Tak Berani Bermimpi
Secangkir kopi telah tersedia di atas meja kecil ruang tamu ketika Billy membuka pintu rumahnya,
"Sore Ma, Nek" sapa Billy pada Ibu dan Neneknya yang sedang serius menonton sinetron India di depan Tv.
"Sore" jawab Ibu dan Neneknya serempak namun tetap serius menatap Tv.
"Tumben kamu cepat pulang, itu kopi kamu baru saja Mama bikin, makanya kopi kamu masih panas sekali itu, jangan langsung di minum ! Panas !" kata Ibunya tanpa menoleh dari depan Tv.
"Iya Ma, Terima kasih ya Ma, ini duit hari ini" ujar Billy yang baru saja duduk di kursi tua di samping Ibunya sambil menyodorkan uang 30 ribu ke tangan Ibunya.
"Terima kasih ya Nak, untuk uang pegangan kamu sudah ada ?" tanya Ibunya sambil tetap memperhatikan layar Tv.
"Iya Ma, Billy sudah sisihkan buat Billy kok" ujar Billy yang sudah mulai menyeruput kopi buatan Ibunya.
Billy seorang pemuda 25 tahun yang sehari-harinya menggantungkan hidup di jalanan Jakarta dengan bekerja serabutan tapi tetap bisa happy karna dia bahagia mempunyai 2 malaikat cerewet yang selalu bisa membuatnya tersenyum dengan tingkah dan kasih sayang keduanya, Ibu dan Neneknya.
Kadang dia membantu di studio sablon Bang Imran saat banyak orderan sablon baju yang datang, kadang dia bantu-bantu Mang Sole menyelesaikan orderan meubel, kadang juga dia ikut membantu di catering milik Bu Ijah sebagai tenaga angkut-angkut, tapi lebih banyak dia ikut jaga parkir di sekitaran Cikini dan mengamen di bus kota jika dia lagi pingin, tapi ada yang rutin yang harus di kerjakannya 2 kali dalam seminggu, tiap malam rabu dan malam sabtu dia tampil sebagai vokalis di Cafe kecil di kawasan Pancoran bersama grup Bandnya dan teman-temannya, sekali tampil mereka bisa mengantongi 100 ribu perorang, penghasilan seperti itu cukup menyenangkan buat mereka.
"Billy kamu jangan sampai dapat istri seperti Jena itu, kasian Mama sama Nenekmu ini nanti" tiba-tiba Nenek nyeletuk.
Billy yang kaget dapat peringatan seperti itu bertanya,
"Jena itu siapa Nek ?"
"Itu Menantu Keluarga Karan" jawab Nenek.
Melihat Billy yang nampak makin bingung langsung di jawab oleh Ibunya
"Itu Bil, sinetron"
"Ya elah Nenek, kirain siapa" ujar Billy tersenyum sedikit mengejek.
"Serius ini Billy, kamu mau Mama sama Nenekmu ini di racun sama istri kamu ??!" Tanya Nenek memasang muka serius.
Billy langsung tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan Neneknya.
"Buat apa juga istri aku nanti kasi racun ke Nenek sama Mama ??" Tanya Billy yang belum bisa berhenti tertawa.
Wajah cantik yang masih bisa terlihat dari Nenek kelihatan bingung.... dan akhirnya ikut tertawa di ikuti Mamanya yang juga jadi ikut tertawa bareng.
"Iya ya, apa juga yang mau di rebut dari kita" kata Mamanya.
" Resep Nasi Uduk Legendaris kamu " jawab Nenek masih terus tertawa.
"Ya kali aja nanti kamu jadi orang kaya Bil" sambung Neneknya.
"Terus Istri kamu tidak mau kamu kasi perhatian yang banyak sama Mama sama Nenekmu ini" sambung Nenek lagi.
"Sama ga kuat dengar cerewetnya Nenek ma Mama" timpal Billy yang masih saja tertawa.
Mereka tertawa bertiga tiba-tiba Nenek menyerukan "sst...ssstt.....sssssttt.... sinetron sudah mau mulai !"
Billy cuma bisa geleng-geleng kepala melihat ucapan dan tingkah Neneknya, kalau bukan iklan pariwara tadi tidak mungkin Neneknya mau berpaling dari layar Tv dan ajak mereka ngobrol saat Serial India seperti ini lagi tayang.
Billy senyum-senyum sendiri mengingat perkataan Neneknya tadi, "kalau dia jadi orang kaya"......tidak terpikirkan olehnya untuk bisa jadi orang kaya, dia sadar betul dengan keadaannya dan keluarganya ini, buat Billy, bisa bawa pulang uang 20 sampai 30 ribu saja sehari itu sudah membuat dia bersyukur, walau pun Ibu dan Neneknya punya usaha kecil-kecilan jualan nasi uduk pagi hari di depan rumah tempat mereka tinggal, Billy selalu berusaha bisa memberi uang belanja untuk kebutuhan rumah buat Ibu dan Neneknya setiap hari, agar Ibu dan Neneknya bisa terbantu untuk mencukupi kebutuhan bulanan mereka.
Rumah yang mereka tempati saja masih kontrak, untungnya rumah itu rumah kawan Nenek sejak dia muda dulu, sehingga mereka bisa mengontrak di tempat itu sejak lama, sejak Nenek bercerai dengan Kakek Sastrodinata.
Ayahnya meninggal ketika dia masih di bangku kuliah, keadaan itu pula yang membuatnya harus berhenti dari perkuliahannya, biaya kuliah di Perguruan Tinggi swasta di Kota ini tidak mampu mereka tutupi, Billy memilih meringankan beban Ibu dan Neneknya walau Ibu dan Neneknya saat itu berkeras agar dia tetap melanjutkan kuliahnya, dia tidak pernah tega dan tidak akan pernah tega untuk memaksa Ibu dan Neneknya membanting tulang untuk menutupi biaya kuliahnya.
Pernah terpikir untuk kerja serabutan seperti ini sambil tetap kuliah, tapi saat itu bahkan sampai saat ini Billy yakin itu jumlah biaya itu tidak akan pernah cukup dari penghasilan pekerjaan serabutannya seperti ini, karna dia lebih memilih untuk bisa memberikan penghasilan hariannya kepada Ibu dan Neneknya untuk kebutuhan harian rumah daripada dia menabung untuk dirinya sendiri.
"Kalau dia jadi orang kaya".......
"Memimpikannya pun dia tidak berani" pikir Billy sambil tersenyum.