Ayisha Mahadewi dan Sepatu Terbang

1521 Words
Ada sesuatu yang berbeda di kelas 11 MIPA 1 hari ini karena ada siswi baru pindahan dari Surabaya. Gadis ini ikut ayahnya yang dimutasi ke kantor baru. Nama siswi baru itu adalah Ayisha Mahadewi dan nama panggilannya adalah Ayisha atau Maha. Satu hal yang menarik dari gadis ini adalah dia berbeda dengan yang lain, dia berkulit putih dan berambut pirang.  Pada awalnya pihak sekolah tidak mau menerimanya karena rambutnya yang pirang tetapi pihak keluarga Ayisha berhasil meyakinkan bahwa anaknya itu murni berambut pirang, bukan karena diwarnai. Ada gen ibunya yang keturunan Ibunya yang berkebangsaan Amerika melekat kepada Ayisha. Satu hal yang menarik lainnya adalah dia duduk bersama dengan Amanda, siswi yang selama ini hanya duduk seorang diri karena tak ada satupun teman sekelas yang bersedia menjadi teman duduknya. Tentu saja gadis bertubuh gempal itu sangat gembira sekali karena mendapatkan teman sebangku, terlebih dia itu cantik dan berambut bule pula. Sebagai siswi baru tentunya Ayisha membutuhkan bimbingan untuk mengetahui tempat-tempat penting di SMA Pilar Bangsa itu, tentu saja sebagai teman barunya Amanda bersedia menunjukkan teman-tempat vital di sekolah seperti, ruang guru, toilet dan kantin. Walaupun mempunyai wajah khas luar negeri, Ayisha sudah lancar berbahasa Indonesia karena memang dia sudah setahun tinggal di Indonesia bersama dengan Papanya. Gadis berambut pirang itu cepat sekali menjadi viral di lingkungan sekolah dalam setengah hari, pasti karena cantik dan rambut pirangnya itu. Sepuluh menit jelang bel istirahat berakhir, Amanda mengajak Ayisha untuk kembali ke kelas. Sebagai siswi baru yang belum mengerti dengan aturan sekolah, gadis bule itu mengikuti saja dengan ajakan gadis bertubuh gempal itu. Beberapa siswa yang berpapasan dengan kedua siswi yang ibarat kutub berlawanan itu menyempatkan menyapa walau hanya sekadar mengucapkan kata ‘hai’, beberapa di antaranya memaksakan diri untuk mengenalkan diri dan memberikan nomor kontaknya di atas secarik kertas. Tentu saja untuk menghargai mereka Ayisha menerima apa yang mereka berikan walau pada akhinya kertas-kertas yang diberikan itu masuk ke tempat sampah. Kurang dari sepuluh meter lagi mereka akan tiba di kelas 11 MIPA 1, tiba-tiba Amanda menghentikan langkahnya saat dia menangkap sesosok pemuda berdiri di depan pintu kelas sambil berbincang dengan Natasya. Gadis bertubuh gempal itu segera menyembunyikan tubuhnya di balik tembok kelas yang sudah mereka lalui tadi. Ayisha heran dengan apa yang dilakukan dengan teman sebangkunya itu, dia menatap kelakuan teman sebangkunya itu yang menurutnya aneh. “Mel, sini, “ kata Amanda setengah berbisik. Ayisha melangkah mendekati teman duduknya itu. “Ada apa sih, Manda?” gadis pirang itu mengerutkan dahinya tidak mengerti. “Sini aja dulu, nanti aku ceritakan,” kata gadis gendut itu. Ayisha akhirnya melangkah mendekati Amanda walau dia tidak tahu alasannya mengapa. Amanda mengintip apa yang terjadi di depan kelasnya itu, mengapa Kak Arios ada di sana dan berbincang dengan Natasya? Apa mereka saling mengenal? Atau jangan-jangan ada hubungan kekasih di antara mereka atau mungkinkah mereka sudah menikah? Gadis bertubuh gempal itu berdialog dengan dirinya sendiri, matanya mengintip ke arah dua orang berbeda tingkat kelas sedang berbincang dengan serunya. Ada bara cemburu yang membakar d**a Amanda. “Oh, cowok itu ya, Manda?” kata gadis berambut pirang itu dari sampingnya. Amanda menoleh ke arah Ayisha, tak sadar dia memberikan anggukan sebagai jawaban. Terdengar bel meraung keras, menandakan jam istirahat sudah selesai. Siswa-siswi SMA Pilar Bangsa mulai berbondong-bondong untuk kembali ke kelas masing-masing. Amanda melihat jam di ponselnya lalu melihat apakah Arios masih ada di depan kelasnya atau tidak. Ayisha memperhatikan kegelisahan yang dilakukan oleh teman duduknya itu. Sebenarnya gadis berambut pirang itu ingin bertanya dengan apa yang dilakukan oleh Amanda, namun dia merasa kurang tepat jika ditanyakan sekarang. “Akhirnya ….” Sebuah  napas lega terlihat dihembuskan gadis bertubuh gempal itu setelah menyempatkan mengintip kembali ke depan kelasnya. Ayisha ingin tahu juga apa yang terjadi, dia mengikuti apa yang dilakukan Amanda tadi, ternyata sudah tidak ada pemuda yang tadi sedang berbincang di depan kelas. Di depan kelas itu kini hanya ada Natasya dan teman-teman satu gengnya. “Yuk, kita ke kelas, Mel,” ajak gadis bertubuh gempal itu akhirnya, Ayisha mengangguk mengiyakan. Kedua gadis yang sangat bertolak belakang itu berjalan bersisian menuju ke kelasnya, jika dilihat dari adanya teman-teman sekelas yang masih ada di luar itu berarti guru mata pelajaran selanjutnya belum datang. “Dut, tadi ada yang cari lo,” kata Natasya saat mereka hampir tiba di ambang pintu. Amanda berhenti dan menoleh ke arah sumber suara itu, tetapi dia tidak ada niat untuk menanggapinya karena pasti kelanjutannya adalah dia akan di-bully. “Woy, Gendut! Diajak ngomong diam bae lo, budeg ya?” kata Natasya lagi kini dengan nada suara tinggi. Ayisha menggelengkan kepalanya dengan kelakuan teman sekelasnya yang bahkan dia belum tahu siapa namanya. Amanda menghela napas panjang, dia enggan sekali melayani apa yang dilakukan Natasya, terlebih di hari ini. “Iya, terima kasih Natasya atas pemberitahuannya,” kata Amanda akhirnya dengan memaksakan sebuah senyum di mulutnya. “Lo enggak nanya dicari siapa? Emangnya lo udah tahu?” kata Natasya masih dengan nada tinggi. “Oh iya, siapa yang cari gue, Nat?” kata Amanda berusaha mengikuti skenario yang dimainkan oleh Ketua Kelas 11 MIPA 1 itu, walaupun dia sudah tahu jawaban dari pertanyaannya itu. “Lo dicari Kak Arios, Mantan Ketua OSIS tahun kemarin. Punya utang lo ya sama dia?” Kalimat yang diucapkan oleh Natasya disambut gelak tawa teman-temannya, Amanda menghela napas panjang, lalu melanjutkan langkahnya. Gadis itu tidak ingin memperpanjang apa yang dilakukan oleh Ketua Kelas 11MIPA 1 itu karena percuma saja dia tetap yang akan kalah.   Natasya gemas dengan apa yang dilakukan oleh Amanda, dia merasa diabaikan oleh gadis bertubuh gempal itu. Sebuah sepatu tiba-tiba mengenai kepala Amanda dengan cukup keras, dia agak pusing setelahnya. Seisi kelas melihat apa yang dilakukan oleh Natasya itu, beberapa dari mereka menggelengkan kepalanya dengan kelakuan gadis bermata sipit itu yang sudah keterlaluan. Ayisha menghela napas dalam, dia sebal sekali dengan apa yang terjadi tepat di depan matanya barusan. Walaupun dia baru mengenal Amanda hari ini, tapi dengan alasan apapun yang dilakukan oleh Natasya sudah tidak bisa ditolerir lagi. Gadis berambut pirang itu meraih sebelah sepatu milik Natasya yang tergolek di atas lantai, lalu bersiap melemparkan kembali alas kaki milik Ketua Kelas itu ke arah si pelempar. Amanda yang melihat apa yang dilakukan oleh Ayisha segera mencegahnya, dia mengambil sepatu itu dari tangan Ayisha. “Jangan, Ay,” cegah gadis bertubuh gempal itu. “Mengapa? Aku gemas melihatnya. Aku enggak paham mengapa kamu kuat sekali diperlakukan seperti itu tapi enggak marah.” “Sudah, nanti aku ceritakan alasannya,” Amanda menjatuhkan sepatu Natasya yang tadi ada di tangannya ke atas lantai. “Woy! Bawa kemari sepatu gue, Gendut!” perintah Natasya. Amanda tak hirau dengan apa yang dikatakan oleh Ketua Kelas bermata sipit itu, dia sudah berjalan menjauh menuju ke tempat duduknya. Apa yang dilakukan oleh gadis bertubuh gempal itu kian membuat Natasya gemas, dia mencopot sepatunya yang sebelah lagi dan bersiap melemparkannya. “Assalamualaikum.” Terdengar suara seseorang yang berwibawa. Ucapan salamnya dijawab serentak hampir oleh semua siswa dan siswi kelas 11 MIPA 1.  Natasya dan teman-teman satu gengnya segera berjalan cepat menuju kursi masing-masing, Ketua Kelas bermata sipit itu menyempatkan diri untuk meraih sepatunya yang masih tergolek di atas lantai. Kelas hening setelah guru mata pelajaran yang akan mengajar setelah jam istirahat itu duduk di atas singgasananya di depan kelas.  Guru muda itu membuka absensi kelas dan menyalin nama-nama siswa yang tidak hadir hari ini ke buku absensi miliknya. “Aku akan tuangkan apa yang terjadi hari ini ke dalam n****+,  Natasya akan aku ubah menjadi sosok jahat seperti Nenek Sihir, pokoknya akan aku bully habis-habisan di n****+ dia itu,” kata Amanda dalam hatinya dengan geram. “Aku enggak rela kamu diperlakukan seperti itu, Manda,” kata Ayisha setengah berbisik ke arah gadis bertubuh gempal yang ada di sebalah kirinya. Amanda memberikan kode kepada teman duduknya untuk tidak bicara dulu karena sedang diabsen oleh guru mata pelajaran. Gadis bertubuh gempal itu meletakkan telunjuk tangan kanannya di atas bibir. “Tapi mengapa kamu diam saja? Aku yakin sekali kamu sering diperlakukan seperti ini, aku yakin ini bukan pertama kalinya kan, Manda?” Gadis bertubuh gempal itu mengulang kembali apa yang dilakukannya tadi, dia berharap teman sebangkunya itu tidak membahas dulu apa yang terjadi barusan. “Aku akan memberitahukannya sepulang sekolah nanti, akan aku ceritakan semuanya nanti, Ayisha,” janji gadis bertubuh gempal itu. “Siapa itu berisik saja di belakang? Kalau enggak mau ada di kelas silahkan keluar saja.” Terdengar suara dari depan kelas memperingatkan, ternyata suara Amanda terdengar ke telinga guru mata pelajaran itu. Hal itu dikarenakan  suasana memang sedang hening, hanya ada satu dua peserta didik saja yang mengangkat tangan atau mengucapkan ‘hadir, Pak’ Amanda menelan ludah terlebih hampir semua penghuni kelas menoleh ke arahnya. Gadis bertubuh gempal itu lalu tersenyum ke teman duduk sebangkunya itu, Ayisha ikut tersenyum karena malah yang memberitahukannya yang terkena marah bukan dirinya. Natasya melihat kelakuan kedua duo di pojok itu dengan gemas, masih ada bara amarah di dalam dadanya dengan apa yang telah terjadi sebelum guru datang. Terlebih saat melihat anak baru itu berniat membalas lemparan sepatunya. “Aku akan membuat perhitungan kepada mereka sepulang sekolah,” ancam Natasya dalam hatinya, tangannya mengepal menahan marah.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD