3. Gadis Dalam Lukisan

1059 Words
Kali ini Cristian tak dapat berkata-kata. Kembali melihat lukisan tergantung di dindingnya. Betapa janggal hal ini bagi mata yang baru bangun itu? Sudah sangat jelas Cristian menaruhnya di rubanah dalam keadaan sadar. “Ha ... haha.” Cristin tertawa canggung sembari memangku dagu dengan jemari tangannya. Sekali lagi, Cristian mencopot paksa lukisan dari dinding. Apakah ia akan menaruh lukisan di rubanah lagi? Atau di tempat lain? Lagi-lagi Cristian membawa lukisan itu ke rubanah. Pria tinggi berkulit putih itu mencari-cari sebuah brangkas besi yang sudah ia tinggalkan dalam rubanah ini. “Kalau kau tergantung lagi di dinding kamarku besok, lihat saja apa yang bisa aku lakukan padamu,” ujarnya. Menanggapi kejanggalan ini dengan tenang. Namun, jika besok pagi lukisan itu kembali tergantung di kamarnya, apakah Cristian masih bisa setenang sekarang ini? Cristian meninggalkan lukisan dalam sebuah brangkas yang ia kunci rapat-rapat. Tidak ada satu orang pun yang mengetahui kode sandi dari brangkas. Ia juga mengunci rubanah lalu meletakkan kunci di dalam laci kamarnya. Sudah dua kali kejanggalan ini terjadi. Akan tetapi, Cristian masih mencoba untuk tenang. Ia tidak percaya jika ada hantu yang memasang lukisan tersebut. Cristian adalah pria yang tidak percaya dengan makhluk astral seperti hantu. Menurutnya, mereka tidak pernah ada. Seperti biasa, ia melanjutkan aktivitas pagi. Setelah selesai mandi. Ia menuju meja makan yang sudah berisi menu sarapannya. Tentunya setiap hari, Cristian sarapan sendiri. Makan siang pun sendiri, tetapi kadang-kadang ia pergi dengan teman-temannya. Mengusap tengkuknya karena merasa ada yang aneh. Selama ini, Cristian sangat acuh. Tiba-tiba ia menjadi sensitif karena sebuah lukisan yang bisa memajang dirinya dalam kamar. Sebelum keluar dari Vilanya, Cristian menengok ke arah rubanah. “Mungkin hanya perasaanku saja. Atau aku harus bertemu dengan dokter?” *** Hari ini Cristian memutuskan jalan-jalan di sekitar Villa. Pria ini dari tahun ke tahun tetap saja penyendiri. Tak seperti kebanyakan teman-temannya yang selalu ceria dan mudah bergaul. Cristian adalah yang paling sulit untuk bergaul. Meskipun begitu teman-temannya tetap menyayangi pria berusia 23 tahun ini. “Hanya sebuah lukisan Sudah mampu membuat pikiranku kacau.” Gerutunya. “Malam ini ....” Cristian tersenyum miring. Jika dugaannya benar, maka ia harus siap-siap menghancurkan lukisan itu. Lanjut melangkahkan kakinya, tiba-tiba sebuah sosok tak begitu jelas berkelebat. Cepat-cepat netra biru safir itu mencari-cari bayangan sang sosok tak jelas. Tidak ada. Hanya sepintas netra Cristian tak dapat lagi menemukan bayangan sosok itu. Akan tetapi, ia yakin kalau seseorang baru saja melintas di bawah pohon mangga. “Ada orang di sana?” Cristian pelan-pelan melangkah, netranya masih mencari-cari keberadaan sosok. Ia kelilingi batang pohon mangga, tetapi tak menemukan siapa pun. “Mataku bermasalah?” Cristian menggeleng. Tidak mungkin matanya bermasalah. Mungkin saja ia berhalusinasi karena terlalu banyak memikirkan lukisan gadis itu. Mengambil ponsel, ia putuskan menelepon Radika. Mungkin temannya bisa membantu perihal ini. “Ada apa, Crist?” “Rad, aku mendapatkan hadiah di ulang tahunku—” Belum sempat menjelaskan, tetapi Radika tertawa dan membuat Cristian tak melanjutkan lagi ucapannya. Tawa Radika membuatnya agak risi. “Tentu saja kau mendapatkan banyak hadiah pada hari ulang tahunmu. Apa perlu kau mengatakannya padaku?” “Bisa dengarkan aku sebentar?!” nada Cristian terdengar serius, sehingga Radika berhenti