Keputusan Besar

1306 Words
Pagi ini aku mengambil langkah besar dan keputusan yang akan di mintai pertanggung jawaban di dunia da akhirat. Ku kenakan kemeja berwarna putih dengan jas berwarna biru tua, ku sisipkan dasi hitam di leherku. Ku tambahkan minyak rambut biar terlihat maskulin, kupakai celana senada dengan jasku. Ku lihat jam tanganku merek rolex yang sudah menujukkan pukul 09.00, ku dengar suara klakson dari bahwa. Menujukkan kalau adit sudah sampai, ku ambil tas jinjing yang sudah ku siapkan sedari malam. Ku turuni anak tangga dari satu ke satunya, MasyaAllah tamparan udara pagi yang seakan mendukungku. Adit membukakan pintu mobil dan aku pun segera masuk ke dalamnya, adit yang bertugas menjeput dan mengantarkan aku ke kantor dan beberapa tugas kantor lainnya. Ku lihat adit yang terus melihatku dari kaca mobil, saking gemesnya aditpun membuka mulutnya, kamu yakin ta dengan keputusan yang akan kamu buat ini, hal ini bukan bercandaan lho. Ku abaikan kata - kata adit, dan aku pun menanyakan tentang kotraknya, sudah kamu siapkan? Berkas kontrak yang aku minta kemarin dit? Sudah ta, beres dan dia pun menyerahkan berkas map merah muda kepadaku. Ku terima dan ku anggukkan tanda terima kasihku kepada adit. Ayow lets go, dan pajero putih ini pun melaju ke alamat rumah seseorang. Sampailah di depan rumah yang elegan, bergaya eropa yang terlihat gagah nan teduh, ada satpam yang menghampiri dan setelah berbisik dengan adit, satpam itu pun bergegas membuka pintu gerbang ini. Aku sudah di sambut oleh sepasang suami istri yang sudah beranjak tua. Mereka mempersilahkan aku masuk, selang beberapa menit ada wanita paruh baya yang membawakan secangkir teh kepadaku dan adit. Bagaimana pak hartono? Sudah anda sampaikan kepada putri bapak? Belum pak, karena kami belum dapat mengambil keputusan dan ini mendadak sekali. Lalu apakah pak hartono menolak tawaran ku? Tanpak pak hartono melirik ke istrinya, ku lihat mereka yang nampak kebingungan. Sebentar pak duta, biar kami panggil anaknya dulu dan akan kami tawarkan kepada aya, ibu maharani menimpali. Kebetulan anaknya baru banyak tugas jadi kami belum sempat menyampaikan. Tapi aku tidak punya banyak waktu untuk menunggu bu maharani!!!. Di mana kamar putri ibu, biar saya tanyakan langsung ke anaknya. Tanpak ragu mereka akan memberi tau, namu pak hartono langsung menyampaikan kalau kamar putrinya ada di atas lantai dua, sebelah kanan. Aku pun langsung bergegas naik ke lantai dua. Sedangkan yang lain menunggu di ruang tamu. Ku ketuk pintu berulang kali dan seorang wanita membukanya namun dengan terkaget ia langsung menutupnya kembali. Ihhhh ngapain dia kemari??? Ku dengar pintu kembali di ketuk dan aku pun bergegas mengambil jilbabku. Yach selama ini aku memakai hijab, selama SMA malahan dan aku sudah konsisten. Aku berusaha untuk menjalankan apa yang di perintahkan oleh agamaku dan Alhamdulillah banyak yang mendukung, baik orang tua ku maupun sahabatku. Setelah ku pakai jilbabku, ku buka kembali pintu kamarku, belum sepenuhnya terbuka laki-laki itu menerobos masuk. Ihhh ndak sabaran banget sich, ada apa bapak jauh - jauh kemari, masih pagi lagi!!!! Ngapain aja di dalam, lama banget. Bukannya menjawab pertanyaanku malah dia ikutan marah, dasar cowok songong. Diapun duduk di ranjang tempatku tidur, kemudian menyerahkan ku map berwarna merah muda, ku terima map itu, namun belum sepenuhnya ku pegang sudah di lepaskan oleh cowok resek di depanku ini. Otomatis map itu terjatuh, aku nyengir melihat kelakuan cowok di depanku ini. Bukannya merasa bersalah malah dia memalingkan mukanya ke kanan, ihhhhn nyebelin banget. Ku buka map itu, dan k*****a isinya. Bagai waktu terhenti ketika aku membaca dan berusaha mencerna setiap point dari surat perjanjian ini, belum selesai kagetku, cowok di depan ku ini bersuara. Tenang saja, aku tidak akan menyentuhmu, dan pernikahan ini hanya sementara. Apa??? Aku di buat syok olehnya dan nafasku naik turun menahan marah. Ku lempar map itu, dan aku bilang keluar dari kamarku!!! Dia hanya melihat mematung, kamu yakin dengan keputusanmu? Bukankah kemarin kamu yang datang kepadaku untuk memohon bantuan, dan aku datang menawarkan bantuan. Bukankah harusnya kamu beruntung karena aku bersedia mengembalikan perusahan ayahmu yang sudah bangkrut itu? Kenapa keberatan, point mana yang membuatku keberatan??? Soal aku memintamu untuk t*******g saat dikamarku dan saat aku memintanya?? Bahkan aku sudah sering melihatnya, banyak wanita yang meminta aku nikahi, mereka sampai memohon - mohon. Atau keberatan karena aku tidak mau menyentuhmu? Bukankah semua point dapat berubah sewaktu - waktu sesukaku. Tentu kamu sudah mendengarkan, bahwa aku tidak mudah teransang oleh wanita, agap saja aku bonus melihatmu t*******g, toh itu syah - syah saja karena kita suami istri bahkan kalau aku memintanya lebih. Apa kamu keberatan soal nafkah batin? Hehhehehhehe. Cepat segera putuskan, karena aku tidak punya banyak waktu. Jika sampai aku melangkah dari kamarmu ini, maka kesepakatan yang telah aku tulis tidak akan berlaku lagi. Anggap saja kamu telah berbakti dan menolong ayahmu. Sungguh ini membuatku bimbang, aku sudah berprinsip bawah aku akan berbakti kepada suamiku nanti dan menyerahkan apa yang sudah aku jaga selama ini hanya untuk seseorang yang telah menjadi suamiku. Meski pernikahan ini hanya sementara tapi ini tetap syah pernikahannya dan tidak bisa di anggap main - main. Tapi jika tidak aku terima, bagaimana nasib kedua orang tua ku. Heiii jangan ngalamun, cepat segera putuskan, jangan buang - buang waktuku, bagaimana mau tidak??? Di tengah lamunanku dia mengagetkanku. Ya Allah bagaimana ini??? Tolong aku Ya Allah. Saat dia hendak keluar dari kamarku aku pun secara spontan dan cepat langsung bilang bersedia. Aku tersenyum mendengar bahwa dia bersedia, yes aku menang. Ku tengok wanita di belakangku, yakin kamu bersedia??? Iya, terdengar suara lirih dan seperti tidak ikhlas wanita di depanku ini. Ku ulangi lagi pertayaanku, serius kamu yakin dan bersedia, kulihat dia mengaguk. Baiklah, tanda tangani surat perjanjian itu segera. Aku pun mendekat dan mengambil map merah muda itu, ku tanda tangani surat perjanjian ini. Bagus, tunggu kabar selanjutnya dari ku. Aku pun menuruni tangga dengan semangat dan riang. Setidaknya dengan jalan ini semua di untungkan, aya bisa membantu kedua orang tuanya dan aku sudah bosan mendengar pembicaraan dan gosip murahan di luar sana tentang kelainan sexsualku. Aku merasa diriku normal, bukan penyuka sejenis tapi entah kenapa dedekku di dalam sulit untuk terangsang hehehhehe. Aku pernah mengunjungi rumah sakit dan psikolog namun semua mengatakan normal dan baik - baik saja. Mungkin efek kelelahan dan tekanan pekerjaan sehingga menyebabkan hal itu, entahlah. Anak bapak - ibu bersedia, dan aku pun mengajak adit untuk keluar dari rumah ini menuju kantor. Ku lihat sekilas kedua orang tua itu langsung berlari menaiki tangga, mungkin ingin segera bertemu dengan anaknya. Nak, apa benar kamu bersedia menikah dengan pak duta? Iya pak, ibu mendekat dan memelukku. Nak, kamu tidak perlu menerima permintaannya, tidak apa - apa bapak kehilangan perusahan, asalkan tidak kehilangan kebahagianmu. Tumben sekali bapak berkata begitu, selama ini kalau soal perusahann, bapak selalu membela mati - matian. Betul kata bapakmu nak, kamu tidak perlu melakukannya. Kita bisa kembali dari nol dan hidup di kampung, tempat kelahiran ibu. Di sana kita bisa memulai kembali dari nol. Air mataku menetes di pipi, ku usap berkali - kali karena tetesannya semakin deras, kulihat ibu juga sama dan bapak yang terlihat gengsi hanya ada raut kesedihan. Bapak dan ibu sudah tidak muda lagi, akan sangat sulit jika kita memulai dari nol. Untuk seusia bapak - ibu harusnya sudah menikmati hasil dan pensiun. Ndak papa pak dan bu, biarkan sekarang aya yang berjuang. Toh pernikahan ini hanya sementara, semoga kelak aya segera menemukan kebahagian yang sesungguhnya. Kami pun berkumpul merapat dan saling berpelukan, kami semakin mengeratkan pelukan dan bapak menepuk - nepuk punggungku. Yach semua ini ujian untuk keluarga kecil kami, dan tidak apa - apa aku berkorban, semoga ini bisa meringankan dan membahagiakan kedua orang tuaku. Kita sebagai anak tidak akan pernah mampu dan cukup untuk membalas jasa dan kebaikan kedua orang tua kita. Kebaikan kita mungkin hanya seujung kuku saja. Dan ujian ini baru saja di mulai semoga kita lulus dalam menghadapinya. Aamiin Allahhumma Aamiin, keep fighting untuk diriku dan semua orang yang membacanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD