5. Because of Humanity

1450 Words
Pukul satu dini hari, kemudian mobil sport milik Karina berhenti di depan sebuah rumah sakit private milik seorang dokter kenalan Karina. “You in the deep s**t, Jared. You in the deep s**t!” desis Jared. Karina tentu mendengarnya, tetapi untuk saat ini, ia sedang tak ingin menanggapi ucapan Jared, karena Karina tahu bahwa penyebab semua kesialan ini adalah dirinya. Maka Karina hanya bisa memejamkan mata dan menundukkan kepalanya sambil mendengarkan makian Jared. Walaupun begitu, Karina masih tak ingin menanggapi Jared. Lelaki itu juga sudah berusaha menolongnya. Ia bahkan tidak meminta bantuan Karina dan langsung bertindak sendiri membawa si lelaki yang menjadi korban kecelakaan itu ke dalam rumah sakit. “Ck!” Karina berdecak bibir sebelum melesak keluar dari mobil dan mengambil langkah menyusul Jared. Ada seorang wanita yang berjaga di lobi. Melihat kedatangan dua orang ke dalam rumah sakit, membuat wanita tersebut berdiri dari tempat duduknya. Karina pun langsung mengambil tindakan menghampiri tempat wanita itu. “Hey,” sapa Karina. Gadis itu mendesah berat. Sekilas ia memandang wanita di depannya lalu menoleh ke belakang, memandang Jared yang berada tak jauh di belakangnya. “Aku temannya dokter Marsel. Bisakah kamu menghubungi dia dan katakan aku sedang butuh bantuan?” ujar Karina. Wanita di depannya tak langsung menjawab. Ia membawa tatapannya ke belakang, pada Jared, lalu tatapannya jatuh pada seseorang yang sedang digendong oleh Jared. Karina yang melihat tatapan menyelidik dari wanita di depannya lalu terkekeh kecil untuk menutupi rasa gugup yang mulai menyeruak di dalam dirinya. “Eh ... begini,” ucap Karina. Ia kembali menolehkan pandangannya ke belakang. Sementara jantungnya mulai berdetak penuh tekanan. “Look, aku tahu bagaimana pikiranmu saat ini. Kamu pasti berpikir bahwa kami melakukan sesuatu pada lelaki ini. Namun, kamu harus tahu bahwa kami menemukan pria ini dekat pantai Melasti, saat perjalanan pulang. Aku dan kekasihku awalnya tak ingin menolongnya, karena kami takut apabila kami nantinya disalahkan oleh karena kondisinya. Kekasihku sampai memarahi aku habis-habisan, tetapi hati nuraniku bersikeras ingin menolongnya. Maka dari itu aku membawanya kemari, karena rumah sakit ini milik temanku. Dokter Marsel pun menyuruhku menghubungi dirinya jika aku perlu bantuan. Maka dari itu, aku datang kemari,” ujar Karina panjang lebar. Di akhir kalimatnya, Karina pun mendesah berat. Tampak dahi wanita itu mengerut bersama alisnya yang mengerucut ke tengah. “Halo?” Suara Jared sukses membuat wanita di depan Karina itu terperanjat. “God! Kamu melihat apa, hah? Pria ini butuh pertolongan.” “Jared, kamu tidak perlu berteriak!” tegur Karina. Kekasihnya itu mendengkus lalu menelengkan wajahnya ke samping sebelum kembali memandang Karina dengan tatapan yang menajam, menghunus ke arah Karina. “Sudah kubilang jangan tolong dia, sekarang wanita itu pikir kita melukai pria ini. Kamu terlalu naif, Karina!” desis Jared. Tampak kedua sisi rahang lelaki itu mengencang, bersama embusan napasnya yang mengentak dengan kuat. Gadis itu pun menghela napas lalu mengembuskannya dengan desahan panjang. Ia kembali memutar tubuh, menghadap wanita di depannya. "Look, aku tahu apa yang sedang kamu pikirkan saat ini. Kami pasti akan melaporkan kasus ini pada polisi, tetapi untuk saat ini, kami sangat menghawatirkan nyawa pria ini. Kumohon, hubungi dokter Marsel. Ponselku mati jadi aku tidak bisa menghubungi dia,” ujar Karina. “Maaf, Nona, bukannya aku tidak ingin menghubungi dokter Marsel, tetapi melihat kondisi pria itu, mungkin lebih baik jika dia dimasukkan ke rumah sakit umum?” kata wanita itu. Karina mendesah sambil menutup kedua mata. “Aku tahu,” ucapnya bersama kedua tangannya yang menekan ke bawah. Ia membuka mata sambil melepaskan desahan dari mulutnya yang menganga. “aku juga berpikir seperti itu, tetapi kami pasti akan ditanyai berbagai macam hal yang tak seharusnya ditanyakan kepada kami. Lagi pula kami tidak ingin dituduh menjadi penyebab kondisi lelaki itu menjadi seperti ini, padahal niat kami hanya ingin membantu,” jelas Karina. Melihat reaksi dari wanita di depannya yang malah mendesah sambil menatapnya penuh curiga, membuat Karina lalu mengambil inisiatif. “Jika kamu tidak bersedia menghubungi dokter Marsel, maka pinjamkan teleponmu dan biarkan aku sendiri yang menghubungi dokter Marsel.” Wanita itu masih memandang Karina dengan pandangan sinis. Ia bahkan mendengkus sebelum berucap, “Dokter Marsel sedang tidak bisa diganggu lagi pula ini sudah tengah malam.” Mulut Karina terbuka bersama dengan matanya yang terbelalak. “HEY!” teriak Jared dan membuat Karina mengangkat tangan, menyuruh Jared untuk diam. Tatapan mata gadis itu langsung berubah. Sekejap melotot lalu memicing menatap wanita di depannya. “Hey, sedari tadi aku berusaha memberikanmu penjelasan bahwa kami melakukan semua ini atas dasar kemanusiaan, tetapi sepertinya kamu tidak punya rasa kasihan sama sekali.” Ucapan Karina sukses mengubah raut wajah wanita itu menjadi semakin sinis. “Ya!” tandas Karina dengan anggukkan kepala. “and you know what? Kamu tidak tahu bagaimana Marsel Dirgantara itu menghormati diriku sebagai teman sesama profesi, mungkin dengan satu kalimat dariku bisa membuat Marsel memecatmu.” Karina menutup ucapannya dengan wajah tegas dan tatapan nyalang. Semua itu sukses membuat wanita di depannya terdiam, selain matanya yang mematri tatapan pada sepasang manik cokelat milik Karina. Untuk sekelebat, kedua wanita itu terlibat pandangan sengit sampai akhirnya salah satu dari mereka melepaskan desahan dari mulut. Wanita yang berdiri di depan Karina itu lantas memalingkan wajah. Lewat sudut matanya, ia menatap Karina dan tangannya mulai memanjang meraih gagang telepon. Karina pun tak mau kalah. Memandang wanita itu dengan pandangan penuh teror dan menanti wanita itu memenuhi perintahnya. “For the God sake,” gumam Jared. “Hey, bisakah kamu bergegas. Tanganku mulai pegal,” gerutu Jared. Membuat Karina memutar tubuh menghadap kekasihnya. “Hanging there, Honey.” Mendengar ucapan itu membuat Jared mendengkus. Ia pun memutar bola mata malas. Karina tak mau banyak berdebat, sehingga ia kembali menghadapkan tubuhnya pada wanita di depannya. Karina mengangkat dagu sambil mengedikkan setengah bahu. “How?” tanya gadis itu. Wanita di depannya pun menggelengkan kepala. “Tak ada jawaban,” ucapnya. “f**k!” desis Karina. Napasnya kembali berembus kasar. Sekejap gadis itu menoleh ke bawah lalu dengan cepat ia memutar tubuh. “Tunggu di sini aku akan mengambil ponselku,” ucap Karina. Bukan Jared namanya kalau dia tidak akan menggerutu. Ia bahkan memaki dengan nada rendah. Karina tak mau menyahut dan langsung melesat keluar menghampiri mobilnya. Gadis itu bergegas membuka dashboard dan mengambil ponselnya di sana. Ia kembali berlari ke dalam lobi rumah sakit. “Hey, bisa kupinjam charger milikmu?” tanya Karina. Wanita di depannya mengangguk. Ia segera mengambil charger miliknya. Sebelum memberikan kabelnya kepada Karina, wanita tersebut lebih dulu mencolokkan benda itu ke kontak listrik. “Oh come on ....” Karina berdecak kesal saat melihat ponselnya yang mati total. Butuh beberapa menit untuk mengisi daya sebelum ponsel itu siap digunakan. “Demi Tuhan, Karina, tanganku mulai mati rasa.” Sekilas Karina membalikkan tubuhnya lalu dengan cepat menghadap ke depan. “Hey, aku memohon atas dasar kemanusiaan, bisakah kamu meminjamkan ruang UGD? Aku tahu ini rumah sakit private, tetapi itu tidak berarti rumah sakit ini tidak memiliki ruang UGD, bukan?” Selama beberapa detik, wanita di depan Karina itu hanya berdiam diri dan tak langsung menjawab. Ia memandang Karina dengan pandangan tegang, lalu menoleh pada Jared dan tatapannya turun pada si lelaki di dalam pangkuan Jared. “Please. Ini hanya atas dasar kemanusiaan,” ucap Karina. Wanita di depannya kembali mendesahkan napasnya dengan berat hingga kedua bahunya merosot. “Baiklah.” Mendengar gumaman itu membuat Karina mendesah lega. “Thank God,” gumam Karina. Meskipun wanita yang bekerja sebagai staf rumah sakit itu memandang Karina dan Jared dengan pandangan kurang bersahabat, tetapi rasa kemanusiaan mendorong wanita itu untuk akhirnya mengambil langkah. “Ayo, kuantar ke ruang UGD.” Karina mengangguk. “Thank you so much,” ucapnya. Segera ia menoleh dan mengedikkan kepala menyuruh Jared mengikuti mereka. Lelaki itu kembali mendengkus. “You such an i***t!” desis Jared. Lengkap dengan pandangan penuh teror yang ia layangkan kepada Karina. “Yeah,” gumam Karina. Jared pun memberikan tatapan sinis padanya. “Ya, aku memang i***t, terima kasih sudah mengingatkannya.” Karina dan Jared saling menatap. Tentunya lelaki itu memberikan tatapan sinis kepada kekasihnya, dan Karina yang mudah mengalah tak ingin memperdebatkan hal tersebut dan menerima apa pun makian dari kekasihnya. “Hey!” Mendengar seruan itu membuat Jared dan Karina akhirnya melepaskan tatapan mereka. Karina pun langsung menatap ke depan. “This way,” ucap si wanita. Karina mengangguk. Sekilas ia menoleh ke samping lalu menundukkan kepala. “Ayo selesaikan ini,” gumam Karina. Ia berjalan lebih dulu sementara meninggalkan Jared di tempat. Lelaki itu masih terdiam di tempatnya selama beberapa detik. Mematri tatapan pada punggung Karina sambil menahan emosi yang mulai mengacaukan akal sehatnya. “Motherfucker, piece of s**t!” maki Jared. Ia akhirnya menyerah dan mengikuti Karina.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD