Bab 9. Terkena Serangan Jantung

1022 Words
BAB 7. KAMU KENA 'HEART ATTACT' . . "Ais balik dulu ya, Mas," kata Aisyah enggan memperkeruh keadaan. Dia mengajak Bik Asih untuk pulang bersamanya. Aisyah menyadari kalau mantan madunya itu sekarang mulai menunjukkan tajinya. Ahmad hanya bisa mengangguk pasrah. Ada rada tak nyaman yang dia rasakan melihat mantan istrinya. Dia tahu, menyesalpun percuma. Ahmad juga menjadi tak enak hati kepada Aisyah. Hanya wanita itu yang sigap mengurus ini dan itu perihal keberadaan uminya di rumah sakit ini. Dia yang merupakan anak malah tidak bisa diandalkan. Dan kini, saat semua sudah bjsa diatasi istrinya datang dan mengusir Aisyah. Bukankah mereka berdua sangat tidak tahu diri? batin Ahmad lagi. Aisyah berlalu dari ruang rawat mantan ibu mertuanya tanpa perlu berpamitan kepada Nesya. Buat apa? Masih didengar oleh pendengarannya percekcokan pasangan itu dari dalam kamar rawat mantan mertuanya. Ya, mantan. Nesya benar, dia sudah menjadi orang luar bagi Umi dan mas Ahmad. Kepalanya menunduk menyadarinya. Lengannya dibelai lembut sama Bik Asih yang mengerti sekali kegundahan hatinya. "Sabar ya, Neng," hibur bik Asih. Aisyah hanya mengangguk tanpa perlu menjawab perkataan Bik Asih. "Mas, aku nggak mau ya kalau Mbak Ais masih ada sekitaran Mas," bentak Nesya yang memang moodnya terjun bebas setiap melihat kedekatan suaminya dengan sang mantan terindah. Apalagi mengingat sifatnya yang berkebalikan dengan mantan madunya itu. Ada ketakutan jikalau sang suami terjebak dengan KLBK (Kisah Lama Belum Kelar) antara keduanya. Nesya hanya ingin suaminya untuk dirinya sendiri. Dia tak mau berbagi kasih suami dengan wanita manapun, bahkan jika itu ibu mertuanya sendiri. Sebisa mungkin dia ingin menyingkirkan sang ibu mertua. Sayang sekali tingkahnya ketahuan oleh mantan madunya. Namun seorang Nesya tak kenal artinya menyerah. Pasti ada lain kali, dan ia akan memastikan semuanya berjalan dengan baik. "Kamu tahu sendiri kan kalau Ais sangat menyayangi Umi, jadi Mas nggak bisa ngelarang dia merawat Umi," ujar Ahmad dengan kontrol diri yang kuat supaya tidak terpancing emosi akan sikap keterlaluan sang istri. Dia berfikir mungkin perubahan Nesya karena hormon kehamilan sang istri. "Hallah alasan aja, bilang aja Mas masih berharap bisa rujuk kan sama Mbak Ais. Mas nyesel kan udah nyeraiin dia!" omel Nesya dengan nafas memburu. "Sayang, tenanglah! Kini cuma kamu wanita di hati Mas," ucapan Ahmad lebih terdengar seperti omong kosong di telinga Nesya. Dia masih melihat dengan jelas binar kekaguman yang tersorot dari mata suaminya untuk mantan istrinya itu. "Aku pegang ucapan Mas, karena kalau Mas macem-macem, aku akan gugurin anak ini," ancam Nesya membuat Ahmad pucat pasi. Dia tak menyangka ucapan laknat seperti itu keluar dari mulut istrinya. Apa dia tidak tau berapa lama Ahmad menunggu kedatangan bayi itu, dan dengan mudahnya istrinya itu ingin melenyapkannya. "Apa-apaan kamu Nesya!" berang Ahmad, kesabarannya sudah berada di titik nadir. "Apa? Kan, aku bilang kalau Mas macem-macem. Kalau Mas nggak aneh-aneh sama mantan Mas itu, Nesya juga akan tetap mempertahankan bayi kita. Jadi semua terserah Mas!" Tanpa sedikitpun rasa bersalah dia berargumen. Telapak tangan Ahmad sudah terkepal sempurna di samping tubuhnya. "Udah deh Mas, sejak kita tiba di sini. Kita jadi sering banget berantem," ucap Nesya yang malah menyalahkan Aisyah. Padahal dialah yang merebut Ahmad dari Aisyah. Kini setelah dia sudah berhasil menguasai Ahmad hanya untuk dirinya sendiri. Masih saja dia tidak merasa puas. Ahmad membenarkan ucapan istrinya. Biasanya hubungannya dengan Nesya tak pernah ada masalah. Namun sejak dia mulai membandingkan sikap Nesya dan Aisyah dalam mengurus Umi, entah kenapa dia mulai meragukan keputusannya. *** Sudah dua hari Aisyah menahan diri untuk tidak menjenguk Umi karena tak mau membuat keributan di rumah sakit nanti. Namun hari ini, hatinya gelisah entah karena apa? Dengan menguatkan tekad dan mental baja dia memasuki lorong rumah sakit tempat Umi dirawat. "Eh, ketemu lagi Gadis manis," sapa seseorang yang tak disangka Aisyah. Lelaki tampan tempo hari. Aisyah memperhatikan penampilan lelaki itu dengan seksama. Kenapa sih seragam putih dan statoskop yang nangkring di lehernya kian menambah pesonanya. Kenapa Tuhan pilih kasih sih? Lelaki tampan dengan Pekerjaan sekeren itu. Perpaduan yang mematikan logika para wanita. Sedang tadi dia bertemu dengan Kang Ali yang tampangnya sudah jelek, otaknya entah menggelinding kemana. Berjalan ke sana kemari dengan pakaian yang seakan tak kenal dengan deterjen saking kumal dan dekilnya. Sedang lelaki tampan di depannya ini, begitu bersinar—seragamnya putih cemerlang dan juga sangat licin. Kian menyempurnakan penampilannya. Astaghfirullah. Astaghfirullah, bagaimana ini??? Aisyah segera menunduk malu, bias merah merayapi pipinya. "Hei, kau masih sakit?" tanya lelaki itu khawatir melihat wajah Aisyah yang memerah. "Sa—saya, baik-baik saja kok," tepis Aisyah saat tangan pak dokter nyaris menyentuh keningnya. Bisa kena setrum dia. Oh No!!! Kayaknya Aisyah sudah ikutan gila kayak kang Ali. Jangan dong!!! "Oh, terus ini mau ke mana?" tanya pak dokter lagi. "Emm... Itu mau nengok umi saya," jawab Aisyah masih menunduk. "Umi kamu sakit jantung?" tanya pak dokter seakan ingin berlama-lama menahan Aisyah di dekatnya. "Kok dokter tau?" tanya Aisyah takjub. Apa selain jadi dokter, lelaki ini juga paranormal? "Ya taulah, ini kan memang bangsal khusus Kardiovaskular," terangnya dengan senyuman selalu menghiasi bibirnya. Ya Allah... Ais nggak kuat, Ya Allah.... "Umi kamu di kamar berapa?" tanyanya lagi, karena Aisyah hanya diam membisu dengan wajah tertunduk malu. Menggemaskan sekali...pikir lelaki itu "Eh... Itu... Anu... Kamar 022." Dengan terbata-bata Aisyah menjawab. Tak biasanya dia segugup itu di depan lawan jenisnya. Pun dulu ketika mantan suaminya mendekatinya pertamakali dulu. "Saya serem ya?" tanya lelaki itu dengan satu alis naik ke atas. Iya serem, karenamu jantungku terancam terkena serangan mendadak. Heart attact. Batin Aisyah. Tanpa sadar dia mengangguk. "Masak sih? Emang seremnya di mana coba? Padahal banyak yang bilang saya ini tampan lo," goda lelaki itu. Dia merasa terhibur dengan sikap gugup dan malu-malu gadis manis di depannya ini. Aisyah berdecak kesal atas kepedean sang dokter. Tapi emang ganteng beneran sih. "Emang nyeremin kok," sanggah Aisyah. "Oh ya?" "Sekarang saya tanya, gimana kinerja jantung kita saat melihat hantu?" tanya Aisyah. "Deg-degan lah," sahut dokter. "Nah, jantung saya juga gitu tiap ketemu sama dokter," terang Aisyah. "Benarkah?" tanya dokter dengan senyum sumringahnya. "Kok dokter senyam-senyum begitu? Saya nggak sakit kan dok?" tanya Aisyah yang merasa aneh dengan tingkah dokter tampan itu. "Kamu kena serangan jantung," jawab dokter serius. Tuh bener kan, perkiraanku, batin Aisyah. Aku sakit. >>BERSAMBUNG>>
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD