CN-01

1103 Words
Panas nyentrik menggerogoti kulit putih dari anak laki-laki. Dia menarik kopernya tak acuh. Kesalahan terbesarnya adalah tetap mengenakan jaket tebal di tengah musim panas Aokigahara. Salah prediksi. Quizer kira Bulan Agustus masih musim semi, mengingat Aokigahara adalah kota yang lebih lama musim dinginnya. Namun ternyata, titik terpanas sudah melebihi 30 derajat suhu ruangan. Belum ada sehari dia menginjakkan kaki di Negeri Sakura, tetapi dirinya sudah merindukan tanah kelahirannya—London. Jika saja keluarga ayahnya tidak membuang dia ke Negeri Sakura, Quizer pasti sedang bermain dengan teman-temannya. Tunggu, teman mana yang dia katakan? Persetan, pertemanan itu hanyalah hal tabu baginya. Tidak ada yang lebih menarik daripada ponsel, laptop dan PSP miliknya. Quizer lalu menggunakan headphone yang sedari tadi menggantung di leher. Kesunyian adalah hal yang paling dirinya benci. Dia sengaja mengeraskan suara pada MP3 miliknya. Tidak bersosialisasi dengan orang-orang adalah yang terbaik. Meski dia masih tidak tahu di mana dan harus ke mana. Taksi juga tidak ada. Menyebalkan sekali. Sepertinya hari ini adalah nasib buruk bagi Quizer atau mungkin Dewi Fortuna terlalu lelah mendengarkan keluh kesahnya. Suara langkah kaki bisa dia dengar dari kejauhan dan semakin lama semakin mendekat. Quizer mencoba mengabaikan, tetapi telinganya menangkap gelombang suara berlebihan. Dia berusaha menjadi manusia normal pada umumnya, tetapi langkah kaki ini cukup mengusiknya. Lebih baik telinganya mati saja! Quizer segera menyingkir dan langsung menyadari jika langkah orang itu tidak benar. Ketika dirinya menoleh, seorang gadis dari kejauhan tengah berlari. Beberapa kali Quizer menangkap jika laju gadis itu tidak benar. Bisa-bisanya gadis berambut cokelat panjang dengan kacamata kotak itu berlari sambil memeriksa berkas. Quizer memutar bola matanya, lalu kembali berjalan tanpa arah. Meski sudah mengantisipasi—agar gadis itu tidak menabraknya—ternyata tetap saja orang yang dia hindari menyenggolnya. Menimbulkan berbagai efek suara di dalam pikiran. Dibandingkan dengan lagu-lagu hardcore yang tengah dirinya dengar, Quizer malah merasa tidak nyaman dengan efek suara di dekatnya. Suara kertas berjatuhan, angin yang menerpa kertas dan gadis yang merintih sakit. Jantung gadis itu juga berdebar agak melambat, pertanda kesal. Quizer segera mengeluarkan tatapan yang mengintimidasi pada gadis tersebut. Namun, sepertinya gadis berambut cokelat itu tidak peduli dengan tatapannya. “Matte yo! (tunggu)” ujar gadis itu dan Quize sama sekali tidak memahami apa yang diucapkan. “Sorry, i can’t speak Japanese,” balas Quizer ketus seraya melepas headphone, “aku tidak bersalah dalam hal ini. Kamu tidak seharusnya berlari sambil membaca. Itu berbahaya.” Gadis itu membuka mulut. Dia lalu bergegas untuk membereskan berkas-berkas yang terjatuh. “Aku tidak menyalahkanmu, tetapi kamu tidak seharusnya di sini. Kawasan di depan sana baru saja ditutup. Beloklah setelah jalan ini, maju terus dan kamu akan menemukan jalan besar.” Quizer mengangguk. Padahal dia sama sekali tidak meminta gadis satu itu untuk menunjukkan arah. Dia tidak peduli. Kembali gadis itu berlari sambil menata kembali berkas-berkas yang jatuh. Quizer mengangkat bahu. Tidak mau peduli. Namun, matanya justru melihat sebuah map kertas dengan beberapa ujung kertas yang timbul dari sana. Perlahan dia pun mengambil benda tersebut. Sepertinya gadis itu melupakan berkas ini, pikir Quizer. Laki-laki itu pun segera mengambil map kertas tersebut. Quizer bukanlah orang yang suka mencari tahu kesibukan orang lain, tetapi dia tidak tahu ke mana gadis itu pergi. Mungkin dia akan kehilangan gadis itu jika indera pendengarannya benar-benar tidak dapat berfungsi kembali. Tampaknya ada bagusnya juga jika telinganya dapat menangkap suara lebih banyak ketimbang manusia normal pada umumnya. Dengan bergantung pada suara langkah kaki milik gadis yang dapat dia rekam, Quizer yakin jika gadis itu tidak belok ke tempat yang diusulkan kepadanya. Gadis itu berjalan lurus, tepat ke kawasan yang ditutup. Mata Quizer mengarah map yang ada di tangannya. Kini firasatnya buruk. Kenapa gadis itu berjalan ke tempat yang tidak seharusnya? Ada plastik pembatas berwarna kuning dan hitam di depan sana. Quizer tidak bisa berpura-pura tidak tahu. Di mana ada pembatas ini, berarti ada sesuatu yang baru saja terjadi. Dia berharap hanya kecelakaan. Kecelakaan lalu lintas. Ya, ketimbang pembunuhan, dia memilih untuk bertemu dengan kecelakaan lalu lintas. Naas, dia berhenti tidak jauh dari kafe. Tepat di mana pembatas itu berada. Oke, sepertinya Dewi Fortuna benar tidak memihak kepadanya. Quizer menatap lekat map kertas yang dia pegang. Sebaiknya dia tinggalkan saja di tempat, gadis itu pasti akan menyadari jika berkas pentingnya berkurang. Namun, bagaimana jika ada orang jahat yang menemukannya? Quizer geleng-geleng. Dia lalu mencoba fokus mendengarkan menggunakan telinganya. Tidak cukup jelas. Namun, Quizer yakin mereka sedang membicarakan hal penting. Di sana dia melihat seorang laki-laki dewasa berpakaian dinas lengkap. Polisi? Quizer tidak tahu. Ayolah dia belum ada sejam di Jepang, dia hanya menguasai beberapa kosakata saja. “Nakagawa-san, apa kamu membawa berkas yang aku minta?” ujar laki-laki dewasa tersebut. Gadis yang dia lihat sebelumnya pun muncul di sana dan sukses membuat Quizer segera mendekati. Dia harus menyerahkan berkas ini dan pergi. Ini bukan tanah kelahirannya, orang memang tidak akan mengenalinya, tetapi dia enggan berdekatan dengan kasus pembunuhan. Tidak mau. Bahkan memikirkannya saja sudah membuat mulas. “Ha’i, Wakamatsu-san. (Iya, Pak Wakamatsu)” balas gadis tersebut. Quizer melihat gadis tersebut membuka beberapa map. Secara berulang-ulang. Lalu wajahnya menjadi pucat. “Aku yakin sudah membawanya. Bahkan di perjalanan, aku memeriksanya terlebih dahulu.” “Hei, kamu menjatuhkan ini. Aku rasa ini special, jadi, i take this for you,” ucap Quizer. Dia lalu menyerahkan map kertas di hadapan gadis itu. Tanpa mau menyelidiki lebih lanjut. Quizer semakin tidak tenang jika harus berlama-lama seperti ini. Gadis itu lalu mengambil map kertas, membukanya dengan terburu-buru. Setelahnya dia memberikan pada laki-laki dewasa di sampingnya. “Hei, apa kamu mencurinya dariku?” ucap gadis itu menatap Quizer tajam. “Aku? Tidak mungkin! Sudahlah, aku mau pergi dari sini,” balasnya ketus. “Memangnya kamu tahu jalan pulang ke mana?” “Tidak! Tapi aku memilih pergi daripada tinggal di sini. Lagi pula, ini kawasan terlarang kan?!” kilah Quizer, dia tidak mau terjebak di tempat ini lebih lama lagi. Apa pun alasannya. Gadis itu memutar mata bosan. Lalu laki-laki dewasa pun menimpali, “Nakagawa-san, sudahlah, biar aku yang bicara. Ah, sebaiknya kamu tinggal di sekitar sini. Kami takut jika The Paradoks malah membawa korban baru dan sepertinya kamu turis. Sangat berbahaya.” “The Paradoks? Apa itu?” “Kelompok pembunuh. Mereka menjadi tersangka pembunuhan pada lelaki umur 30 tahun saat tengah hari di kafe ini. Kami—warga Yamagata diteror oleh kasus pembunuhan mereka,” jelas sang gadis yang lalu melihat ke arah Quizer. Lantas Quizer pun bertanya, “Kenapa kamu melihat ke arahku?” “Aku akan mengantarmu pulang, tapi sebelum itu ... bagaimana kalau kamu menunggu sambil bermain tebak-tebakkan denganku?” Quizer menelan ludah, senyuman gadis itu aneh.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD