WEDDING (2)

970 Words
David masuk disebuah ruangan VIP khusus ditujukan untuk pengantin berganti pakaian sekaligus istirahat di sana. Sebelum masuk, dia bertanya lagi kepada petugas hotel agar tidak keliru. "Ternyata lo, gua kirain siapa masuk gak ketuk pintu," ujar Steven saat David berjalan ke arahnya. "Lo marah gua masuk gitu aja?" tanya David. "Gak,heran aja soalnya gua udah kasih tahu si pelayan hotel tadi untuk gak masuk dan gak ganggu gua di dalam," jelas Steven . "Lo nervous?" tanya David lagi. "Gak tuh. Gua biasa aja." Steven memutar bola matanya, sengaja berdalih padahal dia memang gugup dan gelisah. Ya meskipun ia menganggap pernikahannya ini bukan bagian dari masa depan bahagianya namun ini kali pertama baginya menikahi seorang perempuan di depan banyak orang. Ia harus tampil sempurna dan tidak boleh salah saat mengucapkan ijab kabul di depan penghulu. Malu dong, seorang Steven yang selalu sempurna dalam segala hal harus ditertawakan hanya karena salah ucap. Bahkan sejak kemarin ia berusaha menghafal ijab kabul yang harus ia ucapkan di depan penghulu. "Gimana sama Saskia. Dia gak sedih kan, liat lo nikah sama kakaknya sendiri?" tanya David yang sedikit penasaran dengan hubungan kedua orang itu. "Gua abis ketemu sama dia tadi. Dia nangis depan gua, katanya gak sanggup lihat gua nikah sama Dania," jawab Steven dengan kepala menunduk. Ia ikut sedih mengingat kekasihnya mengeluarkan air mata di depannya beberapa menit lalu. "Salah dia sendiri. Harusnya dia gak perlu nangis depan lo karena dia sendiri ngijinin lo nikah sama Dania. Dia lebih mentingin karirnya ketimbang hubungannya sama lo." David agak kesal mendengar Saskia yang egois, yang memikirkan dirinya sendiri. "Sudahlah. Gak usah dibahas." Tiba-tiba suara ketukan pintu dari luar membuat kedua lelaki itu menoleh. David yang baru saja duduk di samping Steven , berdiri ketika mendengar suara ketukan pintu tersebut. "Siapa?" Steve menyahut. "Ini Mama Steve. Penghulunya udah siap. Ayo cepat ... ini udah jam sepuluh Nak!" kata Nyonya Nirmala diluar ruangan. "Iya Ma. Aku datang!" Steven segera berdiri bersama David. Mereka berdua berjalan keluar menuju sebuah ruangan, di mana akad nikahnya diadakan. Di sana sudah dipenuhi banyak orang yang duduk dikursi di depan penghulu yang sudah duduk di kursinya. David mengambil tempat di kursi depan tepat di samping Saskia untuk melihat sang sahabat mengucapkan kalimat sakralnya. Sementara Steven duduk di kursi, di depan penghulu dan juga Tuan Hardiyata yang akan menikahkannya nanti. Lelaki itu sempat menoleh ke arah Saskia dan melemparkan senyumnya kepada sang kekasih yang menatapnya dengan raut wajah sendu. Namun wajah itu seketika berubah tersenyum. Saskia menutupi kesedihan dibalik senyumnya. Tak lama setelah Steve duduk, Dania menyusul masuk ke dalam ruangan didampingi Kartika disisi kiri kanan pengantin wanita tersebut. Mereka berjalan mendatangi Steven yang sudah duduk. Dan ia melewati kursi yang diduduki Saskia bersama David. Saskia menatap sang kakak dengan penuh kebencian. Dari dulu, ia memang membenci Dania yang selalu mengambil kasih sayang sang ayah dan juga sang mama, padahal Dania bukan anak Kartika, namun kenapa Dania bisa lebih disayang ketimbang dirinya. Dan kalau saja bukan karena karir Ballerinanya, pasti dirinya yang menikah hari ini bukan Dania. Sementara Steven yang duduk diam, kini pandangannya tertuju pada Dania yang berjalan ke arahnya. Ia terpesona melihat Dania memakai gaun pengantin berwarna putih senada dengan setelan jas miliknya. Dania sudah mulai terlihat cantik dimata Steven . Gaun pengantin berwarna putih, membuat tubuhnya terbentuk indah. Ditambah kerudung panjang yang menutupi wajah dan atas kepalanya sampai menjuntai ke belakang membuat Dania terlihat semakin cantik bak seorang putri. Pesonanya hari ini mampu membuat seorang Steven tak bisa melepaskan pandangannya. Padahal kemarin, kemarin Dania memakai gaun cantik ketika prewedding namun baru kali ini Steven merasakan aura kecantikan perempuan itu keluar. Mungkin karena perbedaannya, adalah hari ini hari pernikahannya, sedangkan kemarin hanyalah hari biasa menurutnya. Meski Dania bisa menarik perhatian Steven namun Dania belum bisa mengambil hati Steven sepenuhnya. Lelaki itu masih terbelenggu cinta dari Saskia yang selama ini ia kira perempuan baik-baik. Katanya sih Saskia menerima dirinya apa adanya, walaupun nanti Steven jatuh miskin dan tidak punya apa-apa, Saskia berjanji akan terus disisinya. Itu yang membuat Steven mempertahankan cintanya kepada Saskia. Tidak seperti Dania yang bersedia menikah dengannya karena harta dan status. Ia mengira bahwa Dania adalah perempuan matre seperti yang selalu dikatakan Saskia. Dania pun duduk di samping Steve, dan seketika pula Steve tersadar dari pandangannya yang terus melihat Dania. Ia mulai fokus lagi melihat si penghulu yang sudah siap menikahkannya. Kartika dan Oma Reni juga sudah mengambil tempat di dekat David. Setelah beberapa detik, Dania duduk, si penghulu mulai membaca bismillah, lalu mempersilahkan Tuan Hardiyata menikahkan anaknya dengan Steven . Tuan Hardiyata memegang mic di tangan kirinya dan mengulurkan tangan kanannya di depan Steven , Steven pun menerimanya, siap mengucapkan kalimatnya. "saksi, sah?" sahut si penghulu. "Saaaahhh!" "Alhamdulillah!" sahut si penghulu dan Tuan Hardiyata secara bersamaan. Dania yang sejak tadi duduk di samping Steve, terus menggigit bibirnya sambil memejamkan matanya. Sejak Tuan Hardiyata mengucapkan bismillah, ia sudah melakukan itu. Tak bisa dipungkiri bahwa ia sangat gugup, jantungnya bahkan berdebar dan sesekali ia menarik nafas untuk mengusir rasa gugupnya. Kini ia sudah menjadi seorang istri dari Steven Hardiyata, lelaki asing yang tiba-tiba datang dalam kehidupannya. Bagi orang yang menyaksikan pernikahannya, menganggap bahwa ia perempuan beruntung, namun bagi dirinya tidak, sebab ini hanya pernikahan palsu dimata dirinya dan Steven demi memenuhi keinginan kedua keluarga. Sedangkan Saskia yang mendengar Steven mengucapkan kalimat sakralnya tadi, hanya bisa diam membisu seraya mengepal kedua tangannya. Ia hanya bisa memendam perasaan sakit hatinya tanpa berani mengeluarkannya di depan orang. Ia berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh. Tak bisa dipungkiri bahwa hatinya memang sakit, perih ketika mendengar sang kekasih mengucapkan kalimat sakralnya untuk perempuan lain. Namun bagaimana lagi, ia pun tidak bisa melakukan apa-apa selain diam, dan membiarkan sang kekasih berstatus kakak iparnya. Ia akan bersabar selama enam bulan lalu setelah itu, kebahagiaan akan ia genggam semuanya. Karirnya dan juga lelaki masa depannya akan ia dapatkan kembali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD