PENDEKATAN

1099 Words
Malam ini Brian dan Vallery berada di ruang rawat putra mereka namun Arthur sedang tertidur dengan nyenyak. "Kau tidak ingin kembali ke penthouse saja? Biar aku yang menjaga putra kita" tanya Brian kepada Vallery. Vallery menggelengkan kepalanya, ia tidak ingin berjauhan dengan sang putra untuk saat ini. "No, aku ingin menjaga putra kita" ucap Vallery seraya memandangi wajah Arthur yang begitu tampan ketika tertidur, sesekali ia mengusap wajah Arthur dengan perlahan. "Ya sudah, sebaiknya kau segera istirahat" Vallery masih setia memandangi wajah Arthur ketika Brian memintanya untuk istirahat terlebih dahulu hingga akhirnya ia mengangguk dan berjalan menuju sofa yang berada di sudut ruangan tersebut, ia segera merabahkan tubuhnya, disusul dengan selimut yang membalut tubuhnya. "Good night" ucap Brian seraya membetulkan letak selimut yang membalut tubuh sang istri, ia mengusap kening Vallery dengan lembut, menatap wajah wanita yang menenaminya selama ini hingga Vallery memejamkan kedua matanya. Ketika sang istri telah terlelap ia segera bangkit dan berjalan keluar ruangan, menelfon seorang pria yang selama ini menjaga putranya tersebut. "Selama malam, Tuan Brian" ucap seorang pria di seberang sana. "Malam" jawab Brian. "Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" "Segera datang ke Bele*** Hospital Center kamar nomor 203 dan untuk beberapa bulan ke depan aku ingin kau membantu putraku mengurus bisnis tersebut" ucap Brian kepada pria itu. "Apa yang terjadi, Tuan?" "Arthur mengalami kecelakaan" jawab Brian. "Baiklah, saya akan tiba dalam sepuluh menit, Tuan" ucap pria tersebut, Brian segera mematikan sambungan telefon dan kembali masuk ke dalam ruangan. *** "Kau bilang apa?!" teriak Arthur kepada seorang pria yang berdiri di samping nya. "Ma..maaf, Tuan. Nona itu sudah pergi" jawab seorang pria dengan terbata, pria tersebut bernama Justin Vladenny, seseroang yang berkerja sebagai bodyguard Arthur. Mendengar jawaban dari Justin membuat Arthur ingin menggebrak meja yang ada di samping nya, namun ia tidak bisa melakukan hal tersebut. Tangan kiri dan kedua kakinya patah, membuat ia tidak bisa banyak bergerak, hanya tangan kanan yang masih bisa ia gerakkan, itupun gerakan yang sangat lemah, Arthur memejamkan matanya menahan amarah. "Cari wanita itu sampai ketemu!" teriak Arthur kepada Justin membuat Justin membungkukkan tubuhnya lalu dengan cepat berlalu dari hadapan Arthur. Baru tadi malam Brian meminta Justin untuk menjaga Arthur lebih extra namun saat ini Arthur sudah meminta pria itu untuk mencari keberadaan Harley. Sejak peristiwa kecelakaan yang menimpa Arthur, Justin sama sekali tidak mengetahui semua hal yang terjadi kepada tuan nya tersebut sampai Brian menelfon Justin untuk menjaga Arthur yang masih terbaring lemah di rumah sakit. Justin pun tidak tahu jika ada seorang wanita yang menolong tuan nya ketika mengalami kecelakaan. Sesampai nya di rumah sakit Arthur menanyakan seorang wanita yang belum ia lihat sebelumnya, membuat Justin harus bertanya kepada dokter yang menangani Arthur dan dokter tersebut mengatakan bahwa wanita yang ditanyakan oleh Arthur sudah dibawa pulang, ia tidak tahu apa-apa namun tuan nya selalu saja memarahinya meskipun ia berbuat benar sekalipun. Perlakuan Arthur kepada Justin tidak luput dari dua pasang mata yang tengah memperhatikan mereka sejak tadi di dalam ruangan itu. Vallery dan Brian sedang duduk di sofa yang berada lumayan jauh dari ranjang rumah sakit tempat dimana putra mereka tengah berbaring. "Putra kita sedang jatuh cinta sepertinya" bisik Vallery kepada Brian, mendengar perkataan sang istri itu sukses membuat Brian menoleh. "Maksud mu?" tanya Brian menatap wajah sang istri sedangkan Vallery tersenyum. "Arthur menyukai wanita itu, aku tahu jika selama ini putra kita selalu acuh terhadap wanita lain kecuali para sepupunya" mendengar jawaban Vallery membuat Brian menoleh kembali ke arah Arthur dengan pandangan nanar dan senyuman getir menghias di wajah tampannya yang tidak pudar walaupun dimakan usia. "Ternyata aku melewatkan masa-masa membesarkan dan memperhatikan putra pertama ku hingga aku tidak tahu hal semacam itu" ucap Brian dengan lirih. Mendengar jawaban sang suami membuat Vallery menoleh dan mengusap wajah Brian dengan sayang. "Jangan difikirkan dan disesali, semua itu bukan keinginan mu, kita masih bisa mengubah dan memperbaiki semuanya" ujar Vallery seraya menggenggam tangan Brian dengan erat, perkataan Vallery membuat Brian lebih tenang dan kembali yakin bahwa semua kesalahpahaman itu bisa diperbaiki. "Thanks, Honey" Brian mengecup kening Vallery dengan lembut, ia sangat bersyukur karena selama ini Vallery tidak pernah lelah untuk mendekatkan dirinya dengan Arthur. PYARR. Mereka berdua dikejutkan dengan suara gelas yang jatuh, mereka segera menoleh ke arah Arthur. Ternyata sedari tadi Arthur sangat kesusahan menjangkau gelas yang ada di samping nya menggunakan tangan kanan nya yang tidak patah, sudah susah payah ia menjangkau gelas itu namun gelas itu terjatuh membuat ia berdecak kesal hingga ingin membanting apapun saat ini. Melihat hal itu, Vallery menyenggol lengan sang suami dan mengisyaratkan agar Brian membantu putra mereka yang sedang kehausan, Brian menangkap maksud dari sang istri, ia kembali melihat ke arah Arthur, ia tampak ragu untuk mendekati putra sulung nya tersebut, namun ia sudah bertekad untuk meluruskan kesalahpahaman itu dan membangun keluarga mereka agar kembali utuh seperti dua puluh tahun yang lalu. Brian melangkahkan kakinya ke arah sang putra, Arthur yang mendengar suara derap langkah kaki segera menoleh, namun ia segera memalingkan wajahnya ketika ia melihat ayahnya yang sedang berjalan mendekat ke arahnya. "Perlu bantuan Daddy?" tanya Brian dengan lembut, ia masih ingat bagaimana caranya menghancurkan sifat keras kepala yang dimiliki oleh Arthur ketika putra sulung nya itu masih kecil, tentunya sebelum Arthur memutuskan untuk tinggal di asrama sekolah. "No" jawaban singkat, padat dan jelas dari Arthur tidak membuat Brian gentar untuk mendekati sang putra. Brian tersenyum ketika sudah sampai di samping Arthur, ia segera menuang air ke gelas kosong yang ada di atas nakas lalu memasukkan sedotan agar Arthur dapat meminumnya dengan mudah. "Biar Daddy bantu" ujar Brian. "Tidak per.." perkataan Arthur terpotong ketika sebuah sedotan menempel di ujung bibirnya. "Come on.. Daddy tahu jika putra Daddy sedang haus" perkataan Brian meluluh lantakkan hati seorang Arthur yang dikenal kejam oleh siapapun, semua keluarga dan anak buahnya menyadari siapa yang mewarisi sifat kejam itu, yaitu seorang pria bernama Brian Abraham, ayah kandung pria itu. Namun sekejam apapun Brian, segila apapun sifat psikopat yang ia miliki hingga saat ini, ia akan selalu luluh dan bersikap lembut di hadapan sang istri dan kedua putranya. Arthur tidak ingin memaafkan Brian begitu saja setelah melihat apa yang dilakukan ayahnya di masa lalu, namun kerinduannya akan kebersamaan dengan sang ayah membuat hatinya terasa sesak. Setelah bergelut dengan hati dan pikirannya akhirnya Arthur mau menerima bantuan dari sang ayah. Brian tersenyum menatap Arthur ketika putranya itu mau menerima bantuan darinya. Munculah satu ide baru di pikiran Brian, biarlah ia dianggap egois untuk saat ini, namun ia sedikit bersyukur dengan hal yang menimpa putra sulung nya, dengan begitu ia bisa dekat dengan Arthur dan mungkin hubungan mereka bisa membaik seperti dua puluh tahun yang lalu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD