Dengan sedikit terengah Yasmin akhirnya sampai di kelasnya, keringat dingin mulai membasahi dahi. Sedikit pelan ia berjalan menuju tempat duduknya, setelah menaruh tas di atas meja ia pun duduk seraya memegangi dadanya mulai terasa nyeri.
Hingga guru mata pelajaran bahasa tiba, lalu memberikan mata pelajaran hari ini Yasmin mencoba untuk melakukan tugasnya selayaknya siswi yang baik. Selain mendengar materi pelajaran, ia juga menulis.
Ketika di tengah Yasmin berkonsentrasi dengan pelajarannya, rasa sakit di dadanya semakin menjadi. Ia terus memegangi dadanya, dan berharap rasa sakit yang ia rasakan akan cepat hilang.
'Pa, d**a Yasmin sakit sekali," lirih Yasmin, seraya memegangi dadanya.
Harapan Yasmin tidak menjadi nyata, karena waktu istirahat tadi ia melewatkan makan siangnya dan juga ia tidak meminum obatnya tepat waktu. Tadi ia juga sempat kelelahan karena berlari.
Wajah yang pucat, dan keringat dingin terus mengalir bahkan terasa di punggungnya keringat dingin itu mulai membasahi baju dalaman miliknya.
Yasmin sudah tidak kuasa menahan rasa sakit di dadanya, sebelum pandangannya mulai mengabur ia masih mendengar suara teman sebangkunya.
"Yasmin! Kenapa kamu pucat sekali, dan ini? Kenapa keringat di wajah kamu banyak sekali, apa kamu sakit?" tanya Rere, sambil menunjuk wajah Yasmin.
"Aku tidak apa-apa," jawab Yasmin lirih.
Rere yang melihat keadaan Yasmin tidak seperti biasa, berniat memberitahu gurunya. Namun, niatnya terhenti ketika ia di kejutkan kalau Yasmin tiba-tiba pingsan.
"Bu Guru! Yasmin, Bu," teriak Rere, dan mengejutkan seluruh siswa dalam kelas.
Guru yang tengah menulis di papan langsung membalikkan badan, ketika mendengar suara keras salah satu muridnya. Guru itu langsung berlari menghampiri meja Yasmin dengan terburu, guru itu tahu akan penyakit yang di derita Yasmin.
"Sini biar Bu Guru gendong dan bawa dia ke UKS, sekarang cepat pergi beritahu kepala sekolah untuk memberitahu orang tua Yasmin. Cepat," ucap Bu Guru dengan nada cepat seraya menggendong Yasmin.
Rere yang mendapatkan amanat langsung berlari ke ruang kepala sekolah, untuk menyampaikan pesan dari gurunya tadi.
***
Di dalam ruang rapat terlihat Pak Baron tengah diliputi kemarahan, ketika ia baru saja selesai membaca beberapa berkas laporan yang di terima dari asisten pribadinya. Yang tidak lain orang kepercayaannya.
Brakk!
''Apa ini cara kerja kalian selama ini, hah. Kenapa banyak kejanggalan dalam laporan ini?"
"Banyaknya uang perusahaan yang keluar, tidak sebanding dengan pemasukan," ucap Pak Baron dingin, sifat lembutnya ketika ia bersama istri dan putrinya. Berubah 180 derajat jika ia tengah berada di kantornya.
Meskipun Pak Baron tahu, siapa dalang di balik semua kekacauan dalam perusahaannya yang tidak lain adalah adiknya sendiri. Tetapi ia berusaha menutupi, dan berusaha mengontrol emosinya.
Pak Baron berharap adiknya akan sadar, lalu mengembalikan uang perusahaan yang di koropsinya. Ketika ia marah dalam rapat sekarang, sungguh ia berharap adiknya tidak berulah terus menerus.
"Apa di antara kalian tidak ada yang mau mengakui, atas penggelapan uang perusahaan selama ini. Atau kalian lebih senang, kalau aku melibatkan polisi dalam kasus korupsi saat ini," gertak Pak Baron.
Ketika Pak Baron tengah mengancam beberapa karyawan kantornya, tiba-tiba ia di kejutkan dengan dering suara ponselnya. Ia sedikit mengernyit dan juga tanya, ketika melihat nama dalam layar ponsel itu.
'Kenapa kepala sekolah Yasmin menghubungiku, apa terjadi sesuatu pada Yasmin,' batin Pak Baron kalut.
Pak Baron dengan cepat menekan tombol hijau di layar ponselnya, saat ingin mengucapkan salam ia di kejutkan dengan kabar keadaan putri kecilnya.
"Siang Pak Baron, tolong cepat datang ke sekolah. Yasmin pingsan," ucap kepala sekolah lewat sambungan telepon.
"Apa!! Yasmin pingsan, sekarang bagaimana keadaannya. Lalu istri saya ada di mana?" kaget sekaligus panik, Pak Baron berteriak menjawab ucapan kepala sekolah Yasmin.
"Saya tidak tahu kenapa Yasmin bisa pingsan, saat ini dia telah di bawa ke ruang UKS oleh guru yang mengajar tadi. Sedangkan istri Anda saat ini tengah menemani putri Anda," jelas kepala sekolah.
Setelah mendapatkan penjelasan dari kepala sekolah, tanpa membalas ucapan lagi Pak Baron langsung memutuskan sambungan telepon.
"Yudi! Urus semua ini, dan pastikan siapa pun yang menggelapkan uang perusahaan mendapatkan hukuman yang setimpal!" titah Pak Baron, sambil berlalu meninggalkan ruang rapat.
"Baik, Pak," patuh Yudi.
Pak Baron berlarian menuju loby kantornya, sedangkan sang supir sudah siap menunggu. Setelah masuk Pak Baron dengan diliputi perasaan khawatir, memerintahkan sang supir menjalankan mobil dengan sedikit kecepatan.
"Cepat jalankan mobilnya, kita ke sekolah Yasmin!"
"Baik, Pak."
Sang supir langsung menyalakan mobil lalu mengendarainya dengan sedikit kecepatan, berhubung masih pukul 09:30 pagi. Kendaraan tidak terlalu padat, jadi memudahkan supir Pak Baron mengendarai mobil.
Tidak butuh waktu lima belas menit, mobil Pak Baron memasuki gerbang sekolah Yasmin. Setelah mobil berhenti Pak Baron turun dengan terburu, bahkan membuka pintu dengan kasar tanpa menutup kembali.
Di luar mobil sudah terlihat kepala sekolah sedang menunggu Pak Bagas, lalu mengarahkan ke ruang UKS.
"Pak Baron, mari ikuti saya,'' ucap kepala sekolah menuntun langkah menuju UKS, dengan sedikit berlari.
Pak Baron hanya diam saja, tanpa menjawab ia mengikuti kepala sekolah Yasmin. Tidak sampai lima menit ia dan kepala sekolah sampai di ruang UKS, di kursi terlihat Bu Silia sedang menangis sambil memegang tangan mungil putrinya.
"Sayang, kenapa Yasmin bisa seperti ini?" tanya Pak Baron dengan rasa ingin tahunya, seraya membelai puncak kepala putrinya dengan sayang.
"Aku tidak tahu, Mas. Tadi waktu istirahat aku izin ke ruang kepala sekolah, dan kembali ke kelas setelah mendapatkan berita jika Yasmin pingsan di kelas," jawab Bu Silia dengan terisak.
"Aku menyesal tadi meninggalkan dia walau hanya sebentar, hiks ...."
"Kita bawa Yasmin ke rumah sakit sekarang, dalam perjalanan ke rumah saja kita hubungi Hari," ucap Pak Baron seraya langsung membopong putrinya.
"Iya Mas benar, kita bawa dia ke rumah sakit sekarang biar cepat mendapatkan penangan. Aku takut jika jantungnya kambuh dan mengakibatkan dia pingsan," jawab Bu Silia patuh, seraya mengikuti langkah suaminya. Namun, dalam hatinya kini di selimuti rasa khawatir.
"Saya bawa putri saya ke rumah sakit dulu, terima kasih sudah mengabari saya," ucap Pak Baron sebelum keluar dari ruang UKS pada kepala sekolah.
"Iya sama-sama, Pak Baron. Saya doakan Yasmin lekas sehat dan bisa masuk ke sekolah kembali," jawab kepala sekolah.
Sampai di depan sekolah, supir dengan cepat membuka pintu mobil. Pak Baron memasuki mobil dengan sedikit pelan karena ia masih membopong putrinya.
Setelan Pak Baron duduk, Bu Silia masuk lalu duduk di samping suaminya. "Hubungi Hari sekarang, biar saat kita sampai di rumah sakit dia sudah tahu kalau kita dalam perjalanan ke rumah sakit," suruh Pak Baron seraya menoleh ke arah istrinya.
Bu Silia yang mengerti langsung menghubungi sahabat yang merangkap sebagai dokter Yasmin.
Drrrttt
Hari
"Hallo Sil, ada apa nelepon?"
"Hari! Kita lagi dalam perjalanan ke rumah sakit sekarang, Yasmin pingsan di sekolah. Aku tidak tahu kenapa dia bisa pingsan tadi, hiks."
"Apa! Yasmin pingsan, kok bisa? Baiklah aku mengerti, akan kutunggu kalian di lobby rumah sakit."
"Terima kasih, Hari."
"Jangan ucapkan itu, kita sahabat Silia jadi kamu jangan sungkan. Aku tahu kalian saat ini pasti sangat khawatir, jadi kalian harus kuat setiap kali Yasmin tiba-tiba drop. Aku yakin Yasmin hanya kelelahan, dan tidak minum obat tepat waktu tadi," tebak Dokter Hari.
"Mungkin saja, soalnya pas istirahat tadi aku tidak menemaninya. Karena aku sedang menemui kepala sekolah Yasmin, tahu-tahu aku di kejutakan Yasmin pingsan saat mengikuti pelajaran di sekolahnya tadi," ucap Bu Silia sedih, ketika mengingat kecerobohannya tadi.
"Sudahlah Sil, jangan sedih terus. Kita doakan saja semoga Yasmin tidak apa-apa, kamu dan Baron harus kuat. Ya sudah aku tutup dulu, karena aku harus menyiapkan ruangan khusus untuk Yasmin," izin Dokter Hari.
Tut.
Setelah mengucapkan itu, Dokter Hari langsung menutup sambungan telepon, lalu berlari ke luar ruangannya untuk menyiapkan ruangan khusus yang di maksud adalah ruang ICU. Untuk memeriksa keadaan Yasmin nanti.
Tiga puluh menit kemudian mobil Pak Baron memasuki pelataran salah satu rumah sakit terbaik di Jakarta dengan fasilitas lengkap untuk penderita jantung.
Setelah mobil berhenti di lobby rumah sakit, Bu Silia dan Pak Baron langsung keluar dari mobil. Dokter Hari pun sudah menyambut kedatangan dua sahabatnya itu, dengan di dampingi 2 orang perawat.
"Baringkan Yasmin di sini," suruh Dokter Hari, seraya menunjuk brankar dorong rumah sakit.
Pak Baron langsung membaringkan putri kecilnya dengan lembut di tempat tidur dorong itu, sedangkan Bu Silia hanya terus terisak di samping suaminya.
"Apa Yasmin dari tadi belum sadar?"
"Sudah sadar tadi saat di mobil, dia bangun cuma sebentar setelah minta minum dia tertidur dan mengeluh dadanya sakit," jawab Pak Baron menjelaskan.
"Syukurlah kalau dia tadi sudah sadar."
"Har, berikan perawatan yang terbaik untuk Yasmin. Aku tidak peduli dengan semua p********n rumah sakit, yang terpenting Yasmin sehat dan cepat pulih," mohon Pak Baron sambil menyentuh pundak kanan.sahabatnya.
"Tentu saja aku akan berusaha melakukan yang terbaik untuk Yasmin, dia putrimu. Sama juga seperti putriku sendiri, jadi aku akan melakukan apa pun untuknya," jawab Dokter Hari mantap, seraya menenangkan keresahan hati Pak Baron.
"Terima kasih, Har," ucap Pak Baron tulus.
"Iya, sama-sama," jawab Dokter Hari serasa tersenyum hangat.
Setelah bercakap sebentar Dokter Hari mulai melangkah mengikuti Yasmin yang di dorong oleh dua orang suster. Begitu pun Pak Baron dan Bu Silia juga mengikuti putrinya.
Pak Baron dan Bu Silia hanya bisa mengikuti sampai di depan ruang ICU, sedangkan Dokter Hari saat ini sedang melakukan tugasnya memeriksa keseluruhan tubuh Yasmin.
Tubuh kecil itu di berikan beberapa alat pacu jantung untuk memeriksa keadaan Yasmin, dan benar tebakan Dokter Hari jika Yasmin kelelahan mengakibatkan tubuh kecil itu drop.
Setelah memastikan keadaan Yasmin mulai stabil, Dokter Hari keluar dari ruangan ICU untuk menemui kedua sahabatnya yang sedang mengkhawatirkan putri kecil mereka.
Benar saja saat Dokter Hari keluar ia bisa melihat Pak Baron sedang mondar mandir, seraya meremas kedua tangannya.
"Hari! Gimana keadaan Yasmin sekarang?" tanya Pak Baron dengan tidak sabarannya setelah melihat sahabatnya keluar dari ruang ICU.
"Syukurlah keadaan Yasmin mulai membaik, aku akan memantau keadaan selama duapuluh empat jam. Setelah memastikan dia tidak apa-apa, dia akan di pindahkan ke ruang perawatan. Satu lagi, Yasmin dalam seminggu ini biarkan istirahat di sini saja."
"Takutnya kalau di rumah dia malah nggak bisa diam karena aktif bermain, akhirnya kelelahan dan drop lagi 'kan kasihan," Dokter Hari menjelaskan dan memberikan saran agar Yasmin di rawat di rumah sakit.
"Yang menurutmu baik saja, Har. Kami nurut," jawab Bu Silia.
"Benar kata Silia, apa pun yang terbaik untuk Yasmin kami ngikut saja," sambung Pak Baron menyetujui.