tertawa. “Kau bisa katakan sekarang,” ujarnya. “Aku mendapat sebuah lukisan seorang gadis, tapi aku tidak tahu siapa pengirimnya—” “Pak Radika, rapat akan segera dimulai.” Cristian bisa mendengar suara sekretaris Radika. Agaknya ia belum bisa bercerita pada sahabatnya itu. “Rad, lanjutkan saja rapatmu. Dan lupakan saja apa yang aku katakan tadi.” “Kita lanjutkan nanti, Crist. Aku akan datang ke Villa kalau sudah tidak sibuk.” *** Malam telah menjumpai lagi. Cristian masih terduduk di tepi ranjang. Melihat lekat pada pintu kamarnya. Sudah pukul dua belas malam, netra biru safir masih cerah. Tak ada tanda-tanda kantuk melanda. Sampai pada pukul satu dini hari, netra biru safir melemah. Kelopak matanya menutup setiap sekian detik. “Tidak bisa begini.” Cristian bangkit. Tersenyum miring, lalu naik ke ranjangnya. Ditutupinya seluruh tubuh dengan selimut. Di dalam sana, Cristian memejamkan mata, tetapi berusaha untuk tidak tertidur. Ia harus menangkap basah misteri di balik lukisan. Pada saat ia hampir tertidur, ia masih dapat merasakan sesuatu naik ke atas ranjangnya. Seketika itu, kantuknya hilang. Cristian adalah seorang pria. Jadi rasa takut itu, tak seperti rasa takut seorang gadis. Meski badannya menegang di dalam selimut itu. Seseorang seperti membuka selimut guna memperlihatkan wajahnya. Sebisa mungkin Cristian tak membongkar penyamarannya yang pura-pura tidur. Elusan pada pipinya dapat Cristian rasakan amat nyata. Tangan yang mengelusnya terasa lembut. Siapa gerangan sang pemilik tangan? Cristian tak dapat lagi menahan guncangan dalam dirinya, sehingga matanya terbuka tiba-tiba. Membuatnya bisa melihat dengan jelas sang pemilik tangan. Rambut hitam bak malam gulita. Kulit putih bersih. Wajah cantik dengan iris zamrud yang pernah ia lihat sebelumnya. Tidak mungkin! Mustahil! Cristian pasti sudah bermimpi. Ia sudah ada dalam mimpi saat ini. Cristian menutup paksa matanya. Berpikir kalau ia sudah ada dalam alam mimpi. “Bangun. Buka matamu,” ujar sebuah suara dari atasnya. Perlahan-lahan Cristian mengikuti ucapan tersebut. Membuka matanya lagi, ia tetap melihat sang gadis. Gadis dalam lukisan. “Kau sudah melihatku sekarang. Jadi aku tidak akan bersembunyi lagi,” ucapannya dengan senyum manis terpasang pada wajah jelita itu. Pria di bawahnya tampak menelan saliva, netra biru safir menatap lekat pada sang gadis. Tidak lama kemudian, sebuah teriakan kencang menggema di dalam kamar. Sang gadis dibuat melompat oleh teriakan Cristian yang tiba-tiba. “Ah!!!” Gadis itu menutup telinganya. Akan tetapi teriakan selanjutnya kembali diluapkan. Tak ada pilihan, tangannya menyumpal mulut Cristian. “Hmmm! Hmmm!” “Berhenti berteriak!” Menganggukkan kepala, seraya sorot matanya tak lepas dari gadis itu. Setelah dilepaskan oleh sang gadis, Cristian melompat dari ranjang. Oh, ya, ia adalah seorang laki-laki. Namun, sekarang tak apa merasa takut. Beruntung tidak ada bawahannya yang mengetahui atau melihatnya barusan. Hanya si gadis itu saja. “Kau siapa?” “Aku?” gadis itu mendekati Cristian bersamaan dengan Cristian yang menjauh. Tangan sang gadis menunjuk pada sebuah lukisan yang tergantung di dinding. Mata Cristian mengarah pada lukisan tersebut. Akan tetapi, itu merupakan sebuah lukisan kosong lantaran sang gadis telah keluar dari tempatnya. “K-kau ....” secara bergantian, Cristian mengamati sang gadis dan lukisan kosong. “Tidak mungkin!” “Apanya yang tidak mungkin?” sang gadis telah berada di depan Cristian. Detik kemudian, kelopak mata Cristian mulai terpejam dan ia jatuh pingsan dibuatnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD