Bab 2 - Perjodohan

1669 Words
Keesokan paginya, Jay tampak baru saja selesai mandi, ia keluar dari kamar mandi yang berada dalam kamarnya dengan handuk yang masih melilit menutupi bagian bawahnya. Hanya tubuh bagian atasnya yang terekspos sempurna, tubuh kekar dan kokoh, kulit putih bersih dan perut sixpack yang menggoda itu akan membuat setiap wanita yang melihatnya pasti ingin tidur bersamanya. Ia mengambil handuk kecil khusus untuk rambutnya di gantungan pakaian di dalam kamarnya lalu ia pun mencoba mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk tersebut. Buliran air dari rambutnya berlomba-lomba turun ke lehernya hingga terus turun melewati perutnya, sungguh pemandangan yang segar bagi kaum hawa. Setelah air dari rambutnya tidak turun lagi, ia pun mengambil pakaian kerja yang berada di dalam lemarinya. Ia tampak memandang pakaiannya yang tergantung rapi lalu ia pun segera mencari pakaian yang ingin dikenakannya. Hingga pilihannya akhirnya jatuh pada kemeja biru langit dibalut dengan jas dengan warna khaki dan juga celana bahan berwarna senada dengan jasnya. Setelah itu ia pun menatap dirinya di cermin sejenak, sekedar untuk menyisir dan merapikan rambutnya. Setelah urusan penampilan selesai, ia pun turun ke bawah untuk membuat sarapan. Ia memang tinggal di apartemen sendiri setelah ia menyelesaikan gelar magisternya, lalu langsung mengambil kerja bersama Papanya di perusahaan milik Papanya sendiri sekitar 6 tahun yang lalu. Katanya ia tidak ingin membebankan orangtuanya lagi dan ingin hidup mandiri. Dan jika ada yang bertanya kenapa dia tidak mempekerjakan seorang asisten rumah tangga satupun, itu alasannya karena ia tidak mudah mempercayai orang lain dan lebih baik mengerjakannya sendiri karena dia tahu apa yang ia inginkan untuk kehidupannya. Ia pergi ke arah dapur untuk mencari sesuatu yang bisa di makan, dan hanya menemukan roti tawar dan selai dengan berbagai macam rasa di atas meja makan. Ia pun mengambil duduk di salah satu kursi lalu memulai sarapan dengan menu yang sederhana itu. Ia tampak mengambil selembar roti tawar lalu mengoleskan dengan selai kacang dan kembali ditutup dengan selembar roti lagi lalu setelah itu ia pun mengambil pisau kue untuk memotong pinggiran roti yang berwarna kecoklatan itu, ia memang tidak menyukai pinggiran roti, jadi setiap ia ingin makan roti, ia pasti menyempatkan diri untuk membuang pinggirannya lebih dulu. Ia tampak memotong pinggiran roti itu dengan pelan dan hati-hati agar pinggiran roti tersebut terpotong dengan rapi dan sama rata di setiap sisi, bahkan ia melakukannya hingga berdiri dan memperhatikan di setiap sisi roti tersebut. Setelah membuang pinggiran roti di setiap sisi, ia tampak mengedipkan sebelah matanya dengan tangan yang mencoba mengukur ke-rataan dan kerapian potongannya. Ia ingin semua yang dikerjakannya selalu rapi dan sempurna dan setelah dirasanya sudah sempurna, ia pun baru menyantap rotinya dan ditemani dengan secangkir kopi gula aren. Setelah menyelesaikan sarapannya, ia pun pergi ke ruang tamu lalu memakai sepatunya. Sebelum berangkat kerja, ia selalu memperhatikan kondisi apartemennya. Apartemennya harus selalu rapi dan bersih sebelum ia tinggalkan, oleh karena itu ia selalu memperhatikan ke setiap sudut ruangan dan tanpa sengaja ia melihat letak sofa di ruang tamu yang tidak beraturan. Ia pun segera merapikannya sesuai dengan tata letak yang telah ia tentukan sebelumnya, bahkan sempat-sempatnya juga untuk merapikan bantal sofa yang biasanya terletak di ujung-ujung kursi. Hingga akhirnya ia pun menyunggingkan senyumnya ketika melihat hasil kerjanya, “Semuanya sudah rapi, aku bisa berangkat sekarang.” gumamnya lalu segera keluar dari apartemennya sembari membawa tas kerjanya dan juga kunci mobilnya. *** Siang harinya, Jay baru saja menyelesaikan makan siangnya di sebuah Kafe langganannya. Ia pun mengambil ponsel dari saku jasnya yang sedari pagi belum ia periksa. Ketika menghidupkan layar ponselnya dengan finger print, ia pun mendapati beberapa notifikasi pesan masuk yang kebanyakan dari rekan kerjanya dan salah satunya ada pesan dari Papanya di sana. Ia pun membuka pesan tersebut yang berisi, [Jay, nanti setelah makan siang, jangan lupa ke rumah.] Seketika Jay teringat dengan permintaan Papanya kemarin yang menyuruhnya untuk datang ke rumah setelah makan siang karena ada hal penting yang ingin dibicarakan. Ia pun mengirimkan balasan singkat kepada papanya, [Baik Pa, sebentar lagi aku akan berangkat ke sana.] Jay pun kembali menyimpan ponselnya di saku jasnya lalu langsung membayar tagihannya dan keluar dari Kafe tersebut. Saat berada di luar, matanya tak sengaja menangkap sosok seorang pria dengan tubuh jangkung yang sangat dikenalnya baru saja keluar dari mobil. Ia pun segera menghampirinya, “Hei, Harry! kamu baru mau makan siang?” tanya Jay pada orang itu. “Eh, Pak Jay ada di sini juga. Saya baru menyelesaikan pekerjaan tadi Pak. Jadi, baru sempat makan siang sekarang.” jawab pria yang dipanggil Harry itu dengan ramah. Ia bahkan sedikit menunduk untuk menyapa atasannya yang lebih tua 3 tahun darinya itu. “Iya, saya baru saja selesai makan. Kamu jangan panggil saya Pak dong, apa kamu lupa jika kita berada di luar perusahaan kamu seharusnya panggil saya Bang saja. Lagipula kita hanya beda 3 tahun, aku belum terlalu tua untuk dipanggil Pak.” “Oh, iya Bang, maafkan saya. Saya takutnya jika Abang merasa tidak enak nantinya.” Jay pun menepuk pelan bahu Harry, “Santai aja, lagipula kita udah kenal juga sebelumnya. Kamu 'kan adik tingkat saya waktu kuliah 'kan? Dan sekarang kamu jadi pekerja bawahan saya. Jadi, kamu tidak perlu takut ataupun segan dengan saya.” “Ya, baiklah Bang.” jawabnya dengan senyum kecil. “Baiklah. Kalau begitu saya langsung pergi ya.” “Iya Bang, hati-hati.” Jay pun tersenyum lalu pergi ke arah mobilnya yang berada di sebelah kanan dari mobil Harry yang jarak letaknya juga sedikit jauh dari mobil Harry. Sementara itu Harry hanya memandang Jay sejenak hingga Jay memasuki mobilnya, lalu ia pun masuk ke dalam Kafe tersebut. Jay pun menghidupkan mesin mobilnya sembari memasang seatbeltnya, ia pun memutar setirnya lalu mengemudikannya menuju kediaman orangtuanya. Setibanya di sana, ia langsung disambut hangat oleh Reno dan Lily, orangtuanya. Mereka langsung mempersilakan anaknya untuk duduk bersama di ruang tamu. “Jay, kamu mau makan siang dulu ngga? Kalau iya, nanti Mama panggilin Bi Ratna untuk menyiapkan makan siang untukmu. Kalau Mama dan Papa sudah makan tadi.” tanya Lily, mama Jay yang tampak santai duduk sembari menyilangkan kakinya. “Ngga usah Ma, aku tadi udah makan di Kafe.” “Oh, begitu. Bagaimana kabarmu? Semuanya baik-baik saja 'kan?” tanya Lily lagi. “Aku baik Ma, semuanya lancar dan terkendali.” “Iya, semuanya lancar. Yang nggak lancar itu urusan asmaranya Jay.” celetuk Reno hingga membuat Jay mengalihkan atensinya pada Papanya dengan wajah masamnya. “Ah, Papa bisa saja kalau bicara. Oh iya, katanya Papa dan Mama ingin memberitahukan sesuatu padaku. Ada apa ya Pa, Ma?” tanya Jay yang sontak langsung mengganti topik pembicaraan. “Oh, ini kami mau—“ “Assalamualaikum ....” seru seorang pria yang kemarin sempat berbicara dengan Reno, ia tampak datang bersama dengan istri dan anaknya. Mereka tampak dituntun langsung oleh seorang pelayan menuju ke tempat Reno dengan keluarganya sedang berkumpul. Sontak semua pasang mata mengalihkan pandangannya pada orang yang baru saja berbicara dan seketika Jay membulatkan matanya ketika mendapati gadis yang mencari masalah dengannya saat di lampu merah kemarin sedang berdiri tidak jauh dari posisinya sekarang sembari mengemut lollipop coklat kesukaanya. Dan tidak terduga mata mereka berdua bertemu hingga membuat Jay reflek mengeluarkan suaranya. “Kamu,” “Loh, Om. Om di sini juga? kok kita bisa ketemu lagi ya,” ujar gadis mungil dengan pipi yang sedikit gembil dan rambut panjang yang bergelombang itu seraya mendekati Jay, dan orangtuanya pun mengikuti anaknya itu dengan dahi yang mengernyit. Orangtua Jay dan Orangtua gadis itu pun saling menyapa dan memeluk satu sama lain sebelum Reno akhirnya bersuara. “Jadi, ceritanya kalian berdua ini sudah saling mengenal.” tuturnya setelah mereka semua telah mengambil duduk di sana. Gadis itu tampak diam dan hanya memandang ke arah Jay seolah-olah mengisyaratkan kepadanya untuk berbicara. “Hm, tidak juga Pa, kebetulan aku kemarin sempat bertemu dengannya di jalan.” “Oh, begitu. Kalau belum kenal, kenalan dulu dong kalian.” lanjut Reno kembali berbicara. Wati, Mama dari gadis mungil itu pun menyenggol pelan lengan anaknya mengisyaratkan kepadanya untuk berbicara lebih dulu, gadis yang mengerti kode dari mamanya itu pun langsung mengulurkan sebelah tangannya ke arah Jay, “Perkenalkan namaku Yassa Prisicillia, aku biasanya dipanggil Asa, umurku 19 tahun dan aku masih SMA kelas XII.” tuturnya sembari memberikan senyum yang manis dan mata berbinar yang berkedip-kedip menatap Jay. Jay pun mau tak mau menyambut tangan Asa lalu memperkenalkan dirinya, “Saya Jay Fernando.” Seketika semua orang terdiam ketika mendengar perkenalan Jay yang begitu singkat itu. Sekian detik kemudian, Jay langsung menarik tangannya kembali setelah berjabat tangan dengan Asa. "Permisi! Saya mau mengantarkan minuman dan makanan Tuan, Nyonya,” celetuk seorang asisten rumah tangga di rumah Reno, ia tampak membawa beberapa gelas minuman dingin dan juga kue ke atas meja. “Ya, terima kasih ya Bi.” ucap Lily. “Pak, tong sampah di mana? Aku mau membuang tangkai permen ini.” celetuk Asa tiba-tiba, ia tampak menatap ke arah Reno seraya menggoyang-goyangkan tangkai permennya ke udara. “Oh, Asa mau buang sampah? Hm, Bi Ratna tolong buangin tangkai permen itu.” Reno pun memerintahkan Ratna, salah satu asisten rumah tangganya itu untuk membuang tangkai permen yang digengam Asa. Asa pun memberikannya pada Ratna. “Makasih ya Tante,” ucap Asa pada Ratna. “Iya, kalau begitu saya permisi.” ujar Ratna. Jay tampak melirik ke arah Asa dengan mata yang menyipit sejak ia bersuara tadi. ‘Kenapa sifatnya seperti bocah? Apa benar dia sudah SMA?’ batinnya di dalam hati. Setelah asisten rumah tangga itu pergi, Reno pun kembali berbicara. “Jay, jadi Asa ini adalah anak dari Pak Sam, karyawan di perusahaan kita.” Jay pun mengalihkan pandangannya pada Sam yang duduk dekat dengan keluarganya sejenak dengan pandangan seperti baru mengetahui tentang kebenaran ini. “Oh, iya? Benarkah itu Pak Sam?” tanya Jay memastikan. “Iya nak Jay, saya memang belum pernah membawa dan mengenalkan Asa pada orang-orang di perusahaan.” Jay pun tampak mengangguk-anggukan kepalanya paham. “Terus, hal yang ingin Papa bicarakan itu apa?” tanya Jay menyinggung topik pembicaraan utama sembari mengalihkan atensinya kembali pada Papanya. Semua pasang di sana pun tampak menatap ke arah Reno, menunggunya mengumumkan sesuatu hal. Reno tampak tersenyum menatap semua orang di sana sebelum mengeluarkan suaranya. “Jadi, begini Jay, Asa! Papa, Mama dan juga orangtua Asa sudah berunding sebelumnya untuk memutuskan akan melakukan perjodohan untuk kalian berdua.” sontak mata Jay dan Asa membulat dengan bibir yang sedikit terbuka, “Apa!” TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD