Di tengah keramaian kota Los Angeles, di sebuah apartemen mewah. Evans berjalan mondar-mandir. Terlihat gelisah, bergumam-gumam pelan. Kaki panjangnya melangkah ke kiri, lalu berbalik ke kanan dengan resah. Sebelah tangannya memegang smartphone. Menanti-nanti dering ponsel yang tak juga datang. “Ke mana Si Sialan ini? Kenapa dia masih belum juga datang? Ia bahkan tak menghubungiku!” “Tenanglah, Evans. Duduk dan istirahatlah. Bukankah barusan kau diwawancarai lagi?” Seorang wanita cantik, bertubuh bak gitar spanyol, dengan rambut cokelat berombak sebahu, dan makeup tebal yang menempel di wajah cantik miliknya. Wanita itu duduk di ranjang, mengamati sepatu Evans yang berkilat, karena sinar ruangan yang kuning berpenjar seisi ruangan. “Bagaimana aku bisa tenang, Tiffan