Pagi itu Justin bergegas masuk ke dalam kamar inap tempat majikannya dirawat, ia membungkukkan tubuhnya di hadapan Arthur, Brian, Vallery dan juga Vinic.
"Selamat pagi, Tuan dan Nyona" sapa Justin dengan sopan, membuat Vallery dan Vinic tersenyum ramah, berbanding terbalik dengan Arthur dan Brian yang memasang wajah datar mereka.
"Pagi, Justin" jawab Vallery.
"Ada apa?" tanya Arthur menatap Justin tanpa berbasa-basi.
"Kami sudah menemukan wanita yang anda cari, Tuan" ucapan Justin membuat Arthur membelalakkan matanya, ia segera bangkit dari tidur nya namun hal itu membuat nyeri hebat di beberapa bagian tubuhnya.
"Arrghh" ringis Arthur membuat semua orang yang ada di dalam ruangan itu panik, Vallery segera menghampiri Arthur dan membantu putranya untuk kembali berbaring.
"Kau belum pulih" ujar Vallery setelah Arthur kembali berbaring.
"Tapi aku ingin menemui wanita itu, Mom" ucap Arthur membuat rahang Brian mengeras.
"Kau diijinkan untuk menemuinya jika kau sudah sembuh" ucap Brian dengan lembut meskipun rahangnya terasa begitu kaku saat ini namun Arthur memandangnya dengan tatapan yang begitu tajam ke arahnya.
"Aku tidak meminta ijin darimu, b******k!" ketus Arthur membuat Vallery melotot.
"Arthur, jaga ucapan mu!" sentak Vallery membuat Arthur mendengus lalu mengalihkan wajahnya sementara Brian memejamkan matanya kemudian melenggang pergi dari ruangan itu, ia rasa percuma jika memaksa putranya agar hubungan mereka kembali seperti dulu, selama dua puluh tahun ia hanya menerima penolakan dari Arthur, ia juga mempunyai rasa lelah menghadapi putranya yang selalu menolak perhatian yang ia berikan.
"Siapa wanita yang kau cari?" tanya Vinic mencairkan suasana, pertanyaan dari pamannya membuat Arthur menoleh.
"Wanita yang menolong ku, uncle" jawab Arthur lalu kembali menatap Justin yang masih berdiri di tengah-tengah ruangan.
"Aku ingin bertemu dengan wanita itu" ucap Arthur kepada Justin yang membuat pria itu menganggukkan kepalanya, setelah itu Justin segera pamit undur diri untuk membawa wanita itu kepada Arthur.
"Mommy pergi dulu" ujar Vallery membuat Arthur menoleh.
"Kau ingin kemana, Mom?" tanya Arthur membuat Vallery menghentikan langkahnya.
"Menemui Daddy mu" jawab Vallery membuat Arthur mendengus tidak suka.
"Dia bukan Daddy ku, Mom" ucap Arthur membuat Vallery melotot.
"Jangan sampai kau menyesali perkataan mu sendiri, Arthur Stefano Anderson!" ucap Vallery membuat Arthur terdiam, ia begitu terkejut kala ibunya menyebutkan nama lengkapnya karena selama ini ia sudah mengganti nama belakang yang ia miliki sejak lahir, ibunya pun tidak pernah memanggilnya dengan sebutan nama depan nya sekalipun selama ini.
Setelah mengucapkan hal itu Vallery bergegas pergi meninggalkan ruang inap putranya, ia kesal karena Arthur tidak pernah memberikan kesempatan bagi Brian untuk memperbaiki hubungan mereka selama ini, putranya itu selalu saja menghindar bahkan setelah Brian tahu penyebab Arthur menjauhinya sejak dua puluh tahun yang lalu sedangkan Vinic menghela nafasnya melihat ketegangan antara keluarga kecil itu, ia tidak menutup mata dengan apa yang terjadi selama ini.
"Bukannya uncle ingin membela Daddy mu. Tapi apa yang kau lakukan tadi tidak baik, Arthur. Kau menyakiti hati Daddy mu" ucap Vinic dengan tenang membuat Arthur memalingkan wajahnya, matanya sudah memerah menahan air yang akan menggenang di pelupuk matanya. Bukannya ia cengeng, namun kemarahannya terhadap Brian selama ini membuatnya menanggung rindu yang begitu berat, sejujurnya ia ingin memaafkan ayahnya namun ia terlalu gengsi untuk kembali ke dalam pelukan pria paruh baya tersebut.
"Kenapa selama dua puluh tahun kau selalu saja menghindari Daddy mu? Katakan pada uncle apa yang terjadi" pinta Vinic membuat Arthur menghela nafasnya kemudian menatap sang paman yang masih duduk di kursi jaga.
"Pria itu tidak menginginkan ku, uncle" ucap Arthur dengan nada parau membuat Vinic mengernyitkan keningnya.
"Jika dia tidak menginginkan mu, tidak mungkin kau berada di dunia ini" ucap Vinic seraya terkekeh mendengar perkataan konyol yang terlontar dari keponakannya tersebut.
"Tapi pria b******k itu menyuruh Mommy untuk menggugurkan ku ketika aku masih berada di kandungan Mommy" ucap Arthur kemudian, Vinic menghentikan kekehan nya kala mendengar perkataan dari Arthur, ia segera menoleh ke arah Arthur dengan tatapan tidak percaya.
"How... How do you know?" tanya Vinic dengan terbata-bata sedangkan Arthur mendengus mendengar pertanyaan dari pamannya, ia kembali memalingkan wajahnya dari tatapan Vinic.
"Jadi benar, bukan?" tanya Arthur membuat Vinic segera menggeleng dengan cepat.
"Tidak, Arthur. Kau salah paham" ucap Vinic membuat Arthur kembali menoleh.
"Siapa yang salah pahan, uncle? Jelas-jelas kala itu dia menyuruh Mommy untuk membunuh ku di dalam perut Mommy" akhirnya air mata Arthur jatuh walaupun hanya satu tetes dan berhenti di rahangnya yang dipenuhi oleh rambut halus, ia merasakan sesak di dadanya kala ia menyadari bahwa selama ini dirinya tidak diingankan oleh orang yang begitu ia sayangi.
"Kau salah paham" ujar Vinic kembali.
"Maaf, uncle tahu ini permasalahan mu dengan Daddy mu, tapi uncle harus menjelaskannya kepada mu agar kau berhenti melakukan tindakan bodoh seperti yang kau lakukan selama dua puluh tahun ini" ucapan Vinic sukses membuat Arthur terdiam.
"Uncle tahu semua yang kau lakukan kepada Daddy mu, jangan kau kira uncle tidak mengetahui itu semua. Sejak dua puluh tahun yang lalu Daddy mu selalu menceritakan tentang mu kepada uncle. Ia selalu bertanya-tanya kepada uncle kenapa kau tidak pernah pulang saat natal? Kenapa kau bersikeras untuk tinggal di asrama selama sekolah dan tidak pernah pulang? Kenapa kau selalu menghindari Daddy mu jika mereka datang ke penthouse mu?" Vinic menjeda ucapannya setelah melihat reaksi Arthur yang terlihat terkejut, Vinic memejamkan matanya sebelum ia menghembuskan nafasnya dengan perlahan.
"Jika kau bukan keponakanku, sungguh, demi Tuhan aku ingin menghajar wajahmu karena telah berani melukai hati kakakku" ucap Vinic dengan tajam sedangkan Arthur kembali mencerna pertanyaan ayahnya yang ia dengar dari sang paman.
"Asal kau tahu saja jika kakakku adalah seorang psikopat" ucapan Vinic sukses membuat Arthur kembali terkejut, tubuhnya menegang kala ia mengetahui bahwa ayahnya adalah seorang psikopat.
"Kau tahu? Dia sering menangis kala menanyakan mu kepada ku? Bagaimana psikopat sepertinya bisa menangis jika membunuh seseorang adalah hal yang biasa baginya? Hatinya sudah tertutup untuk siapa pun yang tidak ia kenal tapi bagaimana bisa ia menangisi mu hanya karena kau selalu menghindarinya? Jika ia tidak menginginkan mu tidak mungkin hampir setiap tahun ia selalu bertanya apapun yang menyangkut tentang mu kepada ku, dan terkadang aku merasa tidak suka memberitahukan bagaimana kehidupan mu terhadapnya karena aku bisa merasakan apa yang ia rasakan. Jika aku berada di posisinya mungkin aku akan membuang anak seperti mu dari keluargaku" ujar Vinic panjang lebar.
"Tapi kenapa saat itu ia menyuruh Mommy untuk menggugurkan ku?" tanya Arthur akhirnya membuat Vinic menghela nafas.
"Daddy mu diancam oleh seseorang" perkataan pamannya membuat Arthur mengerjab.
"A.. Apa..?" tanya Arthur terbata-bata, ini hal yang mengejutkan yang ia dengar selama ia percaya bahwa Brian tidak menginginkannya. Vinic lalu menceritakan apa yang sudah terjadi antara Brian dan Vallery, ia mengetahui semua hal itu begitu jelas ketika dulu Brian menceritakan semuanya.