepet kelar, gue pengen main ke bar, pusing gue ma angka ma rumus, sumpah puyeng otak gue." Kkuh Restu. "Itu karena IQ lo kedangkelan, liat gitu aja puyeng, tinggal yang montok aja mata lo jelalatan."  "Kayak lo nggak aja  anjir." Mereka akhirnya pergi ke lab seteelah menemukan apa yang mereka cari. Perjalanan mereka di selingi candaan dan godaan ala mereka. Sesekali mereka juga berbicara tentang hal-hal yang absorut yang mereka alami satu sama lain yqng membuat gelak tawa antara mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD